Senja Dari Timur Tengah
Cerita ini hanya fiksi, murni dari imajinasi author.
Selamat membaca.
KAREL AMBO. salah satu kapal pengangkut penonton bola piala dunia pada zaman itu. Berlayar dari Batavia ke Brunai Darussalam, dan langsung menuju ke Korea selatan.
Kapal itu di beli dari Australia sejak tahun 1935. Sejak beberapa tahun belakangan tipe sparepart kapal ini sudah tidak di produksi lagi. Akibatnya jika kapal mengalami kerusakan maka sparepart di ganti secara terus menerus sehingga mengakibat sparepart atau suku cadang mesin hampir habis.
Karena hal itu. perjalanan kali ini adalah perjalanan terakhir dari kapal karel ambo, dan merupakan penutupan sepak terjang kapal tersebut. Suara peluit kapal masih terdengar di antara keributan banyak orang yang berada di dermaga. Kapal besar itu sekali lagi mengeluarkan suara lenguhan panjang.
Puluhan awak kapal dengan baju putih terlihat sigap bekerja, mereka mulai melemparkan tali-tali besar dari atas kapal.
Sementara beberapa petugas pelabuhan sibuk berteriak agar orang-orang tak terlalu dekat di ujung dermaga, beberapa lagi sibuk menangkap tali lalu mengikatkannya di tonggak baja sekitar dermaga.
Beberapa menit berlalu hingga kapal besar itu merapat tepat di pelabuhan batavia. Suara ngilu terdengar dari benturan logam kapal pada bantalan karet dermaga. Peluit angin di atas kembali berbunyi tanda semua proses telah selesai.
Tangga mulai di turunkan secara pelan hingga menyentuh pelataran tanah. Hal itu di sambut tepuk tangan, serta antusiasme calon penumpang yang tak sabar ingin segera naik. Mereka mulai mendekati dan membawa barang-barangnya mendekati kapal.
Terlihat ada yang membawa barang masing-masing dan ada juga sebagian yang menyewa buru angkut pelabuhan untuk membawa barang-barang mereka.
Seorang pria jepang dengan mata sipit. Tanpa banyak bicara, ia langsung menaiki tangga. Pria yang di ketahui adalah petugas tinggi pelabuhan itu di kawal oleh dua tentara jepang yang wajahnya menyeramkan, sama sekali tak cocok dengan pembawaan orang asia. Ada juga dua petugas dati inspeksi bea cukai.
Tahun ini adalah tahun ke dua, Indonesia di kuasai oleh jepang. Tak jauh dari pelabuhan terdapat benteng yang sangat besar milik jepang yang pembangunannya hanya berlangsung selama 4 bulan. Namanya Ki Osaka.
Pembuatan benteng dengan kapasitas muatan 1000 orang pasukan itu, memakan korban masyarakat pribumi sekitar 4000 orang. Jumlah kematian yang amat signifikan untuk total penduduk batavia yang hanya 129.000 orang.
Matahari semakin tenggelam. Cahaya teriknya masih terasa panas. Belum ada penumpang yang di izinkan naik kapal karena proses inspeksi masih di lakukan. Calon penumpang masih menunggu dengan wajah tak sabaran sambil menutupi wajah mereka dengan telapak tangan, menghindari terik matahari.
Dua puluh menit berlalu. Satu mobil Jeep memasuki dermaga pelabuhan yang penuh sesak. Buruh-buruh angkut yang kebanyakan tak memakai penutup dada berjalan mendekat ke arah jeep. Para buruh itu berseru, menawarkan jasa memikul barang.
Dua orang tentara jepang yang tadi bersama petugas pemimpin itu, mengehentikan laju mobil jeep yang memaksa memasukan mobilnya sedekat mungkin dengan kapal. Mereka berseru-seru sambil mengetuk mobil agar berhenti.
Seorang pria yang sepertinya sopir, melompat ke turun dari atas jeep. Ia terlihat berbicara serius dengan tentara jepang yang masih berdiri menghalangi mobil.
Supir itu mengenakan kemeja putih lengan panjang, celana hitam pekat selutut serta sepatu pantofel berbicara menggunakan bahasa Inggris dengan fasih, tangannya menunjuk ke dalam mobil, terlihat serius menjelaskan.
"Mada dekimasen!" Tidak boleh. Tentara jepang itu berseru ketus. Tampaknya dua tentara jepang itu tidak mudah mengalah.
