Dari yang bersinar bersih hingga kini redup kelabu tak bertepi. Seakan masa cerahku sudah berlalu sejak aku memutuskan bertahan dengan cinta dihati. Memang semuanya tetap berjalan walaupun lamban. Namun yang ku rasa tak seperti semestinya. Sebab yang ku bawa kemana-mana hanyalah bayangan kelabu penghambat langkahku. Aku merindukan masa cerah kala itu. Dimana tawa dan bahagia menjadi penghiasnya. Selebihnya hanya kerikil kecil yang tak berarti apa-apa.
Aku sendirian aku kesepian. Disini semuanya terasa asing untukku. Tak ubahnya hatiku yang mungkin sudah tak berbentuk lagi. Hati yang pernah mencintai dengan sejati, namun harus hancur tatkala cintanya mati.
Kala itu cincin sudah melingkar dijari manisnya. Aku dan Dea bertunangan. Dea wanita cantik yang aku rasa tulus menyayangiku. Wanita yang tujuh tahun lalu mewarnai hari-hariku. Tak hanya aku saja, Bapak, Ibu dan Adek semuanya merasakan kebaikan wanita yang sangat menginspirasi. Aku sebagai pasangan Dea tidak pernah mendapati kekecewaan karenanya. Justru Dea sering kali menyembuhkanku dari kekecewaan-kekecewaan dunia. Dengan perhatian dan nasihat santun yang setelah sepeninggalannya, tak pernah aku temukan sosok yang serupa. Sayangnya, Tuhan menganggap dunia ini tak pantas Dea tempati lagi. Dea berpulang sebulan setelah acara pertunangan kita. Aku memang sudah merelakannya, dengan meneruskan hidup meski penuh kehampaan ini.
Rintik gerimis memaksaku beranjak dari lamunan. Karena baju-baju jemuran belum sempat aku rapihkan.
"Tok tok tok! Hans bangun hujan!" seru Ibu kost mengetuk pintu.
"Iya Bu," sahutku membuka pintu.
"Ini jemuranmu, Ibu kira kamu tidur," tutur Ibu kost menyodorkan baju jemuranku.
"Makasih ya Bu," jawabku menerima.
"Libur kerja kok ga maen?" tanya Ibu kost basa-basi.
"Ga Bu lagi pengen males-malesan aja dirumah," jawabku sambil menutup pintu karena Ibu kost sudah melenggang berlalu.
Garis kehidupan menuntunku hingga titik ini. Diusiaku yang sudah 28 tahun. Tuhan belum menginzinkanku untuk menjadi seorang imam disebuah rumah tangga. Atau memang ajalku lebih dekat dari rezeki jodohku. Seperti Dea yang sudah tenang disyurga sana. Entahlah.
"Kring kring!" hp ku berdering panggilan dari Fa'iq.
"Halo bro! Assalamuaaikum," jawabku angkat telpon.
"Waalaikumsalam. Bro gua disuruh Bu Gita nelpon lu buat dateng ke acara nikahnya Genie, asistennya Pak Dirut. Padahal gua udah bilang lu pasti ga bakalan mau," tutur Fa'iq menjelaskan.
"Iya bro ga bisa sorry," jawabku.
"Yaudah gpp yang penting gua udah nelpon. Gitu aja ya. Assalamualaikum," ucap Fa'iq sembari menutup telpon.
"Waalaikumsalam," jawabku.
Setelah aku pikir-pikir tidak ada salahnya datang ke acara nikah teman kantor.
[ Bro share alamat dong gua mau dateng ] pesan wa ku kirim ke Fa'iq.
Kemudian aku siap-siap berangkat ke acara pernikahan Genie. Setelah Fa'iq membalas dan memberikan lokasi acara, aku pun berangkat.
Seusai ikut berbahagia dengan Genie, asisten Big Bos yang sudah melepas masa lajangnya. Bu Gita mengajak aku dan Fa'iq ke kafe. Aku dan Fa'iq mengiyakan ajakan Bu Gita karena Bu Gita yang akan traktir. Sembari menunggu pesanan datang Bu Gita mulai membuka percakapan, dengan membahas resepsi Genie.
"Menurut kalian resepsi Genie meriah kah?" tanya Bu Gita.
"Meriah Bu dan pastinya mahal," sahut Fa'iq.
"Menurut saya juga gitu Bu, pasti mahal acara semeriah itu," jawabku menambahi.
"Ya wajarlah, harapannya kan menjadi acara sekali seumur hidup," imbuh bu Gita.
"Iya juga sih Bu," jawab Fa'iq.
"Aamiin" doaku.
