Bola Dibalik Cinta Sang Punggawa

Bola Dibalik Cinta Sang Punggawa

1. Pertemuan dengan bola

Mentari pagi memancarkan sinar senyumnya menyambutku dengan hal yang sama. Saat ini bukanlah hal mudah untuk bersiap diri menghadapi kehidupan yang sesungguhnya.

Dibalik kehidupan anak-anak yang berangsur-angsur akan aku tinggalkan dan menjejaki kehidupan yang bergeming dengan kata remaja tapi sudah mengajarkanku tentang arti hidup dipaksa menjadi dewasa.

Banyak hal yang harus aku sembunyikan dalam kehidupan ini, tentang kepedulian, kerinduan dan apapun itu tapi ada satu obat yang membuatku tersenyum kembali yaitu bola.

Bola adalah cinta pertama yang aku temui dalam kehidupan. Setelah cinta ayah pergi meninggalkanku. dalam bola ada banyak hal yang membuat aku tersenyum, menangis, tertawa atau bahkan berdesis kesal menatap keadaan yang tak berjalan sesuai rencana.

Tapi dalam genggaman bola aku menyadari apa arti kehangatan yang dibuat dalam arti sahabat yang sesungguhnya. Memang benar bola itu benda mati, tapi bila disentuh dengan hati maka bola akan berliku-liku mengelilingi luasnya rumput hijau.

Aku pikir kehidupan yang dikelilingi bola terasa senang dan nyaman setelah kehidupan dalam rumahku menjadikan diri ini asing tidak terurus. Karena keceriaan yang ingin aku dapatkan kabur entah kemana. Berpecah belah menjadi dua dipisahkan oleh lautan yang luas. Sedangkanku masih tidak mengerti apa arti perpisahan yang membuat jiwa tidak nyaman dalam lingkup gelap dipeluk oleh tataan pagar derita.

Bagaimana bisa? Bila orang berbicara, memang sangat mudah mengatakan pendapat yang menurutnya hebat. Tapi inilah aku yang berguling-guling di dalam lingkaran istana kelabu.

Allah itu baik, bahkan sangat baik. Tapi, mengapa Allah membiarkan ayah dan ibu pergi di jalur yang berbeda tanpa ada kata perpisahan senyum atau bahkan pelukan kehangatan bagaikan ucapan cinta. Yang ada hanya penggalan luka yang sempat membawaku ke dunia neraka. Bahkan aku rindu panggilan ayah yang menjerit kehangatan seperti ayah dari teman-temanku lainnya.

Saat itu, umurku 7 tahun yang dibilang masih dalam masa pertumbuhan dan masa-masa indah sebagai anak-anak kecil pada umumnya. Memiliki nama indah yang diberikan ayah dan ibu. Bahkan namaku yang berbeda dari nama lainnya, tidak ada nama yang sama dalam lingkup kampung. Keyla adara, akrab dipanggil dengan sebutan key.

Nama "key" Bergema dalam pelukan mesra diatas istana sederhana. Menjadi kebanggaanku dengan rasa berbinar memiliki nama key sebelum hal menyakitkan memeluk keluarga kecil dari pelosok desa.

Hingga akhirnya petir menyambar pilu kesederhanaan dan menjadikannya pecah belah tak beraturan. Ingin bahagia dalam kehangatan malah yang ada dipeluk petaka luka. Andai ayah tau, perempuan kecil ini merindukan kasih sayangmu sebagai pahlawan kelak dimasa depan. Tapi hanya khayalan semata yang ku ratapi tanpa kenyataan pasti.

Key kecil pernah bermimpi membangun cita diatas cinta. Bermimpi membangun istana dalam genggaman cinta tanpa luka. Tapi kenyataannya harus dipaksa memeluk api serta menggenggam sebilah pisau yang ayah dan ibu berikan.

Padahal aku tidak tau jalan apa yang kalian hadapi, sehingga pisau mampu menusukku bahkan menghilangkan jejakku yang berstatus bagai anak kecil. Bahkan pikiran prasangka baik atau burukpun aku juga tidak tau. Hanya bisa menjalani kehidupan yang dengan ini adanya.