Seorang perempuan cantik berusia sekitar 25 tahun ikut keluar dari jeep, dengan langkah tegas ia berjalan mendekat ke arah sopir dan dua tentara yang masih berdebat itu.
Kedatangannya membuat ke dua tentara yang tadinya mengamuk langsung menunduk hormat. Akhirnya tentara itu mempersilakan mobil jeep untuk maju lebih dalam.
Perempuan dengan perawakan noni Belanda itu mengucapkan terima kasih kemudian kembali menaiki mobil. Sepertinya rombongan dalam mobil itu bukanlah rombongan biasa, karena jarang sekali mobil bisa langsung masuk ke dalam pelabuhan.
Setelah tersendat-sendat melewati kerumunan, mobil jeep itu akhirnya tiba di samping kapal berdekatan dengan tangga bertepatan dengan tangga yang juga di turunkan oleh pejabat pelabuhan.
Dua anak laki-laki kecil keluar dari mobil terlebih dahulu, di susul perempuan tadi dan seorang pelayan di belakangnya. Sementara si supir sedang sibuk berteriak menyuruh para buruh agar membawa barang-barang dengan hati-hati.
"Kasihan sekali, apa mereka sanggup membawa barang berat-berat itu sampai kapal." Ucap si bungsu pelan, wajahnya prihatin.
"Jangan khawatir Robin, mereka lebih kuat di bandingkan dengan yang kamu lihat, jadi tentu saja mereka akan sanggup." Bukan kakaknya yang menjawab, melainkan pria kecil yang sedikit besar satunya lagi.
"Tapi lihatlah Robert, tubuh kurus mereka seperti akan melayang di terpa angin. Bagaimana kalau mereka terjatuh dengan tas-tas itu ke dalam laut."
"Jangan khawatir tentang mereka Robin, mengangkat barang adalah perkejaan jadi mereka pasti mampu dan kuat melakukannya. Khawatirkan saja dirimu sendiri, berjalanlah dengan hati-hati atau kamu yang akan jatuh ke dalam laut. Dan jika itu terjadi, bersiaplah menjadi makanan para ikan." Ucap Robert menggoda adiknya.
Kakak perempuannya ikut tertawa sambil mengelus kepala ke dua adiknya, "Benar kata Robert, mereka adalah buruh angkut barang yang sudah terbiasa membawa barang naik turun kapal jadi tidak ada yang perlu dirisaukan."
"Jalannya pelan-pelan, robin!"
"Ini sudah pelan." Gerutu robin.
"Dekatkan dirimu di samping kakak. Anginnya kencang sekali, nanti kamu benar-benar bisa jatuh." Kakak perempuan itu menarik tangan Robin agar berjalan di dekatnya. Mereka sedang menaiki tangga
"Jika kamu jatuh, kamu akan benar-benar di makan oleh ikan." Ledek Robert, berjalan mendahului Robin dan kakak perempuannya.
"Kamu juga Robert, jalannya pelan-pelan. Tidak usah terburu-buru, kita akan tetap naik kapal juga."
"Doi Tado." Perempuan itu menyapa petugas tinggi pelabuhan yang terlihat sibuk memantau keramaian.
" Ah, Lady Mei De Hauten." Petugas tinggi itu berseru lalu bergegas naik ke atas kapal. Wajahnya tersenyum melihat siapa yang menyapanya. Membungkukkan badan hormat pada perempuan di depannya itu.
"Madam Jessica sepertinya tidak ikut?. Tanya petugas pelabuhan itu sambil melihat-lihat ke samping perempuan yang ia panggil mei itu.
"Begitulah Doi . Ayah tidak dapat di tinggal ibu lama-lama, jadi hanya kami saja yang bisa pergi." Jawab mei tersenyum.
"Jadi hanya lady dan para tuan muda saja yang berangkat? Ucap Doi sambil menunjuk ke dua bocah yang tampak asyik melihat kerumunan orang yang sedang berusaha naik ke atas kapal.
"Tidak, Doi. itu jajan sopirku, kamu pasti sudah sering melihatnya mengantarkan aku kemana-mana. Dan yang sedang menjaga ke dua adikku, itu bibi siti, suster yang akan menjaga ke dua adikku dan juga membantuku selama di perjalanan nanti.
"Robin dan Robert." Ucap Doi Tado menebak. "Saya sudah hafal nama dua tuan muda yang tampan ini."
Mendengar nama mereka di sebut. Dua bocah itu tersenyum simpul, menjulurkan tangan, bersalaman.
1.Lady Mei De Hauten
Robert De Hauten
Robin De Hauten
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments