Diam - Diam Suka

Diam - Diam Suka

Siapa dia?

Seorang gadis mungil tengah menangis meneteskan bulir-bulir air dari ujung pelupuk matanya. Yang tengah dirasakannya kini hanya kesedihan karena ia ditinggal orang yang disayanginya. Potongan demi potongan memori bersamanya mulai muncul di kepalanya. Saat-saat di mana ia bahagia dan sedih bersama dengan neneknya.

Namun, sayang. Kini neneknya telah berpulang ke Rahmatullah. Seorang nenek yang sangat ia sayangi, nenek yang peduli dengannya, dikala orang tuanya tidak ada.

Sejak umur 2 tahun, gadis itu telah tinggal bersama dengan neneknya di perkampungan. Keadaan ibunya yang sakit-sakitan menyebabkan ia harus di asuh oleh neneknya dan harus jauh dari kedua orang tuanya. Karena kala itu masih kecil, ia tidak tahu bagaimana wajah ibu kandungnya.

Rahmadany, itulah nama sosok gadis tersebut. Lahir di bulan Ramadhan, itulah mengapa namanya Rahmadany. Sosok gadis yang ceria dan ramah, serta peduli terhadap orang lain. Kini, usianya sudah 6 tahun, dan telah masuk SD kelas 2.

"Rahma, sudah jangan menangis, nak! " suara parau dari seorang wanita yang merupakan tante dan sekaligus anak dari nenek berusaha menenangkan tangisanku. Walaupun, sebenarnya dia juga tidak bisa menahan tangisannya.

Dulu, aku mengira aku akan terus tertawa. Dalam kamus kehidupanku tidak ada kata menangis. Itulah tekadku dulu, hingga aku jatuh sampai lututku berdarah sekalipun aku tak akan menangis. Cukup rasa kesepian tidak ada orang tua yang menemani membuatku untuk bertekad seperti itu.

Hingga, pada akhirnya, dia pun meninggalkanku. Nenek yang kusayangi dan selalu ada ketika aku butuh, telah meninggalkanku untuk selama-lamanya.

Disitulah, air mata yang selalu aku bendung dan menahannya dengan senyuman tak dapat di tahan lagi. Lengkap sudah kesedihanku.

Di tengah suasana yang begitu diselimuti oleh duka, tiba-tiba seorang lelaki datang bersama dengan sosok perempuan cantik. Ia lalu duduk disamping jenazah nenek yang sudah terbujur kaku.

Ia nampak sedih, dan aku tau persis siapa dia. Dialah Ayahku. Namun, sosok perempuan yang bersamanya aku tidak tau persis, apakah dia ibuku atau bukan.

Ayahku nampak melihat kearahku yang tengah sesenggukan sambil menatapnya. Ia kemudian menghampiriku dan memelukku.

Sosok ayah yang jarang menemuiku. Hingga, akupun tidak begitu mengingat pertemuan ku dengannya. Sedangkan, sosok perempuan cantik yang datang bersamanya hanya diam ditempat, sambil turut bersedih tanpa menghampiriku.

Aku hanya diam sambil sesenggukan. Menatap ke arah jenazah nenek hingga akhirnya aku tertidur sambil menangis.

Aku membuka mataku yang kaku karena habis menangis. Tanpa aku sadari, aku sudah berada di tempat tidur bersama dengan ayah. Namun, aku teringat lagi dengan nenek, membuat ku menangis lagi.

- - - - - Keesokannya

Matahari sudah menampakkan dirinya, membuat sinarnya masuk ke dalam kamar dan mengenai wajah seorang gadis mungil yang tampak masih tertidur pulas dengan mata yang bengkak.

Gadis yang memiliki kulit hitam itu, mulai menggeliat karena merasakan hangatnya mentari pagi. Ia mulai membuka matanya yang terasa berat, dan berharap yang terjadi semalam hanyalah mimpi semata.

Ia mulai duduk di tepi ranjang sambil menatap kosong ke depan, memikirkan

mimpi buruk semalam yang semoga tidaklah benar.

Buru-buru ia keluar dan memastikan mimpi itu tidaklah benar adanya.

Melihat sekeliling rumah yang nampak ada tenda dan jenazah. "hah... nenek! " kataku dengan nada bergetar.

"apakah yang semalam bukanlah mimpi? " tanyaku dalam hati. Aku pun sadar, itu bukanlah mimpi tapi benar adanya. Tanpa aku sadari, butiran-butiran air mulai berjatuhan membasahi pipiku lagi.

Melihat jenazah nenek yang kini telah dimandikan dan berbau khas mayat menjadikannya tersimpan di memoriku.

Kini, nenek sudah dikebumikan. Ayah pun pamit pergi entah mau ke mana. Tapi, dia tidak membawaku melainkan tetap bersama perempuan tersebut.

Selang beberapa hari kemudian, seorang wanita bersama dengan anak kecil yang mungkin saja anaknya datang ke rumah. Beliau datang dengan tergesa-gesa sambil menggendong anaknya itu. Kemudian, menghampiriku dan memelukku.

Seorang wanita yang berbeda dengan wanita yang pernah di bawa oleh ayah kemarin. Beliau datang dengan membawa pelukan hangat, yang dapat meredakan kesedihanku dan kerinduanku. Namun, aku tidak tau persis siapa dia.

Sudah tiga hari wanita itu dan anaknya tinggal di rumah. Beliau baik, selalu mengurusku. Walaupun biasanya bibi yang melakukannya. Namun, berbeda sekarang, Bibi memilih memberikan tanggung jawab itu kepada wanita yang tak aku kenal.

Wanita itu sekarang memutuskan membawaku pergi dari kampung ini. Kampung yang penuh kenangan bersama nenek.

"Pip... Piiiiip" Suara mobil membunyikan klaksonnya. Kami pun masuk ke dalam mobil sambil membawa barang.

Di dalam mobil, hanya ada keheningan. Aku kepikiran dengan ucapan bibi semalam sebelum kami berangkat pagi ini. Beliau mengatakan bahwa wanita ini merupakan ibu kandungku. Ibu yang selama ini kunantikan dan kurindukan.

Tapi, sekarang aku hanya memilih diam seribu bahasa tanpa ada rasa bahagia akhirnya bisa bertemu dengan ibu kandungku sendiri, bukan lagi bibi yang merupakan tanteku saja. Mungkin karena aku masih berduka atas kepergian nenek yang kusayangi.

Sudah 4 jam kami berkendara, barulah kami sampai di sebuah desa dengan pemandangan yang asri dan sejuk, penuh dengan sawah-sawah dan pepohonan yang rindang.

Mobil pun berhenti tatkala sampai di depan rumah yang sederhana terbuat dari kayu.

Kami disambut dengan warga-warga desa yang sedang duduk-duduk asyik di sebuah rumah-rumahan tempat duduk-duduk (rumah adat Bugis) yang berada tepat di depan rumah tersebut. Kami pun langsung masuk dan wanita yang katanya ibu kandungku itu berbicara bersama warga desa.

Aku yang tidak paham akan bahasa mereka memilih diam sambil melihat-lihat sekitaran rumah. Saat aku melihat ke samping rumah, ada seorang anak laki-laki sekitaran seumuranku sedang bermain bersama dengan temannya.

Melihat mereka bermain dengan begitu ceria dan bahagia, ingin rasanya ikutan. Tapi, aku tidak tau mereka. Aku hendak melangkah pergi, karena menurutku mereka pun juga tidak mau bermain denganku.

Namun, langkahku terhenti tatkala ada sesuatu yang menggenggam tanganku.

"ayo main! " ucap anak laki-laki itu sambil tersenyum.

"Mmm.... apa boleh? " ucapku takut-takut. "yah! bolehlah. Ayo sini! " jawabnya spontan.

Aku pun hanya mengikuti anak laki-laki itu sambil terus memegang tanganku. Aku diajari bagaimana aturan cara bermainnya. Kami sekarang sedang bermain lempar tongkat. Yaitu permainan yang terdiri atas beberapa orang. Dengan aturan mainnya, harus mencungkil tongkat pendek yang telah disruh diatas lubang. Setelah di cungkil, dan tongkat pendek tersebut berada di udara, dengan cepat kita harus memukul tongkat pendek tersebut agar jauh jatuhnya. Siapa tongkat dengan jarak terjauh, itulah pemenangnya.

Di situlah aku merasakan kembali ceria seperti semula, tanpa merasa bersedih lagi.

Tanpa aku sadari, anak laki-laki yang tadi mengajakku bermain, tiba-tiba sudah menghilang. Ingin rasanya berkenalan dengan dia, Dia siapa yah?

........

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!