Hidup berdua dengan ibu, mulai umur 7 tahun. Bersekolah, membantu ibu mengais rejeki mencari makan hingga petang. Bahkan menjelajahi senja yang menaungi diatas jalanan keras menjajakan koran. Begitulah seterusnya hingga 2 tahun lamanya.

Sampai pada akhirnya, di titik itu ibu bertemu lelaki yang mampu menarik hatinya. Bahkan sering sekali ibu bergonta-ganti pasangan lelaki yang tidak tau dari mana asalnya.

Setiap hari ia lupa menghiburku saat dalam gundah. Ibu juga lupa mengajari membaca dan menulis lagi seperti dulu. Katanya aku sudah besar jadi harus belajar mandiri. Ibu hanya memberiku uang untuk membayar sekolah dan memberiku makan.

Memang benar aku tidak bekerja keras lagi seperti dulu tapi pikirku bimbang dengan uang yang tidak memiliki latar belakang dengan jelas. Dengan rasa terpaksa aku menerimanya, walaupun aku mengerti uang itu tidak cocok bagi perutku yang masih dini.

Setiap hari ibu selalu keluar siang dan pulang malam. Mengais kisah-kisah kelam bertahun-tahun. Hingga aku sudah terbiasa dengan begini adanya. Sampai akhirnya aku menemukan bola yang mengajariku tumbuh dengan tawa, menjelajahi kehidupan yang tidak pernah aku mau.

Tapi bagaimanapun kehidupan itu, aku harus berjalan dengan sukarela tanpa keluh kesah yang berlebih. Karena menurutku Allah itu baik dan sungguh baik. Memberi kesempatan pada hambanya yang merenung sepi dan bergabung menepi tiada arti. Hingga bola menggelinding menghampiri kehidupan yang tak rata.

Tepat pada saat ini di umurku yang menginjak 13 tahun, aku berkenalan dengan bola. Bola adalah benda mati yang menyapaku hingga menggali tekad yang kuat. Mengajarkan tentang perjalanan dan cerita mulai saat ini, dan mungkin akan berlangsung hingga masa depan.

Siang itu aku pulang melewati perjalanan seperti biasa. Suara sorak-sorak ramai seperti pendukung melenting Di udara. Tak sabar kaki ini berlari menghampiri tanah lapang Di belakang sekolah. Banyak sekali jajaran penonton baik dari anak kecil, bahkan orang dewasa. Tidak peduli baik itu perempuan ataupun lelaki, semuanya menjadi satu dalam gemuruh kegembiraan yang mereka tonton.

Aku mencoba mendekat dan memaksa masuk dalam kerumunan agar tau apa yang sedang terjadi. "Oh, pertandingan bola" Pikirku setelah lolos memasuki kerumunan yang padat dan sudah berada tepat Di samping para pemain yang sedang berkompetisi.

Permainan kaki yang mencengangkan tapi hanya kaum lelaki saja yang berada di tengah lapang. Mataku mencari sesosok perempuan, ternyata tidak ada yang berkompetisi didalamnya seperti lomba-lomba Agustus antara perempuan dan lelaki menyatu. Tapi ini berbeda, dan baru kali ini aku melihat secara langsung pertandingan bola yang nyata.

Permainan yang apik mencekik mataku untuk tetap melotot menatapnya. Pemindahan bola dari kaki ke kaki yang begitu indah. Tapi sayang seribu sayang karena aku tidak tau tentang istilah bola, bahkan bagiku pertama kali ini selama hidup berjumpa dengan permainan bola. Bola melambung tinggi karena tendangan dari kaki pemain yang beradu skill di dalamnya memaksa keluar dari garis putih sebagai pembatas.

*Blukkk* Tepat sasaran.

"Aduhhhhh" Teriakku yang menahan rasa sakit dari benturan bola yang cukup keras. Aku khawatir bila otakku tergeser ke sebelah karena benturan ini. Setelah tangan ini meraba kepala, ternyata baik-baik saja mungkin hanya sedikit kabel saraf yang copot.

