NovelToon NovelToon

Diam - Diam Suka

Siapa dia?

Seorang gadis mungil tengah menangis meneteskan bulir-bulir air dari ujung pelupuk matanya. Yang tengah dirasakannya kini hanya kesedihan karena ia ditinggal orang yang disayanginya. Potongan demi potongan memori bersamanya mulai muncul di kepalanya. Saat-saat di mana ia bahagia dan sedih bersama dengan neneknya.

Namun, sayang. Kini neneknya telah berpulang ke Rahmatullah. Seorang nenek yang sangat ia sayangi, nenek yang peduli dengannya, dikala orang tuanya tidak ada.

Sejak umur 2 tahun, gadis itu telah tinggal bersama dengan neneknya di perkampungan. Keadaan ibunya yang sakit-sakitan menyebabkan ia harus di asuh oleh neneknya dan harus jauh dari kedua orang tuanya. Karena kala itu masih kecil, ia tidak tahu bagaimana wajah ibu kandungnya.

Rahmadany, itulah nama sosok gadis tersebut. Lahir di bulan Ramadhan, itulah mengapa namanya Rahmadany. Sosok gadis yang ceria dan ramah, serta peduli terhadap orang lain. Kini, usianya sudah 6 tahun, dan telah masuk SD kelas 2.

"Rahma, sudah jangan menangis, nak! " suara parau dari seorang wanita yang merupakan tante dan sekaligus anak dari nenek berusaha menenangkan tangisanku. Walaupun, sebenarnya dia juga tidak bisa menahan tangisannya.

Dulu, aku mengira aku akan terus tertawa. Dalam kamus kehidupanku tidak ada kata menangis. Itulah tekadku dulu, hingga aku jatuh sampai lututku berdarah sekalipun aku tak akan menangis. Cukup rasa kesepian tidak ada orang tua yang menemani membuatku untuk bertekad seperti itu.

Hingga, pada akhirnya, dia pun meninggalkanku. Nenek yang kusayangi dan selalu ada ketika aku butuh, telah meninggalkanku untuk selama-lamanya.

Disitulah, air mata yang selalu aku bendung dan menahannya dengan senyuman tak dapat di tahan lagi. Lengkap sudah kesedihanku.

Di tengah suasana yang begitu diselimuti oleh duka, tiba-tiba seorang lelaki datang bersama dengan sosok perempuan cantik. Ia lalu duduk disamping jenazah nenek yang sudah terbujur kaku.

Ia nampak sedih, dan aku tau persis siapa dia. Dialah Ayahku. Namun, sosok perempuan yang bersamanya aku tidak tau persis, apakah dia ibuku atau bukan.

Ayahku nampak melihat kearahku yang tengah sesenggukan sambil menatapnya. Ia kemudian menghampiriku dan memelukku.

Sosok ayah yang jarang menemuiku. Hingga, akupun tidak begitu mengingat pertemuan ku dengannya. Sedangkan, sosok perempuan cantik yang datang bersamanya hanya diam ditempat, sambil turut bersedih tanpa menghampiriku.

Aku hanya diam sambil sesenggukan. Menatap ke arah jenazah nenek hingga akhirnya aku tertidur sambil menangis.

Aku membuka mataku yang kaku karena habis menangis. Tanpa aku sadari, aku sudah berada di tempat tidur bersama dengan ayah. Namun, aku teringat lagi dengan nenek, membuat ku menangis lagi.

- - - - - Keesokannya

Matahari sudah menampakkan dirinya, membuat sinarnya masuk ke dalam kamar dan mengenai wajah seorang gadis mungil yang tampak masih tertidur pulas dengan mata yang bengkak.

Gadis yang memiliki kulit hitam itu, mulai menggeliat karena merasakan hangatnya mentari pagi. Ia mulai membuka matanya yang terasa berat, dan berharap yang terjadi semalam hanyalah mimpi semata.

Ia mulai duduk di tepi ranjang sambil menatap kosong ke depan, memikirkan

mimpi buruk semalam yang semoga tidaklah benar.

Buru-buru ia keluar dan memastikan mimpi itu tidaklah benar adanya.

Melihat sekeliling rumah yang nampak ada tenda dan jenazah. "hah... nenek! " kataku dengan nada bergetar.

"apakah yang semalam bukanlah mimpi? " tanyaku dalam hati. Aku pun sadar, itu bukanlah mimpi tapi benar adanya. Tanpa aku sadari, butiran-butiran air mulai berjatuhan membasahi pipiku lagi.

Melihat jenazah nenek yang kini telah dimandikan dan berbau khas mayat menjadikannya tersimpan di memoriku.

Kini, nenek sudah dikebumikan. Ayah pun pamit pergi entah mau ke mana. Tapi, dia tidak membawaku melainkan tetap bersama perempuan tersebut.

Selang beberapa hari kemudian, seorang wanita bersama dengan anak kecil yang mungkin saja anaknya datang ke rumah. Beliau datang dengan tergesa-gesa sambil menggendong anaknya itu. Kemudian, menghampiriku dan memelukku.

Seorang wanita yang berbeda dengan wanita yang pernah di bawa oleh ayah kemarin. Beliau datang dengan membawa pelukan hangat, yang dapat meredakan kesedihanku dan kerinduanku. Namun, aku tidak tau persis siapa dia.

Sudah tiga hari wanita itu dan anaknya tinggal di rumah. Beliau baik, selalu mengurusku. Walaupun biasanya bibi yang melakukannya. Namun, berbeda sekarang, Bibi memilih memberikan tanggung jawab itu kepada wanita yang tak aku kenal.

Wanita itu sekarang memutuskan membawaku pergi dari kampung ini. Kampung yang penuh kenangan bersama nenek.

"Pip... Piiiiip" Suara mobil membunyikan klaksonnya. Kami pun masuk ke dalam mobil sambil membawa barang.

Di dalam mobil, hanya ada keheningan. Aku kepikiran dengan ucapan bibi semalam sebelum kami berangkat pagi ini. Beliau mengatakan bahwa wanita ini merupakan ibu kandungku. Ibu yang selama ini kunantikan dan kurindukan.

Tapi, sekarang aku hanya memilih diam seribu bahasa tanpa ada rasa bahagia akhirnya bisa bertemu dengan ibu kandungku sendiri, bukan lagi bibi yang merupakan tanteku saja. Mungkin karena aku masih berduka atas kepergian nenek yang kusayangi.

Sudah 4 jam kami berkendara, barulah kami sampai di sebuah desa dengan pemandangan yang asri dan sejuk, penuh dengan sawah-sawah dan pepohonan yang rindang.

Mobil pun berhenti tatkala sampai di depan rumah yang sederhana terbuat dari kayu.

Kami disambut dengan warga-warga desa yang sedang duduk-duduk asyik di sebuah rumah-rumahan tempat duduk-duduk (rumah adat Bugis) yang berada tepat di depan rumah tersebut. Kami pun langsung masuk dan wanita yang katanya ibu kandungku itu berbicara bersama warga desa.

Aku yang tidak paham akan bahasa mereka memilih diam sambil melihat-lihat sekitaran rumah. Saat aku melihat ke samping rumah, ada seorang anak laki-laki sekitaran seumuranku sedang bermain bersama dengan temannya.

Melihat mereka bermain dengan begitu ceria dan bahagia, ingin rasanya ikutan. Tapi, aku tidak tau mereka. Aku hendak melangkah pergi, karena menurutku mereka pun juga tidak mau bermain denganku.

Namun, langkahku terhenti tatkala ada sesuatu yang menggenggam tanganku.

"ayo main! " ucap anak laki-laki itu sambil tersenyum.

"Mmm.... apa boleh? " ucapku takut-takut. "yah! bolehlah. Ayo sini! " jawabnya spontan.

