Diperbatasan Hasrat dan Martabat

Pagi yang cerah di ibu kota. Helaan nafas panjang memberi perasaan lega. Sedikit melempar senyuman untuk dunia yang nampaknya tak bosan aku huni. Memejamkan mata merasakan pelukan mesrah Via. Aku masih bisa bangun dari tidurku. Kehidupan masih memberiku waktu. Teruslah temani aku hingga tiada lagi pagi yang seperti ini. Barangkali esok atau lusa aku menyusul Dea disana.

"Tiktuk!" satu pesan wa masuk dari Bu Gita.

"Hans, berangkatnya bareng ya. Aku mau kamu temenin aku ketemu client," aku keheranan karena sebelumnya tak pernah mengajakku.

"Ga salah Bu? Kan biasanya Bu Gita ga pernah ajak aku," jawabku heran.

"Kali ini aku pengen kamu yang handle clientku. Dan jangan sampai gagal karena project ini besar. Kalo kita bisa dapatin project ini, perusahaan kita akan untung besar," jawab Bu Gita meyakinkan.

"Baik Bu saya tunggu digang depan kost'an," jawabku terpaksa setujuh.

Sesampainya Bu Gita digang kontrakanku, aku pun masuk ke mobilnya.

"Baca berkas itu!" suruh Bu Gita menunjuk berkas didasbor mobil.

"Baik Bu," jawabku sembari mengambil berkas.

"Kring kring kring!" hp Bu Gita berbunyi ada telpon masuk.

"Halo pak, selamat pagi!" ucap Bu Gita dengan lawan bicaranya ditelpon.

"Oh gitu ya Pak. Jadi ketemunya nanti jam 15.00. Baik Pak," imbuh Bu Gita sembari menutup telponnya.

Aku yang masih membaca berkas pura-pura tidak mendengar percakapan Bu Gita. Kurang lebih tiga puluh menit perjalanan mobil masuk ke salah satu hotel di ibu kota.

"Disini nanti kita ketemunya," celetuk Bu Gita memberi tahu.

"Baik Bu," jawabku singkat.

"Tapi dia izin datangnya jam 15.00. Katanya ada meeting internal dulu", tutur Bu Gita.

"Loh Bu, sekarang masih jam 09.00. Kenapa kita ga ke kantor dulu aja?" tanyaku protes.

"Ga apa-apa kita tunggu aja disini," ucap Bu Gita berjalan ke loby hotel.

Dengan perasaan curiga saya ikuti kemauan Bu Gita. Walaupun dalam hati bertanya-tanya. Kenapa tidak ke kantor, malah milih menunggu dihotel sampai jam 15.00 sore. Sekitar pukul 09.40, Bu Gita tiba-tiba berjalan ke receptionis yang sebelumnya hanya duduk diloby hotel denganku. Ternyata dia check in satu kamar.

"Hans kita keatas," ajak Bu Gita.

"Bu izin saya mau menelpon," jawabku mencoba menolak ajakan Bu Gita.

"Oh yaudah saya tunggu dikamar nomer 227 ya?" tutur Bu Gita melenggang pergi.

"Baik Bu," jawabku singkat.

Dengan perasaan yang kawatir, aku keluar dari hotel menuju minimarket yang berada disamping hotel tersebut. Setelah membeli sebungkus rokok dan sebotol minuman dingin, aku duduk didepan minimarket itu. Menenangkan diri sambil menikmati hisapan demi hisapan rokok. Terbesit pikiran untuk menuruti Bu Gita ke kamar hotel. Namun, nurani menolak dengan keras kemauan ini. Karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika aku menuruti kemauan Bu Gita ke kamar hotel. Terus maksud Bu Gita itu apa check in satu kamar untuk berdua?

"Tik tuk!" pesan wa berbunyi dari Bu Gita.

Aku tidak berani baca dari ruang obrolan. Aku hanya baca dari notifikasi yang berbunyi.

[ Hans sini temenin aku! Aku mau curhat sama kamu ].

Sontak kekawatiran semakin menjadi-jadi, antara menuruti atau menolak keinginan Bu Gita. Dalam kegaduhan batin aku berdoa agar diselamatkan dari situasi ini.