Ganas memang pertemuan kami, lalu pandanganku tertuju pada bola dan segera nengambilnya untuk mengembalikan pada pemilik yang sesungguhnya di tengah lapangan. Bahkan aku juga tidak sadar jika tubuhku sudah memasuki area penonton bola yang ramai dengan gemuruh pendukung.

Tanpa banyak pikir aku langsung pergi kedalam lapangan untuk memberikan bola yang sempat terhempas lepas menuju kepalaku.

Tiba-tiba semua orang bersorak kencang "huuuuu, keluar wey keluar" Wajah ini tercengan karena tidak tau apa yang harus dilakukan.

Padahal aku ingin memberikan bola pada para orang-orang di tengah sana. Tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang menggunakan seragam tapi beda dengan tim a ataupun tim b. Dia menatapku dengan tatapan tajam, lalu ku tatap kembali matanya tanpa rasa takut menghadang.

*priiit* bunyi peluit keras yang menggelegar bahkan menggetarkan gendang telingaku yang dekat pada dirinya. Tangannya mengangkat ke atas sambil menunjukkan kartu warna merah padaku.

"Hah, kenapa pak? Saya ingin memberikan bola" Tanyaku yang tidak mengerti apa maksudnya.

"Kamu keluar dari lapangan ini, karena saat ini sedang diadakan pertandingan" Suara tinggi dengan nada amarah membentak dalam wajah ku yang masih bingung.

Disaksikan para penonton yang hadir dan bersorak kembali serta mengejek karena seorang perempuan datang tak di undang tiba di tengah lapangan pertandingan dan saat ini benar-benar bingung tidak tau apa yang harus dilakukan. Padahal niatku baik untuk memberi bola tapi malah ditertawakan dengan ejekan. Dengan rasa malu aku keluar lapangan dengan terburu-buru.

*gubrak* ranting pohon yang tergeletak menahanku hingga tubuh ini terjatuh terhempas di atas tanah.

"Huhuhu, hahahaha" Sorak-sorak semakin ramai seperti kampanye saja, membuat wajah ini merah delima karena menahan malu sendiri.

"Lihat saja, nanti kalian akan mendukungku sebagai pemain bola" Hati bergumam dendam pada mereka yang asik menari dengan tawa.

Meskipun aku tidak mengerti apa itu bola, tapi tekad ini kuat akan menggenggam bola sebagai tumpuan kesal yang ingin aku balaskan pada mereka yang mengejek dengan tatapan hina. Dari banyaknya orang yang bersorak padaku, hanya ada satu tangan terulur tepat di depan wajah.

Tanpa pikir panjang aku meraih dan menggenggamnya lalu bangkit dari rebahan ku bersama tanah. "Bangunlah" Ucapnya lembut, meluluhkan hati ini. Aku segera bangun dan menatapnya sejenak lalu bergegas pergi meninggalkan tempat itu.

Sejak saat itu aku berusaha mencari uang sendiri untuk membeli bola. karena tidak mungkin harus mendaha uang pada ibu. Aku kembali terjun berjualan koran di persimpangan jalan, menjajakan dari mobil satu ke mobil lainnya saat lampu merah menyala.

Walupun aku berjualan koran, ibu tidak akan tau. Karena dia akan pulang pada malam hari. Hari-hari berlalu aku mengais uang dari jerih payah dan peluh yang jatuh. Recehan demi recehan terkumpulkan dan senang rasanya karena segera membeli bola.

Saat itu rintik hujan turun, aku nerteduh di halte bus pinggir jalan. Tubuh menggigil kedinginan karena hanya baju kaos dan celana panjang yang melekat pada tubuhku. Tidak ada pelindung jas hujan ataupun jaket yang menyelamatkan dari hawa dingin. Lama kelamaan dingin itu meresap pada kulitku yang tipis, tapi aku bingung harus berbuat apa.

Jika aku nekat keluar, maka koran akan basah. Tapi jika aku tidak keluar makan aku harus menahan kedinginan dari terpaan hujan. Jadi aku memutuskan mengambil langkah kedua. Berdiam diri di halte menunggu hujan reda.