Aku pun hanya mengikuti anak laki-laki itu sambil terus memegang tanganku. Aku diajari bagaimana aturan cara bermainnya. Kami sekarang sedang bermain lempar tongkat. Yaitu permainan yang terdiri atas beberapa orang. Dengan aturan mainnya, harus mencungkil tongkat pendek yang telah disruh diatas lubang. Setelah di cungkil, dan tongkat pendek tersebut berada di udara, dengan cepat kita harus memukul tongkat pendek tersebut agar jauh jatuhnya. Siapa tongkat dengan jarak terjauh, itulah pemenangnya.

Di situlah aku merasakan kembali ceria seperti semula, tanpa merasa bersedih lagi.

Tanpa aku sadari, anak laki-laki yang tadi mengajakku bermain, tiba-tiba sudah menghilang. Ingin rasanya berkenalan dengan dia, Dia siapa yah?

........

Bab 2. Bertemu dengannya lagi

Hari sudah menjelang sore, aku dan anak-anak lainnya memutuskan untuk mengakhiri permainan kami. "Dah..! " Kata salah satu dari mereka. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.

Akupun mulai melangkahkan kakiku untuk memasuki rumah. Saat di depan pintu, aku melihat suasana yang ramai penuh dengan kegembiraan. Banyak orang yang berkumpul, berbincang-bincang dan bercanda tawa.

Aku hanya masuk dan langsung menghampiri ibu yang sedang mengupas sawo matang, oleh-oleh dari kampung nenek. Beliau yang melihatku menghampirinya kemudian langsung menyuapiku dengan buah sawo tersebut. "Mmmm.... Manis! " Kataku memuji.

Di malam hari, setelah semua orang sudah pulang ke rumahnya masing-masing, ibuku pun memanggilku untuk makan malam sambil mengenalkanku kepada 3 saudariku yang lain. Ada kakakku yang paling tua, dengan umur 12 tahun, kemudian yang kedua 8 tahun, dan yang terakhir ada adekku dengan umur 4 tahun. Sedangkan aku yang ketiga, dengan umur 6 tahun.

Hari berganti hari, tak terasa sudah seminggu aku berada di desa ini. Desa yang masih asing untuk aku kenal, bagaimana tidak?, mulai dari bahasanya, tutur katanya, tradisinya, dan orang-orang nya agak berbeda jauh dengan orang-orang di kampung nenek. Ini bukan soal mereka yang tak ramah, bahkan mereka ramah sekali kepadaku. Namun, dengan gaya bahasa mereka yang kurang aku pahami sehingga aku jarang berinteraksi dengan mereka. Ketika aku disapa dengan khas bahasa mereka, aku yang tak paham maksudnya hanya senyum-senyum.

Kini, akupun sudah ingin dimasukkan ke sekolah lagi oleh ibu. Sekolah yang berbeda dengan kakak-kakakku, walaupun jaraknya saling berdekatan.

Pagi-pagi sekali aku sudah siap dengan seragam sekolahku yang baru. Aku berangkat bersama-sama dengan kakakku dan teman-temannya. Aku hanya dibonceng dengan sepeda. Rasanya, dulu ketika bersama nenek, hanya neneklah yang menemaniku berangkat sekolah sambil sesekali menggendongku ketika ada kubangan air. Beliau menggendongku karena tak ingin baju yang aku pakai kotor. Seketika aku mulai teringat kenangan bersama nenek lagi.

Ingin rasanya aku menangis ketika mengingat kenangan itu. Tapi, aku tahan, karena rasa bahagia, sekarang bisa berangkat bersama teman-teman sambil sesekali bercanda di tengah jalan. Aku hanya memahami sedikit dari perkataan mereka, karena mereka terkadang menggunakan bahasa Indonesia bercamput dengan bahasa Bugis.