"Ya Tuhanku jangan biarkan aku merasa sendirian," doaku dalam hati.

Tiga batang rokok sudah aku habiskan tanpa sedikit pun berani membuka pesan wa dari Bu Gita.

"Gubrak!" tiba-tiba terdengar kecelakaan didepan minimarket. Ibu-ibu pengendara motor jatuh terserempet mobil angkot. Spontan aku menghampiri mencoba menolong. Ibu tersebut diangkat ramai-ramai kedalam angkot dan dilarikan ke rumah sakit. Setelahnya, aku pun kembali duduk dikursi depan minimarket. Tak lama aku duduk telponku berdering. Aku pikir telpon dari Bu Gita. Ternyata Ibuku menelpon.

"Halo! Assalamualaikum Buk," ucapku angkat telpon.

"Waalaikumsalam," jawab Ibu.

"Nak kamu lagi kerja ya? Ini Ibu sama Bapa sudah distasiun kota. Kamu bisa izin sebentar untuk jemput Ibu?" tutur Ibu meminta.

"Loh Ibu ke sini kok ga kabarin dulu. Iya Buk bisa aku kesana sekarang!" jawabku kegirangan.

Tanpa pikir panjang aku pesan gocar. Diperjalanan ke stasiun kota, aku mengabari Bu Gita.

[ Bu maaf baru buka whatshapp. Saya lupa izin sekarang. Saya lagi diperjalanan ke stasiun kota, mau jemput Ibu Bapak dari kampung. Nanti jam 15.00 saya ke hotel lagi Bu ] tulisku melalui pesan whatsapp.

[ Oh yaudah ga apa-apa. Nanti jam 15.00 ga usah kesini. Soal client biar saya yang handle ] Balas Bu Gita.

[ Baik Bu, terimakasih sebelumnya ] jawabku mengakhiri obrolan WA.

Sesampainya distasiun, Ibu dan Bapak sudah menunggu. Dengan perasaan senang, aku ajak Ibu dan Bapak ke kontrakan. Dikontrakan Ibu langsung bawel melihat kontrakanku yang berantakan.

"Sudah dikasih tau walaupun cowok harus tetep rapih, bersih dan rajin. Jangan berantakan kaya kapal pecah gini!" oceh Ibu sambil membenahi baju-bajuku yang berserakan.

"Iya ya Bu," jawabku dengan senyum.

"Yaudah Ibu sama Bapa istirahat aja. Aku mau beli makanan," imbuhku pamit keluar.

Berasa dapat kejutan dengan datangnya Ibu sama Bapa. Aku sebagai anak pertama dari dua bersaudara selalu dirindukan orang tua, terutama penghasilanku diperantauan. Iya, karena aku terlahir dari kedua orang tua yang status sosialnya menengah kebawah. Jadi, wajib bagi anak pertama sepertiku setelah sudah bisa mendapatkan penghasilan harus membantu perekonomian keluarga, dan aku pun menikmati perananku.

"Tokt tok tok! Assalamualaikum," salam ku mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam," jawab Ibu membuka pintu.

"Kita makan siang bareng Bu, Bapa dimana?" ucapaku menanyakan keberadaan Bapak.

"Memangnya ga ketemu diluar? Tadi Bapa keluar sebentar katanya," jawab ibu menerangkan.

"Yaudah Bu kita tunggu Bapa aja," saranku.

Sambil menunggu Bapak, aku dan Ibu menyiapkan santap siang yang baru aku beli dari warung. Tidak lama Bapak mengetuk pintu.

"Tok tok tok! Assalamualaikum," salam Bapak.

"Waalaikumsalam," jawab aku dan Ibu serentak.

Acara makan bersama berlangsung penuh canda tawa. Kebersamaan yang mahal yang selalu kurindukan. Walaupun kurang kehadiran Adek yang tidak bisa ikut karena acara study tour di sekolahnya.