Tubuh mungil bergelayut lelah pada tiang besi di halte. Menyandarkan kepala sejenak di antara tembok-tombok rusuh dengan berbagai macam tulisan, berharap menghilangkan pikiran tebal yang dipeluk penat begitu dalam.

Perlahan kantuk menghampiri bersama datangnya untaian hujan yang semakin deras. Tangan kecil masih menggenggam koran dengan erat agar tidak terkena percikan air hujan yang menjadikannya basah. Bila koran basah maka aku tidak bisa menjualnya lagi dan harus ganti rugi.

"Nak, bila kamu ingin berhasil kelak maka tekad yang kuat serta usaha harus kamu sertakan. Tidak perlu barang yang kau butuhkan itu datang, tapi yang diperlukan adalah langkah awal yaitu antara mental dan fisik. Jadilah anak berbakti kelak dan jangan lupa minta pada Tuhan karena semua yang kau inginkan akan terkabul berkat campur tangan sang Pencipta"

Suara itu mengejutkan dari lelap yang aku rasakan diantara dinginnya hujan. Ternyata aku sudah tertidur cukup lama di halte ini. Mataku membuka lebar, tapi tidak ada satupun orang yang berteduh di sana. Perkataan itu seakan nyata, tapi tidak ada manusia yang mendekat baik di samping ataupun dimanapun karena hujan masih deras.

Apa benar itu mimpi? Pikirku bertanya-tanya tapi susah menjawabnya. Suara itu seperti suara kakek sepuh yang duduk mendampingi serta memberikan nasehat pada cucunya. Benar-benar nyata berbincang di telinga. Tapi kenyataannya aku hanya sendiri di halte ini. Ah!sudahlah, mungkin itu hanya mimpi saja saat terlelap dengan banyak pikiran yang belum terpecahkan.

Tapi, setelah aku pikir-pikir, perkataan kakek itu berkaitan dengan perjuanganku yang ingin membeli bola dengan menjual koran. Kata kakek itu tidak perlu barang yang dibutuhkan, sedangkan saat ini aku sangat membutuhkan bola. Kakek itu juga berkata bahwa aku harus siap fisik dan mental yang kuat. Jadi apa bisa berlatih tanpa bola?

*duarrrr* kilatan petir menyambar sekaligus membangunkanku dari lamunan. Aku sekarang benar-benar sendirian dan bingung ingin berbuat apa. apalagi riki temanku saat ini tidak berjualan. sepi rasanya tidak ada teman.

ingin pulang tapi tidak bisa, jika tidak pulang maka akan menahan dingin hingga hujan reda. Tiba-tiba pikirku melayang mengingat perkataan tadi bahwa kita harus berserah diri pada sang Pencipta karena segalanya atas kehendak Tuhan.

"Ya Allah, ijinkan hujan ini reda agar aku bisa pulang dan koran ini tidak basah karena besok harus aku jual kembali demi mendapatkan upah" Suara rintihan memelas pada sang Pencipta alam. Berharap di dengar dan dikembalikan sesuai dengan permintaan. Karena Tuhan itu baik dan sangat baik.

Satu per satu air mataku menetes, ikut membasahi pipi. Sedih melanda karena tidak bisa pulang. Yang ada di benak hanyalah ketakutan bila sampai malam hujan tidak reda maka ibu akan tau jika aku menjajakan koran lagi. Ibu pasti akan marah besar dan aku tidak ingin ibu marah serta menjadikan anak durhaka. Tapi saat ini tubuhku tidak bisa berkutik lagi.

Senja semakin tenggelam diiringi rintik hujan yang semakin kecil menjadikannya gerimis. Senyum di pipiku kembali terlukis karena melihat hujan semakin kecil. Harapan kembali muncul untuk segera pulang.