Sejak bersama nenek dulu, aku terbiasa menggunakan bahasa Indonesia, jadi ketika bertemu dengan orang-orang berbahasa suku mereka, terutama bahasa Bugis, yah! Akan nggk ngerti deh! Jadi, ketika ingin berinteraksi denganku harus pakai bahasa Indonesia.

Setelah beberapa menit mengayunkan pedal sepeda, sampailah kami di sekolahku. Setelah menurunkan aku, kakakku dan teman-temannyapun pergi karena sekolah mereka cukup dekat dengan sekolahku. Untungnya, aku tidak sendiri di sekolah ini, karena masih ada sepupuku yang menemani karena berhubung ia juga bersekolah di sini. Namanya, Safitri, kelas 3 SD.

Aku pun diantar terlebih dahulu ke ruang guru olehnya. Sampai di ruang guru, aku pun dipersilahkan duduk sebentar hingga guru tersebut mengajakku untuk masuk kelas. Karena sebelumnya ibuku telah mengurus semua administrasi yang diperlukan, sehingga guru tersebut pun langsung mengajakku untuk masuk kelas.

Kami pun berjalan beriringan, dan sampailah di satu kelas dengan di pintunya bertuliskan angka 2. Sepupuku pun berpamitan untuk pergi ke kelasnya karena jam sudah menunjukkan untuk bel masuk hampir berbunyi.

"Assalamu'alaikum anak-anak...! " Ucap guru itu saat masuk kelas.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" Ucap siswa serentak.

"Nah! Hari ini kita kedatangan murid baru, silahkan nak perkenalkan dirimu! " Pinta guru tersebut kepadaku yang tengah berdiri disampingnya.

"Perkenalkan nama saya Rahmadany, biasa dipanggil Rahma, umur saya 6 tahun. " Ucapku dengan wajah polos.

"Yah! Itulah perkenalan dari nak Rahma, Anak-anak sekalian silahkan saling berkenalan dengan Rahma nanti yah! Sekarang nak Rahma duduk di sana yah! Silahkan! " Ucapnya sambil menunjuk ke arah bangku yang masih kosong di belakang.

Aku pun langsung menuju ke bangku yang dimaksud dan duduk.

"Hai!... " Ucap seseorang didekatku. Aku hanya menunduk dan tidak melihatnya. Mungkin karena aku masih malu-malu.

"Hai... " Ucapnya sekali lagi. Akupun mulai melihat wajahnya. "Eh... Kamu? " Ucapku kaget, karena ternyata yang duduk di dekatku adalah anak laki-laki yang dulunya mengajakku bermain bersama.

"Iya, dulu kita belum sempat kenalan yah! Perkenalkan nama aku Reyhan. " Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

"Iya, nama aku Rahmadany" Ucapku sambil tersenyum dan membalas uluran tangannya.

Tak begitu lama, siswa lain pun datang untuk memperkenalkan dirinya kepadaku. Rasanya, senang bisa sekolah lagi.

Di kelas tersebut, terdapat 12 orang dengan 4 perempuan dan 8 Laki-laki. Berbeda dengan jumlah siswa di kelasku dulu, yang jumlahnya 30-an. Di sini, sangat kurang jumlah siswanya karena merupakan desa dengan jumlah penduduk yang masih relatif sedikit dan apalagi harus terbagi karena masih ada sekolah lainnya yang dekat dengan sekolah ini.

Hari berganti hari, akupun mulai lebih mengenal lingkunganku yang baru, walaupun beradaptasi itu sulit bagi seorang anak SD kelas 2.

Kini, aku sudah memiliki teman. Selain Reyhan ada anak perempuan lain yang mau berteman denganku, namanya Reski. Dia memiliki kulit putih dan cantik, serta memiliki watak yang ceria. Namun, sayangnya banyak yang membully dia terutama anak perempuan lainnya di kelas. Karena dia kurang pintar dan mudah dibodohi, mungkin itulah yang membuatnya seperti itu. Walaupun begitu, dia tetap ceria selalu.

