Langit-Langit Angan
Senjaku tersita oleh keramaian kota. Moodku tersingkap oleh kelelahan sepulang kerja.
"Huft inikah kehidupan yang aku cari selama ini? Inikah jalan cita yang sedari kecil aku ingin raih? Inikah takdir yang harus aku syukuri? Segalanya membosankan, benar-benar membosankan," gumamku sesampainya dikontrakan kecil dipinggiran Ibukota.
Kumandang adzan magrib menyintas lamunanku, yang sedari tadi termenung dibalkon kontrakan. Senjaku yang lekang terisi khayalan, kini harus kembali terhenyak tersadarkan. Aku candu dengan khayalan yang senantiasa penuhi hari-hariku. Entah sampai kapan hidupku terlalu membosankan. Keinginan berubah dan merubah jalannya sering ada namun harus mulai darimana? Entahlah.
"Hans, bangun udah magrib," teriak Ibu kost yang senantiasa perhatian.
"Ga tidur Bu," jawabku lemas berjalan ke kamar mandi.
Malam hariku berjalan lambat. Tugas-tugas rumah melambai "Kapan mau cuci aku," seakan baju-baju kotor berbicara yang sudah menumpuk dari seminggu yang lalu dipojokan kamar namun masih aku abaikan. Aku berlalu ke dapur yang hanya tersekat papan triplek dengan kamar. Niat hati ingin mengisi perut, namun tiba-tiba ramai terdengar lagi seakan-akan piring gelas sendok kotor berbicara "Mau makan? cuci kita dulu." Setengah hati aku menyanggupi permintaan mereka. Beginilah keseharian perantau.
Kesepian aku tersungkur diperbaringan, memejamkan mata mencoba melepas lelah dengan terlelap, namun kantuk enggan hinggap. Kesunyian semakin merayap disekujurku. Angan mulai mengetuk menerbangkanku dalam diam. Via kamu datang disaat yang aku harapkan. Aku rindu berduaan denganmu. Mengutip candaan hingga gelak tawa tak terbantahkan diantara kita. "Bagaimana dengan harimu?" tanyaku lembut. "Baik, dan tiada yang lebih baik dari didekatmu," jawab via menenangkan. "Kelak ketika kebersamaan kita sudah dibalut ijab qobul. Relakan masa lalu kita ku simpan rapih diangan, agar beban kehidupan tak begitu berarti untukku, karna hanya dengan mengenangmu saja sudah kudapatkan semangat yang bertubi-tubi untuk terus membahagiakanmu". mendengarku Via hanya menyandarkan kepala dibahuku. "Via, jika nanti Tuhan tak mengijinku hidup lebih lama disampingmu, kenanglah aku sebagai lelaki yang sangat menyayangimu". Ku kecup kening via sembari mengusap rambutnya. Malam ini penuh kehangatan, kehadiranmu menjawab kesunyianku. Dengan hati yang lega aku pun hilang tertelan lelap.
"Tok tok tok! Hans udah pagi bangun," teriak ibu kost mengetuk pintu kamar.
"Iya Bu," sahutku menyadarkan diri.
Setelah membersihkan diri dan bersiap berangkat kerja, tak lupa aku mampir ke ibu kost untuk sekedar berpamitan.
"Bu, aku berangkat ya. Nanti kalo ada paket terima aja bu. Kemarin aku pesen kue buat Ibu," terangku.
"Iya makasih, baik banget kamu sama Ibu," jawab Ibu kost memuji.
"Sama-sama Bu, Ibu juga udah baik banget sama aku, Assalamualaikum," pamitku.
"Waalaikumsalam," jawab ibu kost singkat.
Pagi ini aku berangkat ke kantor naik angkot karena motor idamanku Yamaha R25 belum sanggup aku beli. Padahal udah dipesan tiap doa ke Allah, tetapi belum juga dikabulkan. "Tiktuk!" hp ku berbunyi satu pesan whatshapp masuk.
[ Nak, jangan lupa sarapan dulu sebelum berangkat kerja.] seru pesan tanpa nada yang adalah Ibuku dikampung.
[Ya Bu siap] jawabku singkat.
Sesampainya dikantor rutinitasku yang membosankan ini aku coba nikmatin, dengan membalas sapaan rekan-rekan kerja.
"Hans, ditanyain Bu Gita tu," seru Faiq rekan kerjaku sambil menepuk pundak.
"Bu Gita siapa?" tanyaku heran.
"Penggantinya pak Albert yg minggu lalu resign," jawab Faiq menjelaskan.
"Oh iya ntar gua keruangannya," jawabku sambil berlalu ke meja kerjaku.
"Tok tok tok! Assalamulaikum," salamku mengetuk ruangan Bu Gita.
"Waalaikumsalam, masuk!" sahut suara dari balik pintu.
"Kamu Hans," tanya Bu Gita.