~ BERSAMBUNG ~

Terpopuler

Comments

Erni Fitriana

Erni Fitriana

nyimak

2023-01-17

1

lihat semua
Episodes
1 1. Pertemuan dengan bola
2 2. Terserempet Motor
3 3. Mengintip latihan bola
4 4. Pertemuan dengan David
5 5. Lelaki asing bersama ibu
6 6. Mengajak Riki menonton bola
7 7. Amarah ibu padaku
8 8. Aku dan kesunyian
9 9. Ibu masih menyayangiku?
10 10. Ari sahabat terbaik
11 11. Pemandangan Minggu yang indah
12 12. Ibu pergi meninggalkanku
13 13. Menerima kehidupan
14 14. Senyuman dari hujan dan David
15 15. Pertandingan bola pertama
16 16. Pertandingan sekolah
17 17. awal pertandingan tarkam
18 18. Menikmati bakso pak Ali
19 19. Kelulusan Sekolah
20 20. Kesedihan Yuri
21 21. Wisuda yang sepi
22 22. Belanja Ke Pasar Besar
23 23. MOS Sekolah Baru
24 24. Ari Di Gigit Ular
25 25. Hukuman Lari
26 26. Aku Terluka
27 27. Masuk Rumah Sakit
28 28. Libur yang membosankan
29 29. Terkunci di Gudang
30 30. Kak Dika Suka Padaku?
31 31. Kesalahan Ana Dalam Tim
32 31. Pertandingan Pertama Menyamakan Skor
33 33. Bertemu Ibu
34 34. Gelang Persahabatan
35 35. Kemenangan Tim Kami
36 36. Mundur Dari Tim
37 37. Masuk Semi Final
38 38. Kericuhan Sekolah
39 39. Demo di Sekolah
40 40. Klub Malam
41 41. Cidera
42 42. Kepanikan Ibu dan Bapak
43 43. Pertengkaran Sengit
44 44. Skorsing
45 45. Belajar Berjalan
46 46. Kecurigaan Pada Rena
47 47. Hadiah Dari Yuri dan Ari
48 48. Kenaikan Kelas
49 49. Rem Blong
50 50. Bayangan Hitam
51 51. Tenggelam
52 52. Pertolongan Yuri
53 53. Menikmati Senja
54 54. Siswa Baru Lagi
55 55. Dia Tidak Mengenaliku
56 56. Rena Yang Licik
57 57. Berlatih Dengan David
58 58. Bolos Sekolah
59 59. Terjatuh Dalam Pelukan David
60 60. Doni Yang Malang
61 61. Kumpulan Orang Jahat
62 62. Penyamaran
63 63. Fitnah Rena
64 64. CCTV Rusak
65 65. Semangat Untuk Pemain
66 66. Jodoh David
67 67. Doni Menyatakan Cinta
68 68. Berhasil Merekam
69 69. Mulut Beracun
70 70. Mencium Aspal
71 71. Mencari Belalang
72 72. Jersey Timnas
73 73. Preman Pasar
74 74. Ari Menjadi Saksi
75 75. Permainan Yang Buruk
76 76. Berlatih Keras
77 77. Hinaan
78 78. Nomor Ponsel Ibu
79 79. Menunggu Pacarku