Perut kita sudah terisi penuh. Kantuk pun datang dimata Ibu Bapak yang lelah menempuh perjalanan jauh dari Malang-Jakarta. Aku pun pamit ke kantor lagi, sekedar memberikan waktu untuk mereka beristirahat.

[ Bu Gita saya sudah dikantor lagi, nanti jam 15.00 saya perlu ke hotelkah? ] tanyaku melalui pesan whatshapp.

Namun pesan tertunda hanya centang satu. Aku pun mengabaikannya, kemudian mengerjakan perkerjaan lainnya. Waktu berjalan cepat, tidak terasa jam didinding kantor menunjukan pukul 15.30. Aku cek whatsapp Bu Gita masih centang satu. Akhirnya aku memutuskan untuk siap-siap pulang.

Sesampainya dikontrakan Ibu dan Bapa sedang duduk dibalkon. Aku dengan membawa cemilan ikut bergabung. Setelah beberapa saat kita obrolan, tiba-tiba Bapak bertanya.

"Kamu kapan nikah? Usiamu sudah 28 tahun. Bapa sudah tua, tapi belum punya cucu," tutur Bapa yang nampaknya sudah ingin punya cucu.

"Iya kapan, mana Via yang waktu itu kamu ceritain ke Ibu," imbuh Ibu.

"Doain aja Bu Pa. Semoga bisa cepet nikah dan cepet dikaruniai anak," jawabku.

"Bapa sama Ibu pasti doain setiap saat, cuma dari kamunya ada ikhtiar atau tidak?" pungkas Bapa.

"Hehehe ada dong Pak. Pelan-pelan santai," jawabku ringan.

Tak terasa memasuki waktu magrib, adzan pun berkumandang. Kita melaksanakan sholat berjamaah dipimpin Bapa sebagai imam.

"Tik tuk" satu pesan whatsapp dihp ku yang ternyata dari Bu Gita.

[ Hans jam 19.00 aku tunggu dikafe biasa ]

Dengan perasaan sedikit takut aku pun mengiyakan ajakan Bu Gita.

[ Baik bu jam 19.00 saya kesana ].

Aku pun berpamitan dengan orang tua.

"Bu Pa berhubung disini ranjangnya cuma satu, aku izin nginep dirumah temen ya hehehe," izinku sembari pamitan.

"Temannya cowok kan?" tanya Ibu protektif.

"Iya lah Bu cowok masa cewek, bisa digerebek Pak RT," jawabku bergurau.

"Bapa tadi sore bilang soal cucu, bukan berarti nyuruh kamu buntingin anak orang sebelum nikah," imbuh Bapa bergurau sekaligus menasehati.

"Hahaha iya pa santai aja. Palingan saya nginep dirumah Fa'iq, temen kantor. Yaudah Pa Bu Assalamualaikum," jawabku salam.

"Waalaikumsalam," jawab Bapa dan Ibu serentak.

Didepan kafe aku liat mobil Bu Gita sudah terparkir, aku pun masuk untuk menemuinya.

"Hans, sini!" teriak Bu Gita melambaikan tangan.

Aku pun menghampiri dan duduk disebelah bu Gita.

"Maaf ya Bu soal tadi sore dihotel, saya buru-buru ke stasiun buat jemput Ibu Bapa. Ga sempet izin dulu ke Bu Gita," tuturku meminta maaf.

"Iya ga apa-apa, tapi kamu harus temenin aku ngerjain laporan hasil pertemuan sama client tadi sore," syarat Bu Gita.

"Oke Bu, saya temenin bikin laporannya disini," jawabku.

"Ehh bukan disini, dirumahku," ucapnya.

Aku pun mengiyakan karena aku pikir membuat laporan hanya butuh waktu sejam dua jam. Sebelum aku menemani Bu Gita buat laporan dirumahnya. Aku sempatkan kirim pesan ke Fa'iq.

[ Bro! Malam ini gua nginep dirumah lu ya? ] tanyaku ke Fa'iq melalui pesan whatshapp.

[ Iya bro kesini aja, ] jawabnya.

[ Ntar palingan bro jam 21.00 kesitu ] jawabku.

[ Oke bro ] jawab Fa'iq singkat.