"Iya Bu saya Hans," jawab ku mengangguk.
"Oke, silakan duduk!" kata Bu Gita sembari sibuk mencari berkas dilaci mejanya.
"Nama Hans Abdussofyan jabatan sales marketing. Sudah bekerja selama 4 tahun. Tanggal lahir 16 April 1994. Status lajang. Saya dengar kamu salah satu sales yang cukup handal diperusahaan ini. Saya mau kamu terangin produk-produk yang paling sering diminati konsumen kita," tutur Bu Gita meminta.
"Baik Bu. Dari data saya untuk tahun ini, produk yg paling sering dibeli konsumen adalah pompa type booster, pabrikan dari Barbara relatif banyak diminati," jawabku menerangkan.
"Oke. Terus kedepannya untuk memajukan perusahaan ada ide yang belum disampaikan?" tanya Bu Gita.
"Sejauh ini kalo menurut saya dipenyedia barang/stock Bu. Saya sering terkendala dengan stock merk tententu, yg langka. Sedangkan stock yang jarang diminati banyak. Mungkin untuk stock baiknya dibanyakin dari merk-merk yang banyak diminati konsumen. Sementara dari saya itu saja Bu," tuturku.
"Oke baik terimakasih masukannya. Cukup, silakan lanjutkan kerja, dan tolong panggilkan OB!" tutur Bu Gita sudahi perbincangan.
Sebagai seles pekerjaanku lebih banyak diluar kantor. Kadang sekedar menghilangkan kebosanan asal keluar kantor nongkrong, dan tempat tongkrongan favoritku diwarung kopi samping gedung yang terbengkalai karna tidak dilanjutkan pembangunannya. Disini adem, tenang nikmat ngopi dan hisap beberapa batang rokok. Via datang lagi dengan parasnya yang selalu menawan pandangan. "Kamu bagaimana hari ini?" tanyaku menyapa. "Selalu lebih baik selama didekatmu," jawabnya lembut menenangkan. "Sore nanti aku pulang pengen ada kamu menyambut aku, sembari membawa minum, kemudian aku kecup kening kamu dan bercanda ria," pintaku. "Iya, aku akan datang pas kamu mau pulang," jawab Via melegakan. Hanya Via yang harum wanginya saja mampu meluluhkan kewarasanku. kesadaran sering kali tersandra. Hingga detik-detik waktu seringkali tak terasa. Aku mengembalikan sepenuhnya yang dulu ku sebut rasa, hanya untuk Via yang selalu membawa bahagia. Aku tenang bersamanya. Aku senang melihatnya.
"Kopinya dingin atuh ga diminum-minum," ujar Bu Atmi penjual kopi langganan.
"Oh iya Bu ini mau diminum," jawabku terkejut.
Hari sudah sore jam kerjaku tersisa 60 menit lagi. 30 menit ke kantor 30 menit buat beres-beres dan pulang. Tak lupa aku membayar kopi dan rokok sama Bu Atmi sembari pamit.
Rutinitas yang membosankan, mungkin karena aku tak mengerti arti syukur, atau karna aku jauh dengan Tuhan sehingga segala yang aku lakukan buatku tidak menyenangkan. Entahlah. Semoga Tuhan mengampunkan. Sering terbesit dipikiran untuk pergi meninggalkan yang sekarang aku lakukan secara berulang. Mencoba hal baru nampaknya akan lebih seru. Namun, bagaimana aku melakukan itu? Diawali dengan resign kah? Kemudian pergi ketempat yang tiada satu pun orang kah? Terus bagaimana dengan kebutuhan ibu? Bagaimana dengan biaya sekolah adek? Sumpah demi apa pun kehidupan ini tak berarti lagi.
Seperti biasanya pulang kerja dengan situasi hati yang gundah. Terdengar teriakan ibu kost mengagetkan ku yang sedang membuka kunci pintu kontrakan.
"Hans, makasih kuenya enak," Seru Ibu kost.
"Iya Bu," jawabku.
Ada Via dan segelas air putih ditangannya. Dia menatapku dengan senyum lirih dibibir tipisnya. Yang aku mau selalu seperti ini. Ada kamu yang menunggu kepulanganku, yang menyambutku tatkala kelelahan dan kesepian menjadi bayanganku. "Via bagaimana perasaanmu sekarang," tanyaku lembut. "Kelegaan dan kasih sayang yang ada dihatimu bagaikan cerminan hatiku, aku sama sepertimu," jawabnya membuatku hanyut. "Jangan pernah tinggalin aku walau untuk sesaat. Aku lelah dengan semuanya. Cuma kamu yang sanggup buat aku tetap tersenyum," keluhku pada kekasih hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Lo ayank gue titik!
kak feedback yuk? nanti kakak baca karya yang judulnya MY HUSBAND IS ZOMBIE yah?
2022-11-19
0