Dendam Sang Presdir
Di sebuah rumah sakit...
Seorang pria dalam balutan jas mewah, mematung menatap tunangannya yang sudah berwajah pucat pasi, tidak bernyawa. Ia mengepalkan tangan erat, dengan wajah memerah, ia menatap tajam orang-orang disekitarnya.
“Aku membayar kalian dengan gaji yang besar, tapi tidak dapat menyelamatkannya.”
Semuanya tertunduk membisu.
“Tidak berguna!” teriaknya, lagi.
Dave mengusap kepala Clarissa, menahan air mata yang menganak sungai.
“Katakan.” Pertanyaan yang ditujukan pada jejeran dokter yang berbaris dibelakangnya.
“Kami sebisa mungkin sudah berusaha menyelamatkan Nona muda. Tapi, karena terlambat diantar ke rumah sakit, Nona muda kehabisan darah ditambah dengan pendarahan akibat keguguran.”
Deg.
“Ap ... apa? Keguguran? Maksud dokter apa?”
Dave memalingkan wajah.
“Nona muda sedang mengandung, Tuan.” Dokter menunduk, takut untuk menatap pria yang mungkin akan membunuhnya.
Tubuh Dave goyah, pandangannya berputar. Air mata yang berusaha ditahannya tumpah juga. Sebuah tangan memegang bahunya, memapah menuju kursi. Jatuh terduduk, dengan lemah. Dave membenamkan wajah di kedua telapak tangannya.
Terisak,
Semua membisu, hanya terdengar suara tangis yang menyayat hati.
Dave bangkit dengan wajah memerah, air mata terlihat jelas di kedua pipinya. Ia berlutut di depan jenazah Clarissa.
Kembali terisak.
“Maafkan aku. Maafkan aku. Seharusnya, aku tidak memaksamu untuk datang.”
Dave menunduk, air matanya jatuh menetes diatas lutut.
Saat itu,
“Dave, sepertinya, aku tidak bisa datang di acara perjamuan relasimu? Hujan sangat deras, aku takut membawa kendaraan.” Clarissa menghubungi Dave melalui sambungan telepon.
“Mana supirmu?”
“Hari ini, aku membawa kendaraan sendiri di perusahaan. Apa bisa kamu pergi sendiri?”
“Mana mungkin seperti itu, sayang. Aku akan memperkenalkanmu pada mereka. Bulan depan adalah pernikahan kita. Kamu berkendara perlahan saja, aku akan menunggumu.”
“Tapi, aku merasa takut, Dave. Lagi pula, saat ini aku sedang ...” terkekeh. “Lain kali saja, aku akan memberitahumu.”
“Kau sedang tertawa sayang?” Menunggu jawaban, lalu kembali berkata. “Baiklah, aku masih ada pekerjaan. Aku tutup dulu.”
“Tuan.” Dave tidak menyahut. “Tuan muda.” Sekretaris Tian kembali memanggil, tapi tak ada jawaban. Lalu kembali melanjutkan kalimatnya. “Orang tua Nona muda, ada disini.”
Dave masih tetap membisu, tenggelam dalam kesedihan dan rasa bersalah. Saat ini ia merasa kalah, benar-benar kalah dengan takdir yang tidak dapat dilawannya.
“Putriku, hiks ... hiks ....”
Ibu Clarissa memeluk jenazah putrinya, tangis histeris kembali memenuhi ruangan, setelah Dave terdiam.
“Bangun, sayang. Ini Mama, bangunlah, Mama mohon, buka matamu.”
Ibu Clarisa semakin histeris, mengguncang tubuh putrinya, memaksa agar ia bangun dari tidurnya yang panjang.
“Ma, sabarlah. Papa mohon, tenangkan dirimu.”
“Tidak, Mama tidak rela. Bangun sayang, bangun.”
Masih dalam tangisnya, Ibu Clarissa jatuh, tak sadarkan diri. Bagas langsung mengangkat tubuh istrinya, menuju ruang perawatan .
Sementara, Dave masih berlutut dan menunduk, tidak ada lagi suara tangis, tapi air matanya masih menetes jatuh. Memukul dadanya berulang kali, saat ia merasa sesak karena memendam kesedihannya.
“Dave.”
Rachel menatap putranya yang berlutut menatap jenazah Clarissa. Lalu memeluk, Liam suaminya yang ikut terpukul dengan kepergian menantunya.
“Bangunlah, Nak.”
Liam memapah tubuh putranya yang lemah, memberikan isyarat pada Tian sekretaris Dave untuk membawa putranya pergi.
“Tenangkan pikiranmu. Papa akan mengurusnya disini.”
Dave hanya terdiam, pikirannya kosong. Ia ikut melangkah bersama Tian yang memapahnya.
***
Keesokan harinya,
Jejeran rangkaian bunga ucapan belasungkawa, terlihat memenuhi taman perkuburan, terlihat kesedihan pada para
pelayat. Ada yang hanya meneteskan air mata, ada juga yang menangis dengan histeris karena merasa kehilangan. Tak lupa para wartawan dari berbagai stasiun TV, untuk meliput moment Keluarga Alehandra dan Bagas Santara, yang sedang berduka. Dua keluarga yang merupakan pengusaha sukses di negeri ini.
Dave dengan tatapan kosong, menatap peti Clarissa yang mulai diturunkan perlahan ke liang kubur. Tidak ada air mata atau isak tangis. Ia hanya mematung, entah bagaimana perasaanya kini, ia hanya terus diam.
Berbeda dengan ibu Clarissa, yang sangat kehilangan putri semata wayangnya. Wanita itu berkali-kali jatuh, tidak sadarkan diri.
“Putrikuuu, hiks....”
Bagas sang suami hanya mampu memeluk tubuh istrinya, ia sendiri sudah tidak mampu menatap peti putrinya yang mulai tertimbun tanah.
“Tidakkk, kembalikan putriku. Kembalikan.”
Ibu Clarissa kembali berteriak histeris, sampai jatuh tidak sadarkan diri dalam pelukan suaminya.
Kini saatnya untuk menabur bunga,
Dave menggengam bunga, lalu menaburkannya diatas makam.
Beristirahatlah, sayang. Anak kita bersamamu, aku akan mencari pelaku yang merenggut kalian dariku!
Setelah pemakaman usai, para pelayat mulai meninggalkan tempat. Terkecuali Dave dan sekretarisnya Tian.
“Kamu sudah menyelidikinya?”
“Sudah, Tuan. Tapi, belum mendapatkan apa-apa.”
Dave langsung menatap tajam.
“Katakan.”
“Tidak ada CCTV di tempat kejadian dan tidak ada saksi, karena saat itu hujan sedang turun. Ada sebuah toko, diseberang jalan tapi sudah lama toko itu tertutup.”
Dave menarik napas, kembali menabur bunga untuk kesekian kalinya.
“Aku akan memberimu waktu sampai besok, temukan dia sebelum polisi yang menemukannya.”
“Baik, Tuan.”
Sabarlah, sayang. Aku akan membawanya berlutut dihadapanmu.
Hari mulai senja, Dave masih duduk disisi makam Clarissa bersama Tian. Ia belum bisa pergi meninggalkan Clarissa dan bayinya.
Aku mencintaimu dan tidak akan ada yang menggantikanmu. Aku janji!
***
Satu hari sudah berlalu, Tian belum juga mendapatkan apa-apa, begitu juga dengan pihak kepolisian.
“Kamu belum menemukannya?”
“Belum, Tuan."
Dave mengangguk,
“Buat sayembara untuk menemukan seorang saksi, beri hadiah 1 miliyar.”
“Tapi, bagaimana jika mereka berbohong, Tuan.”
Dave menyeringai. “Itu yang aku harapkan.”
Tian mengernyitkan dahinya, tidak mengerti tapi tetap melaksanakannya.
Akhirnya, Tian mengundang reporter dari berbagai stasiun TV, untuk mengadakan konferensi pers.
“Saya mewakili, Presdir Dave Alehandara untuk menyampaikan tentang sayembara.”
Kilatan cahaya kamera terlihat kelap-kelip, suara ketikan di papan keybord terdengar, saat Tian baru saja berucap.
“Kami keluarga Alehandara, mengadakan sayembara untuk mencari saksi kecelakaan yang menimpa Nona Clarissa Santara. Bagi siapapun yang melihat kejadian, silahkan langsung menemui saya. Keluarga Alehandara akan memberikan hadiah sebesar satu miliar rupiah. Terima kasih.”
Tian mengakhiri kalimatnya, lalu pergi meninggalkan para wartawan.
Kabar sayembara pun langsung menjadi topik utama diberbagai stasiun TV, media sosial dan surat kabar. Kabar itu pun menjadi perbincangan hangat di perusahaan PT. DEVAL Power.
Dimas masih bekerja di depan layar komputer. Mengabaikan teman disebelahnya, yang sedang menonton lewat ponselnya.
“Kamu sedang nonton apa, serius sekali?” Dimas masih terus menatap monitornya.
“Konferensi pers sekretaris Tian.”
“Tentang apa?”
“Kamu tidak tahu?” Teman sebelahnya kembali bertanya.
“Memang, ada apa?”
“Tunangan Presdir, meninggal dunia. Karena tabrak lari.”
Deg. Dimas menghentikkan jari-jarinya diatas keybord.
“Dia ditabrak? Kapan?” Dimas memastikan.
“Dua hari yang lalu, saat hujan deras. Apalagi, tunangan presdir itu sedang hamil dan akan menikah bulan depan. Aku bisa membayangkan, bagaimana ia akan membuat perhitungan dengan bajingan itu.”
Dimas bersusah payah menelan salivanya, ia melirik temannya yang masih menatap layar ponsel.
“Benarkah? Aku tidak tahu, kalau Presdir sudah bertunangan.”
“Bagaimana kamu bisa tahu, jika terus bekerja?” temannya merapatkan kursi, memperlihatkan layar ponselnya pada Dimas. “Lihatlah, dia sangat cantik.”
Mata Dimas membelalak, wajahnya menjadi pucat pasi. Ia meremas kedua tangannya dibawah meja.
“Aku ke toilet sebentar.”
Dimas membasuh wajahnya berkali-kali, lalu memandang pantulan wajahnya.
“Jadi, gadis itu nona Clarissa?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Anonymous
se
2024-03-22
0