Tidak sadar ternyata Bu Gita mengambil foto kita berdua.

"Buat apa Bu?" tanyaku.

"Pengen foto bareng kamu aja, boleh kan?" jawab Bu Gita meminta.

"Boleh koq Bu" jawabku pasrah.

Tidak lama dari itu aku check story whatshapp dan ternyata Bu Gita menggunggah foto yang barusan bu Gita ambil denganku.

"Dijadiin status bu?" tanyaku.

"Iya, ga apa-apa dong" jawab Bu Gita semenah-menah.

"Temen-temen kantor nanti berprasangka yang bukan-bukan Bu, liat kita jalan berdua?" tanyaku protes.

"Biarin aja. Jangan dengerin orang-orang kantor," tegas Bu Gita.

"Udahan yuk, kita jalan?" ajak Bu Gita.

"Ayuk Bu," Jawabku singkat.

"Bentar aku bayar dulu," izin Bu Gita yang berjalan ke kasir.

"Oke Bu, saya tunggu didepan" jawabku.

Dalam perjalan ke rumah Bu Gita, aku hanya duduk santai. Mendengarkan Bu Gita bernyanyi menirukan mp3 yang diputar dari DVD mobilnya. Kurang lebih 45 menit akhirnya sampai dirumah Bu Gita. Aku yang terkagum melihat rumah mewah semakin merasa risih

"Dirumah ada siapa aja Bu?" tanyaku sembari masuk.

"Tenang saja, lagi ga ada siapa-siapa," jawab Bu Gita santai.

"Kalo gitu ngerjain laporannya diteras aja Bu. Biar adem," usulku dengan perasaan yang mulai tidak enak.

"Dikamar juga adem ada AC," jawab Bu Gita berjalan ke arah kamar.

Aku yang dipersilahkan duduk diruang tamu, semakin merasa tidak enak. Karena ternyata Bu Gita tinggal sendiri dirumah semewah ini.

Tak lama Bu Gita muncul dari balik pintu kamarnya dengan menggunakan piyama dan membawa laptop ditangannya. Ketakutanku berkurang karena tidak jadi mengerjakan laporan dikamarnya.

"Mau minum apa?" tanya Bu Gita.

"Ga usah Bu nanti aja, tadi kan udah minum dikafe," jawabku menolak.

Bu Gita berjalan ke dapur, setelah memberikan berkas dan laptop. Aku pun bergegas mengerjakan laporannya.

"Hans, bener kamu ga mau minum? Aku ada stock minuman jahat nih," tawar Bu Gita memegang botol wine.

"Ibu saja silakan, aku ga minum minuman keras Bu," jawabku polos.

Setengah laporan sudah aku kerjakan. Tiba-tiba Bu Gita memelukku dari arah belakang. Aku yang sedari tadi duduk disofa ruang tamunya terkejut. Aku pun menolak perlakukan Bu Gita.

"Bu maaf lepasin pelukan Ibu!" pintaku kesal.

"Kenapa? Masa kamu ga mau di peluk aku?" respon Bu Gita yang masih merangkulku.

"Bu sekali lagi saya minta! Lepasin dan jangan bersikap seperti ini," tandasku memaksa melepas pelukan Bu Gita.

"Ga usah sok suci Lu," caci Bu Gita dengan muka yang merah padam.

"Maaf Bu, saya ga bisa," jawabku sambil berlalu meninggalkan Bu Gita yang sudah setengah sadar.

Malam ini pun berakhir dengan aku yang tidur dirumah Fa'iq. Walaupun ga bener-bener bisa tidur karena terbayang perlakukan nekad Bu Gita. Dirumah Fa'iq sedikit pun tidak aku ceritakan peristiwa dirumah Bu Gita. Malahan aku bilang ke Fa'iq dari rumah.

Entah sebenarnya salah atau benar apa yang aku lakukan didunia ini. Bahwasanya kebenaran mutlak hanya milik Tuhan. Segala yang aku kerjakan hanya berharap mendapatkan hasil terbaik. Selebihnya garis takdir yang menentukan. Buruk aku terima, baik pun syukur alhamdulillah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!