Jangan tanya aku mengapa tidak berteman dengan dua anak perempuan lain di kelas, tentu aku tau perbuatan mereka dan enggan berteman dengan mereka. Dua anak perempuan itu paling mendominasi kelas karena mereka pintar dan cantik, namanya Nur dan Linda. Tapi sayang, hal itu membuat mereka congkak dan memandang rendah orang lain.

Linda memiliki badan yang tinggi dan aku rasa dia sangat centil, dia sering memakai bando yang berbeda-beda . Linda itu hanya ikut-ikutan dengan Nur karena Nur yang pintar dan populer di sekolah.

Aku sih tidak peduli, yang penting aku sudah punya Reski, itu sudah cukup bagiku.

Aku hanya selalu bermain dengan Reski, hingga akhirnya saat naik kelas 3, dia berhenti begitu saja. Kesepian... Itulah yang kualami lagi.

Saat di kelas tidak ada lagi Reski yang bisa kuajak bicara dan becanda, aku hanya fokus pada pembelajaran.

Reyhan adalah satu-satunya yang terkadang mengajakku bicara dan bermain. Hingga dia terkadang mengajakku bermain bersama dengan teman-temannya. Jadi, aku mulai bermain dengan anak laki-laki dan lebih dekat dengannya.

Saat pulang sekolah pun aku bermain dengan Reyhan, seperti memancing di sungai, bermain panjat pohon, dan lain sebagainya dan kami tidak lupa untuk pergi mengaji juga di TK/TPA yang sama. Senang rasanya memiliki teman, yah! Walaupun dia seorang laki-laki.

Bab. 3 Masuk SMP

_5 tahun kemudian

"Bruk!... " "Aduh!... Sakit" Kataku sambil memegang kakiku yang lecet karena jatuh dari motor yang kunaiki.

Owh iya, sekarang aku udah masuk SMP kelas 1. Dan sekarang aku tengah belajar mengendarai motor di ajar oleh kakakku. Karena Sekolah SMP yang jaraknya lumayan jauh dari rumah, jadi mengharuskan aku untuk belajar mengendarai motor.

Sebenarnya ada kakakku yang bisa bonceng aku setiap hari, tapi karena sekarang mereka berencana untuk sekolah diluar, jadi aku tidak bisa berharap kepada mereka. Kakakku yang pertama sudah mulai kuliah, dan kakakku yang kedua mau bersekolah di sekolah perikanan. Jadi, nantinya di rumah cuman ada aku, adekku dan ibu. Mau tidak mau aku harus belajar mengendarai motor agar bisa bonceng ibu kalau mau ke pasar atau ke sekolah. Owh iya, ayahku bekerja di kapal penyeberangan di pelabuhan, jadi beliau jarang di rumah.

"Makannya, Hati-hati...ki kalau belajar ki naik motor pelan-pelan ki! Jangan mu injak rem kakinya terlalu keras! " Kata kakakku yang kedua, namanya Wahyuni, dengan logat khas Bugis nya.

"Iya.. Iyah! Ini kan juga lagi belajar... Satu atau dua kalikan belum bisa! " Kataku tidak mau kalah.

"Hemm.. Ye, pakkenirow pale! Cauna pagguruko pulang maki pale, pa labbuni essoe" (Hemm..yah! Sudah begitu dulu, aku lelah ajari kau naik motor, kita pulang dulu yuk! Karena hari sudah sore), Katanya dalam bahasa Bugis. Sedikit demi sedikit aku mulai memahami apa yang mereka katakan, yah! Walaupun aku sendiri kurang bisa menggunakan bahasa itu.

"Yuk! Udah capek juga nih! " Ucapku sambil membenarkan motor dibantu kakakku karena motornya tadi jatuh.

Kamipun pulang dengan kakakku yang membonceng ku, takutnya kalau aku yang bonceng malah jatuh lagi nanti, kan malu.

Saat sampai di rumah, Buru-buru aku masuk dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku yang penuh keringetan habis belajar naik motor tadi. Tiba-tiba kakakku yang lebih terburu-buru malah mengetok-ngetok kamar mandi dengan keras.

"Rahma, buka ki dulu weh! Kebelet ka! " Katanya dengan logat khas Bugis, sambil tetap mengetok pintu kamar mandi.

"Ish!... Aku kan baru masuk, tunggu dulu lah! " Kataku santai di dalam kamar mandi.

"Weeh... ! Kebelet ka ini nah! Ku dobrak ki tu nanti! " Katanya mengancam.

"Iya.. Iya, tunggu dulu! " Kataku sambil membuka pintu kamar mandi.

"Sabar napa! " Kataku sambil berlalu keluar. Lalu, diapun masuk.

Jangan heran kalau ke Sulawesi, Orang-orangnya memang begitu kalau berbahasa terdengar kasar, padahal bagi mereka itu sudah biasa. Tapi, bagaimana jadinya orang Jawa yang lembut tutur katanya bertemu dengan orang Bugis?, mungkin mereka akan berpikiran sama denganku, mau menangis 😭hehehe....karena dikira dimarahi terusss.

Beberapa menit kemudian, dia akhirnya keluar dan aku langsung masuk karena waktu sudah mau magrib.

Setelah mandi dan sholat, rasanya tubuh terasa segar.

"Rahma! Siniki dulu! " Panggil ibu dari dapur.

"Ye, kenapa bu! " Kataku sambil berjalan kearahnya.

"Pergi ki beli masako nah! Kurangi masako na ibu" Katanya sambil memberikan selembar uang.

"Iye" Kataku menjawab lalu pergi.

Sampai di warung, akupun membeli apa yang disuruhkan oleh ibu, dan langsung pergi menuju rumah. Tanpa melihat jumlah yang kubeli karena hari sudah malam, jalanan terasa gelap. Sedikit menakutkan kalau sampai larut malam pulang.

Di perjalanan hampir sampai di rumah, ada sesosok berbaju putih membawa sesuatu yang bercahaya dan menghalangiku untuk lewat. Jangan salah kira, itu bukanlah sesosok hantu, melainkan orang.

"Waah... Hh.... Hh" Katanya sambil menirukan suara hantu.

"Apa sih Rey! " Kataku yang tau bahwa itu Reyhan yang berusaha menakut-nakuti ku.

"Ck... Aih! Ndk serunya Rahma deh! Kalau begitu ko, Pura-pura ko takut" Katanya dengan muka ngambek.

"Aih! Aku takut! Nggk akan! Wle... " Kataku sambil berlalu melewatinya dan langsung masuk ke rumah. Sebelum masuk, aku melihatnya pergi entah mau ke mana, mungkin mau nongkrong sama teman-temannya. Maklum, sekarang udah jadi pemuda.

Owh iya, jarak rumah aku dengan rumah Reyhan hampir saling berhadapan, jadi dekat. Karena Reyhan merupakan sepupuku juga sih!. Rata-rata dikampung ini, semua warganya saling ada hubungan keluarga dengan yang lain.

"Ini bu!" Kataku sambil memberikan beberapa bungkus masako.

"Aih! Kenapa segini saja! Nah berapa ku kasikanko uang, 5 ribu! Kenapa ini saja? 1, 2, 3,...8. Astaga Rahma! 8 bungkus saja?, nah seharusnya itu 10. Ke mana i yang seribu? " Kata ibu setelah menghitung jumlah masako yang kubeli.

"Waduh!... Aku lupa cek belanjaan ku...heheh..!!! " Kataku sambil nyengir tanpa ada rasa bersalah.

"Lagipun cuman seribu bu... " Kataku memelas.

"Heeeeeh... " Ibu hanya buang nafas sambil geleng-geleng kepala. Aku yang tanpa merasa bersalah pun langsung pergi menonton TV.