80 80. Undangan Dari Kak Dika
81 81. Rahasia Menyakitkan
82 82. Kasih Sayang Bapak
83 83. David yang Dulu
84 84. Keluarga Kecil
85 85. Menghibur Bapak
86 86. Terkunci
87 87. Cemburu
88 88. Foto Klub Malam
89 89. Bunuh Diri?
90 90. Vidio Rena
91 91. Rena Pendiam
92 92. Ari Adalah Hacker
93 93. Ayah Tiri Yuri?
94 94. Menjadi Detektif
95 95. Rena Bunuh Diri?
96 96. Mendapatkan Bukti
97 97. Ayah Tertabrak
98 98. Ayah Kritis
99 99. Pelajaran Untuk Adel
100 100. POV David
101 101. Lamaran Mama Yuri
102 102. Menggagalkan rencana lelaki jahat
103 103. Membalas Ari dan Yuri
104 103. Berpamitan Ke luar Kota
105 105. Ban Bus Bocor
106 106. Lapangan Kambing
107 107. Jangan tertunduk
108 108. Penghianat Tim
109 109. Senam Pagi
110 110. Kemenangan Telak
111 111. Penjahat Otak Kosong
112 112. Pertarungan Konyol
113 113. Pertolongan Mereka
114 114. Rani Dikeluarkan Dari Klub
115 115. Lolos Ke Babak Selanjutnya
116 116. Kalung Dari David
117 117. Bertemu Ana
118 118. Mengalahkan Ana
119 119. Pengakuan Bela
120 120. Obat Terlarang
121 121. Liburan
122 122. Sang Bintang
123 123. Senja di Pantai
124 124. Bertemu Mereka
125 125. Keluarga Ibu
126 126. Kelakuan Boby
127 127. Ayah Ke Luar Negeri
128 128. Kesedihan Menghilang
129 129. Bolos Sekolah
130 130. Tembus Tim Kota
131 131. Ulang Tahunku
132 132. Pembalasan pada Mbak Yeni
133 133. Ani Menghilang
134 134. Kepergian Ani
135 135. Terpuruk
136 136. Kesenangan Dalam Permainan
137 137. Bersama Adit
138 138. Rena Pergi
139 139. Kehadiran Ibu
140 140. Jalan Dengan Adit
141 141. Masuk Tim Kota
142 142 . Merindukan Ani
143 143. Kemenangan Kedua
144 144. Rekayasa Kematian
145 145. Alasan David
146 146. Buku Taktik
147 147. Kemenangan Kota Kelahiran
148 147. Surat Dari Adit
149 149. Sambutan
150 150. Suami Ibu
151 151. Penderitaan Ibu
152 152. Peretasan Data
153 153. Undangan Timnas Putri
154 154. Berpamitan
155 155. Semua Salahku
156 156. Terpaksa Pergi
157 157. Fans David
158 158. Lolos Timnas
159 159. Bertanding Di Luar Negeri
160 160. Kekalahan
161 161. Kesalahpahaman
162 162. Kaira
163 163. Sambutan Meriah
164 164. Pertemuan
165 165. Tamat
Episodes