"Terus Hans kapan mau nyusul?" tanya Bu Gita.
"Kring kring!" tiba-tiba hp Fa'iq berdering, panggilan masuk.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan Bu Gita. Fa'iq izin menelpon.
"Maaf Bu saya angkat telpon sebentar," ucap Fa'iq beranjak dari tempat duduk.
"Silahkan," jawab Bu Gita.
"Tadi belum dijawab Hans," ucap Bu Gita menagih.
"Oh ya bu kirain lupa. Bismillah aja Bu nanti kalo Tuhan mengizinkan saya hidup lebih lama mudah-mudahan ada masanya saya menikah," jawabku.
"Bu Gita maaf saya izin pulang dulu, istri saya minta dijemput" sahut Fa'iq meminta izin undur diri setelah ditelpon istrinya.
"Oh ya ga apa-apa, nanti saya pulang sama Hans," jawab bu Gita mengizinkan.
Perbincangan pun dilanjutkan dengan Bu Gita. Beliau banyak menceritakan tentang rumah tangganya dulu yang kandas karena mantan suaminya suka berbuat kasar. Bu Gita juga belum dikaruniai anak selama pernikahannya. Karena usia pernikahannya baru berjalan satu tahun. Bu Gita menyandang status janda diusianya yang masih terbilang muda yaitu 27 tahun, namun parasnya yang cantik dan anggun membuatnya tak terlihat seperti janda. Siapa pun yang belum mengenalnya tak akan menyangka dia seorang janda. Setelah malam mulai larut kita memutuskan untuk pulang, Bu Gita mengantarku sampai depan gang kontrakan.
Sesampainya dikontrakan aku masih terbayang maksud ucapan Bu Gita yang menyampaikan "Mungkin ga kalo kamu nikah sama janda," kalimat itu syarat akan arti. Aku dapati Bu Gita mempunyai maksud tersendiri. "Ah apaan sih, bego aja manager mau nikah sama sales kaya aku," gumamku menepis prasangka.
"Siapa hayo manager yang mau nikah sama kamu," tanya Via mengagetkan. "Ga kok, yang mau aku nikahin kan cuma kamu," jawabku berdalih. "Terus dulu Dea sempet tunangan," imbuh Via cemburu. "Itu kan masa lalu sayang," jawabku menenangkan Via.
"Tuuut tuuut tuuut!" dering panggilanku ke Fa'iq.
"Halo. Assalamualaikum bro," jawab Fa'iq mengangkat telpon.
"Waalaiakumsalam, bro gua mau cerita nih," jawabku.
"Boleh bro, pas bener ni lagi nyantai depan rumah sambil ngopi," jawab Fa'iq menyanggupi.
"Tadi pas dikafe lu pulang duluan, gua lanjut ngobrol sama Bu Gita. Terus setelah panjang lebar obrolan tiba-tiba Bu Gita nanya gini. Kira-kira mungkin ga kalo kamu nikah sama janda? Gua jawab aja ya kalo jodoh saya janda mau gimana lagi Bu," aduku.
"Wkwkwkwk, terus terus terus ekspresi Bu Gita gimana setelah lu jawab gitu?" tanya Fa'iq penasaran.
"Gua liatin dia cuma senyum doang bro. Abis itu kita pulang," terangku.
"Bener dugaan gua bro, Bu Gita tuh naksir sama lu," terka Fa'iq dengan nada mengejek.
"Lu kan tau gua udah ada Via," tegasku mengelak.
"Dari tiga tahun lalu, Lu sering bilang pacar Lu Via Via Via tapi ga pernah lu kenalin ke gua," protes Fa'iq.
"Yah sabar bro, gua aja belum kenal wkwkwkwk," jawabku membalas ejekan Fa'iq.
"Dih ga jelas banget lu bro kebanyakan halu. Dah lah gua mau makan dulu. Assalamualaikum," ucap Fa'iq kesal. Sembari menutup telpon.
"Walaikumsalam," jawabku ketawa puas.
Malam ini berlalu seperti malam sebelumnya. Menunggu kantuk datang aku duduk dibalkon kontrakan. Dengan hisapan rokok dan seruputan kopi membuat suasana tenang. Entah anganku akan terdampar dimana. Asal Via ada dan temani aku selamanya.
Aku yang mulai berdamai dengan diri sendiri. Dengan tulus mecoba menerima kenyataan. Bahwasanya ada Tuhan sebagai pemberi peran. Aku hamba, hanya butuh tunduk untuk memainkan peran. Maka aku yakin yang Maha berkehendak akan memudahkan.
Semakin larut kantuk semakin mengetuk. Aku larut tertelan mimpi-mimpi malam ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments