Keesokan harinya,
Ibu masih gelisah dalam kamar, mondar-mandir setelah melepaskan Dimas berangkat kerja. Ia keluar kamar, menatap tajam menantunya yang sedang mengepel lantai.
Pasti karena wanita sialan ini, putraku jadi terkena imbasnya.
Ibu terus berjalan, menapakkan kakinya diatas lantai yang masih basah. Tidak mempedulikan bulir keringat yang tampak dari wajah menantunya.
“Setelah, ini. Kamu mencuci pakaian. Ingat, kamu harus menguceknya hingga bersih.”
Ibu mengambil posisi duduk, setelah melihat anggukan kepala Arshila yang belum menyelesaikan pekerjaannya.
Bagaimana caranya, aku menyingkirkan benalu ini?
Ibu mengambil remot TV, menaikkan kaki diatas meja, lalu menyandarkan punggungnya di sofa. Ia kembali menonton berita, yang sudah tiga hari mewarnai seluruh siaran TV.
“Alangkah bagusnya, jika aku mendapatkan 1 miliar itu?” ujarnya, lalu kembali tertegun menatap menantunya.
Hah. Aku tahu, haahahaa....
Ibu mendapatkan senyumannya, bangkit dari duduk mendekati Arshila.
“Sudah, kamu istirahat sana.” Arshila mengernyitkan alisnya. “Aku sudah berjanji pada putraku, akan memperlakukanmu dengan baik, karena kamu mengandung cucuku. Sekarang, pergilah ke kamar istirahat. Jangan melakukan apapun.”
Setelah bertutur dengan cukup lembut, ibu berjalan menuju kamar. Sementara, Arshila hanya berdiri menatap dengan bingung. Pertama kali sejak ia menikah, mertuanya tidak memaki atau menghinanya. Wanita paruh baya itu, menyuruhnya beristirahat dalam kamar yang terdengar aneh bagi Arshila.
“Apa yang dikatakan Mas Dimas kepada ibu?”
Arshila menyelesaikan pekerjaannya yang sudah terlanjur dilakukan. Dari dalam kamar, ibu keluar dengan pakaian rapi dan berdandan seperti mau ke pesta.
“Arshila sayang, ibu keluar dulu. Kamu baik-baik di rumah? Kamu mau makan sesuatu, biar ibu belikan.”
Arshila hanya ternganga, lalu kemudian menggeleng. Memperhatikan mertuanya yang melambaikan tangan, sebelum keluar rumah.
“Apa terjadi sesuatu semalam? Kenapa ibu mendadak berubah?”
Di kantor pusat PT. DEVAL POWER,
Di depan gedung perusahaan tempat putranya bekerja, ibu berjalan masuk dengan senyum yang mengembang.
“Ibu mencari siapa?” petugas keamanan mencegah langkah Ibu Dimas di lobi.
“Saya mencari bapak sekretaris.”
“Ibu siapa?”
“Saya menonton berita di TV, kalau bapak sekretaris mencari saksi.”
Petugas keamanan itu, memperhatikan ibu Dimas dengan cermat, lalu meminta mengikuti langkahnya menuju lift.
Dilantai 20, petugas keamanan itu menghampiri dua orang wanita yang duduk disebuah meja, disisi pintu ruangan presdir. Ibu Dimas hanya memperhatikan dengan bola matanya yang berkeliling menyusuri setiap sudut ruangan.
Andai putraku, menikah dengan salah satu karyawan disini.
“Ibu, silahkan ikut saya.” Salah seorang gadis, membuyarkan khayalan ibu Dimas.
Tok...tok...tok...
“Masuk.” Terdengar suara dari dalam ruangan.
“Selamat pagi, Pak. Diluar ada seorang wanita, mengaku seorang saksi.”
Dave menatap sekretaris Tian, memberikan
isyarat dengan gerakan tangan.
“Suruh dia masuk,” ujar sekretaris Tian.
Ibu Dimas masuk, ternganga dengan kemewahan yang memanjakan mata. Dia seketika tersadar, setelah tatapannya bertemu dengan si pemilik ruangan.
“Apa benar, ibu seorang saksi?” tanya Tian yang masih memperhatikan ibu Dimas.
“Saya kemari untuk memohon ampun kepada Tuan.” Wajah ibu berubah memelas.
“Maksud ibu?” Tian bertanya, sementara Dave masih menatap mereka dengan membisu.
Ibu langsung terisak, lalu mendaratkan kedua lututnya di atas lantai. Dengan berderai air mata, ibu menatap sekretaris Tian.
“Tolong ampuni menantu saya, Tuan. Menantu saya tidak sengaja melakukannya.”
Dave langsung bangkit, duduk mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan ibu Dimas. Wanita paruh baya itu, mendadak gugup, suhu udara dalam ruangan seperti menurun drastis.
“Saya tidak ingin, Anda meminta pengampunan untuk seseorang yang melenyapkan calon istri saya. Sekarang, Anda
duduk dan ceritakan semuanya.”
Ibu Dimas hanya mengangguk, suara lantang yang biasa ia teriakkan untuk menantunya, tiba-tiba saja hilang.
“Waktu itu, menantu saya mengalami kontraksi, saat di dalam mobil menuju rumah sakit, Tuan. Karena hujan deras, menantu saya ketakutan dan panik. Ia tidak sengaja menabrak seorang wanita, yang sedang menyebrang."
Dave masih mendengarkan ucapan ibu Dimas tanpa berkomentar.
“Menantu saya, sempat memeriksa tubuh wanita itu yang menurutnya masih hidup, dia meminta tolong dengan meraih kaki menantu saya.”
Wajah Dave berubah, rahangya mengeras, bayangan bagaimana Clarisa meminta tolong kepada wanita itu, membuatnya geram.
“Teruskan.”
“Menantu saya ketakutan, Tuan. Ia takut masuk penjara, karena sedang mengandung, tolong maafkanlah dia.”
“Saya sudah mengatakan, agar Anda jangan meminta pengampunan.”
Dave berkata dengan intonasi rendah tapi tajam, yang membuat ibu Dimas merinding.
“Baik, Tuan. Maafkan saya.” Ibu Dimas kembali bercerita. “Menantu saya, sempat meminta maaf kepada calon istri anda, tapi sebelum pergi calon istri anda meraih tangannya. Ia berkata, agar menyelamatkan bayinya.
PRAANGG
Dave melempar gelas hingga berserakan diatas lantai. Napasnya naik turun, memendam emosi yang membuncah.
Bagus, marahlah, seperti yang ku harapkan.
Sekretaris Tian yang dari tadi hanya mendengarkan, mulai bersuara. Ia memiliki keraguan akan ucapan, ibu Dimas yang seperti sengaja menjatuhkan menantunya sendiri.
“Apa Ibu memilki bukti? Atau ibu hanya mendengarkan cerita dari seseorang?”
Dave yang sedang menahan amarah, kembali menatap tajam Ibu Dimas. Sementara, wanita paruh baya itu mencoba bersikap tenang.
“Anak saya bekerja di perusahaan ini, Tuan. Saya tidak ingin dia terkena imbasnya, karena perbuatan menantu saya. Jadi, tolong jangan libatkan kami sekeluarga. Anak saya Dimas, sangat mencintai istrinya, walaupun Tuan memaksanya untuk jujur, dia akan tetap melindungi istrinya.”
“Lalu, bagaimana ibu mengetahui menantu Anda pelakunya?”
“Saya tidak sengaja, mendengar pembicaraan mereka, Tuan. Saat menantu saya meminta suaminya, untuk membawa mobil ke bengkel langganannya, padahal hari sudah malam dan hujan masih turun dengan deras.”
Dave kembali duduk di tempatnya, memberi perintah kepada sekretaris Tian melalui isyarat, yang di mengerti Tiandengan menganggukan kepalanya.
“Berikan nomor rekening ibu. Kami akan mengirimkan hadiah, jika sudah mengkonfirmasi kebenaran yang sebenarnya.”
Ibu Dimas tersenyum samar, mengaduk tasnya mencari ponsel, lalu memberikan nomor rekeningnya kepada sekretaris Tian.
Setelah ibu Dimas pergi, Dave masih duduk, memijit pangkal hidungnya. Mencerna tentang ucapan wanita itu, yang sepenuhnya belum dapat dipercaya.
“Kamu sudah mendapatkaninformasinya, Tian?”
“Sudah Tuan. Namanya Dimas Sudrajat dari departement humas, istrinya bernama Arshila Syarenna. Dia sedang mengandung tujuh bulan dan waktu kejadian berada di rumah sakit karena kontraksi.”
“Lanjutkan lagi, aku belum yakin.”
“Baik, Tuan.”
Di rumah, ibu Dimas baru saja tiba. Ia berjalan menuju dapur, meletakkan barang-barang diatas meja. Menatap menantunya yang sedang menyiapkan makan siang.
“Kamu sedang apa, shila? Ibu sudah bilang, jangan melakukan apapun. Sekarang, duduklah, ibu membelikanmu buah.”
Arshila menurut, meski ia masih belum terbiasa dengan perubahan mendadak sikap mertuanya.
“Ini, makanlah.” Ibu memberikan buah yang sudah dikupas.
“Terimakasih, bu.”
Ibu tersenyum, lalu berdiri menggantikan posisi menantunya menyiapkan makan siang.
Nikmatilah dengan baik, sebelum polisi menjemputmu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Sweet Girl
bener bener iblis kamu Bu....
2025-02-19
0
Sweet Girl
Iblis
2025-02-19
0
3sna
nah dr sini aja udh ketauan boong,kn clarisa bw mobil,trus itu nyebrng kesempret gmn cb
2024-07-26
0