Updated 165 Episodes

1
1. Pertemuan dengan bola
2
2. Terserempet Motor
3
3. Mengintip latihan bola
4
4. Pertemuan dengan David
5
5. Lelaki asing bersama ibu
6
6. Mengajak Riki menonton bola
7
7. Amarah ibu padaku
8
8. Aku dan kesunyian
9
9. Ibu masih menyayangiku?
10
10. Ari sahabat terbaik
11
11. Pemandangan Minggu yang indah
12
12. Ibu pergi meninggalkanku
13
13. Menerima kehidupan
14
14. Senyuman dari hujan dan David
15
15. Pertandingan bola pertama
16
16. Pertandingan sekolah
17
17. awal pertandingan tarkam
18
18. Menikmati bakso pak Ali
19
19. Kelulusan Sekolah
20
20. Kesedihan Yuri
21
21. Wisuda yang sepi
22
22. Belanja Ke Pasar Besar
23
23. MOS Sekolah Baru
24
24. Ari Di Gigit Ular
25
25. Hukuman Lari
26
26. Aku Terluka
27
27. Masuk Rumah Sakit
28
28. Libur yang membosankan
29
29. Terkunci di Gudang
30
30. Kak Dika Suka Padaku?
31
31. Kesalahan Ana Dalam Tim
32
31. Pertandingan Pertama Menyamakan Skor
33
33. Bertemu Ibu
34
34. Gelang Persahabatan
35
35. Kemenangan Tim Kami
36
36. Mundur Dari Tim
37
37. Masuk Semi Final
38
38. Kericuhan Sekolah
39
39. Demo di Sekolah
40
40. Klub Malam
41
41. Cidera
42
42. Kepanikan Ibu dan Bapak
43
43. Pertengkaran Sengit
44
44. Skorsing
45
45. Belajar Berjalan
46
46. Kecurigaan Pada Rena
47
47. Hadiah Dari Yuri dan Ari
48
48. Kenaikan Kelas
49
49. Rem Blong
50
50. Bayangan Hitam
51
51. Tenggelam
52
52. Pertolongan Yuri
53
53. Menikmati Senja
54
54. Siswa Baru Lagi
55
55. Dia Tidak Mengenaliku
56
56. Rena Yang Licik
57
57. Berlatih Dengan David
58
58. Bolos Sekolah
59
59. Terjatuh Dalam Pelukan David
60
60. Doni Yang Malang
61
61. Kumpulan Orang Jahat
62
62. Penyamaran
63
63. Fitnah Rena
64
64. CCTV Rusak
65
65. Semangat Untuk Pemain
66
66. Jodoh David
67
67. Doni Menyatakan Cinta
68
68. Berhasil Merekam
69
69. Mulut Beracun
70
70. Mencium Aspal
71
71. Mencari Belalang
72
72. Jersey Timnas
73
73. Preman Pasar
74
74. Ari Menjadi Saksi
75
75. Permainan Yang Buruk
76
76. Berlatih Keras
77
77. Hinaan
78
78. Nomor Ponsel Ibu
79
79. Menunggu Pacarku
80
80. Undangan Dari Kak Dika
81
81. Rahasia Menyakitkan
82
82. Kasih Sayang Bapak
83
83. David yang Dulu
84
84. Keluarga Kecil
85
85. Menghibur Bapak
86
86. Terkunci
87
87. Cemburu
88
88. Foto Klub Malam
89
89. Bunuh Diri?
90
90. Vidio Rena
91
91. Rena Pendiam
92
92. Ari Adalah Hacker
93
93. Ayah Tiri Yuri?
94
94. Menjadi Detektif
95
95. Rena Bunuh Diri?
96
96. Mendapatkan Bukti
97
97. Ayah Tertabrak
98
98. Ayah Kritis
99
99. Pelajaran Untuk Adel
100
100. POV David
101
101. Lamaran Mama Yuri
102
102. Menggagalkan rencana lelaki jahat
103
103. Membalas Ari dan Yuri
104
103. Berpamitan Ke luar Kota
105
105. Ban Bus Bocor
106
106. Lapangan Kambing
107
107. Jangan tertunduk
108
108. Penghianat Tim
109
109. Senam Pagi
110
110. Kemenangan Telak
111
111. Penjahat Otak Kosong
112
112. Pertarungan Konyol
113
113. Pertolongan Mereka
114
114. Rani Dikeluarkan Dari Klub
115
115. Lolos Ke Babak Selanjutnya
116
116. Kalung Dari David
117
117. Bertemu Ana
118
118. Mengalahkan Ana
119
119. Pengakuan Bela
120
120. Obat Terlarang
121
121. Liburan
122
122. Sang Bintang
123
123. Senja di Pantai
124
124. Bertemu Mereka
125
125. Keluarga Ibu
126
126. Kelakuan Boby
127
127. Ayah Ke Luar Negeri
128
128. Kesedihan Menghilang
129
129. Bolos Sekolah
130
130. Tembus Tim Kota
131
131. Ulang Tahunku
132
132. Pembalasan pada Mbak Yeni
133
133. Ani Menghilang
134
134. Kepergian Ani
135
135. Terpuruk
136
136. Kesenangan Dalam Permainan
137
137. Bersama Adit
138
138. Rena Pergi
139
139. Kehadiran Ibu
140
140. Jalan Dengan Adit
141
141. Masuk Tim Kota
142
142 . Merindukan Ani
143
143. Kemenangan Kedua
144
144. Rekayasa Kematian
145
145. Alasan David
146
146. Buku Taktik
147
147. Kemenangan Kota Kelahiran
148
147. Surat Dari Adit
149
149. Sambutan
150
150. Suami Ibu
151
151. Penderitaan Ibu
152
152. Peretasan Data
153
153. Undangan Timnas Putri
154
154. Berpamitan
155
155. Semua Salahku
156
156. Terpaksa Pergi
157
157. Fans David
158
158. Lolos Timnas
159
159. Bertanding Di Luar Negeri
160
160. Kekalahan
161
161. Kesalahpahaman
162
162. Kaira
163
163. Sambutan Meriah
164
164. Pertemuan
165
165. Tamat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!