"Au.. Di gelli" (Au... Di marahi) Kata kakakku Mengomopriku. Tapi, aku tak memedulikannya dan lebih fokus menonton TV.

Melihat aku yang tidak meresponnya, dia malah ambil remot dari tanganku dan mengganti channel TV kesukaanku.

"Ish.. Apaan sih Uni! Aku mau nonton! " Kataku sambil mau merebut remot itu dari tangannya tapi tak bisa.

"Ayu! Mau nonton apa ki dek?" Tanya kakakku kepada adekku.

"Upin ipin" Jawab adekku dengan riang. Adekku namanya Ayu, dia seorang ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang mempunyai keterbatasan intelektual, dia bisa berbicara tapi hanya tertentu dan terkadang tidak jelas apa yang dia ucapkan. Tapi, dia masih memahami perkataan kami. Anak seperti ini, kata ibu namanya penyandang tunagrahita yang memiliki muka yang hampir sama persis dengan penyandang tunagrahita lainnya atau biasa dikenal muka seribu.

"Heemmmm.... " Kataku menahan emosi, tapi nggk papalah berhubung aku juga sukanya kartun, heheh...

Yah, walaupun udah masuk SMP aku lebih sukanya kartun daripada film-film ftv atau sinetron yang drama banget. Mending lihat Naruto, haha... Kyak aku lihatnya lebih keren.

***

keesokan harinya

"Rahma bangun! " Kata ibu sambil menggoyang-goyangkan badanku dan berlalu pergi. Ibu mah seperti itu, pergi panggil nama terus kembali lagi ke dapur.

"Hemm..... Huah... " Kataku sambil mengucek mata. "Jamberapa sih? Masih pagi keknya" Kataku lalu kembali menutup mataku.

"Bruk" Suara bantal menimpaku.

"Ih.. Siapa sih? " Kataku kesal. "Weh! Bangun mako sudah jam 6 mi tu mbe" Kata kakakku yang telah melempari ku dengan bantal.

"Ish, masa? " Kataku yang masih setengah tidur. "Iya! Bangun mako! " Katanya lagi.

Akupun pergi ke kamar mandi untuk segera mandi, takutnya nanti terlambat. Soalnya, hari ini hari senin ada upacara lagi.

Setelah mandi, pakai seragam sekolah, dan sarapan, akupun bersiap untuk ke sekolah. Aku nebeng sama sepupuku Safitri, soalnya dia sekolah di SMP yang sama denganku, walaupun dia satu tingkat diatasku. Sebenarnya, aku bisa naik motor sendiri sih! Tapi karena berhubung aku baru belajar, masih atkut-takut, yah! Udah deh nebeng ajah dulu.

"Bu, aku pergi dulu! Assalamu'alaikum" Kataku sambil menyium tangan ibu dan langsung naik ke motor.

"Waalaikumsalam, Hati-hati! " Katanya menjawab.

Kami pun berangkat sambil diselingi candaan dan percakapan ringan di jalan yang terasa damai dan tentram, jalanan yang kami lewati ke sekolah terdapat sawah di kedua sisinya, ditambah ada sungai dan juga pegunungan yang indah menambah suasana pedesaan yang damai. Suasana yang masih pagi, membuat kita masih bisa menghirup udara embun yang menyegarkan. Tak terasa, kamipun sampai di sekolah.

Safitri pun langsung pergi ke kelasnya yang berada di depan, sedangkan kelasku berada di belakang.

Sampai di kelas, aku pun melihat ada seseorang yang sangat familiar duduk disalah satu bangku yang berada di kelas itu.

"Rahma! " Katanya memanggil.

"Hem... Iya! " Kataku sambil melangkah mendekatinya.

Kalian mungkin bisa tebak siapa dia, yap! Reyhan. Sekarang aku satu kelas dengannya lagi. Entah di SD selama 5 tahun aku satu kelas dengannya, dan sekarang pun juga di SMP aku satu kelas dengannya lagi.

Mungkin sudah takdir!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!