2 jam berlalu, aku berpamitan pada Riki untuk segera pulang. Padahal aku pergi ke lapangan sepak bola untuk latihan. Aku tidak ingin dia tau, takutnya nanti dia akan menertawaiku.
*bruk, bruk, bruk*
"Haduhhh, capek juga ternyata" Istirahat sebentar mungkin lebih baik untuk melanjutkan perjalanan. Keringat bercucuran di dahi sehingga tanganku tak kualahan menahannya. Padahal belum juga separuh perjalanan sudah capek.
Hidungku mencoba mengatur pernafasan agar stabil. Jedag-jedug di dada semakin berisik karena terlalu terkejut berlari dengan rasa terburu buru. Setelah istirahat 2 menit untuk menstabilkan pernafasan, aku kembali berlari karena takut ketinggalan melihat latihan sepak bola.
Di waktu yang singkat, ide ku tiba-tiba datang untuk menuntun arah melewati persawahan agar lebih cepat sampai ke lapangan sepak bola.
Jalan yang kecil didampingi tempat peraiaran persawahan di samping kanan kiri. Langkahku terus saja berlari dan konsentrasi melihat jalan walaupun sesekali terjatuh dan terpeleset masuk ke pengairan sawah. Untung saja hanya kaki dan celana saja yang basah, setidaknya aku tidak masuk angin terlalu cepat hehehe.
Lompatan demi lompatan, membawaku sampai juga ke lapangan. Inilah lapangan terdekat yang aku tau saat ini, karena disana banyak anak-anak yang di usianya sekitar 7 tahun hingga 15 tahun dilatih disini.
"Sepertinya itu pelatih yang memberikan arahan, lebih baik aku mendengarkan secara sembunyi" Lubang sungai tanpa air sangat cocok untuk aku duduk sambil mendengarkan arahan dari pelatih yang jaraknya cukup dekat denganku.
"Selamat sore anak-anak, hari ini kita akan berlatih sepak bola dan sebelumnya mari kita berdoa sesuai agama masing-masing agar diberikan kemudahan saat berlatih" Spontan aku ikut berdoa bersama mereka.
"Berdoa selesai"
Setelah berdoa selesai, pelatih itu sepertinya memberikan arahan, tapi aku tidak mendengarnya dengan jelas karena angin mengubah arah jadi tidak bisa lagi aku mendengarkan dengan jelas. Sekarang hanya bisa melihat saja apa yang akan mereka lakukan selanjutnya, agar aku bisa mengikutinya.
Pertama-tama mereka semua berlari di lalangan sebanyak 5 kali puraran, mungkin itu pemanasan awal yang biasa mereka lakukan. Haduh, jangankan 5 putaran, paling setengah putaran kaki aku sudah mengibarkan bendera putih.
"Eh tapi gak boleh nyerah, mungkin ini adalah awal aku untuk belajar". Seketika aku mengingat kembali perkataan kakek tua di dalam mimpi itu, bahwa harus bersiap diri walaupun fisik menjadi awalan untuk bertahan menjadikan tumpuan permulaan.
Berarti tidak perlu ada bola dahulu untuk bermain sepak bola. Tapi harus mempersiapkan fisik biar tidak lemas saat di terjang. Setelah mereka berlari, lalu melakukan pemanasan kaki, tangan kepala hingga seluruh badan.
"Kalo pemanasan seperti ini mah gampang, di sekolah setiap ada pelajaran olahraga selalu melakukan pemanasan seperti itu jadi tidak membuatku terkejut hehehe". Tiba-tiba fokus ku menghilang saat melihat salah satu anak laki-laki diantara kerumunan.
lelaki itu memiliki ciri-ciri kulit putih, hidung mancung dan matanya tidak terlalu sipit dan juga tidak terlalu lebar jadi sedang-sedang saja. Badannya kurus berisi dengan tinggi sekitar 160 cm. Membuatku tak asing dengan dirinya, pikiranku melayang terbang kembali untuk mengingat siapa anak itu.
"Oh iya, dia" Ucapku yang terlalu kencang lalu kembali menutup mulut dengan spontan. aku lupa bahwa saat ini sedang melakukan persembunyian untuk mengetahui tentang bola. Akhirnya aku juga mengingat bahwa dia adalah anak laki-laki yang menolongku saat terjatuh di lapangan pertandingan yang diadakan di belakang sekolah saat itu.
Aku tidak mengerti apakah ini takdir yang menemukan aku kembali dengan dia. Tapi asik juga, kelihatannya dia adalah seorang yang baik karena pada saat semua nenertawakanku, hanya dia yang rela mengulurkan tangannya padaku. Untuk membantu bangkit saat terjatuh. Sayang sekali aku tidak tau namanya, apa mungkin dia melakukan latihan sepak bola disini.
Jika memang benar, berarti kita satu kota. Bagus juga bila dipikir, karena aku ingin belajar dengannya. Tapi sayang sekali nyaliku ciut, karena dia laki-laki dan aku perempuan. Tidak ada ikatan pertemanan yang membuat diri ini jadi canggung.
Sudahlah, lebih baik mencari tau sendiri tentang bola dan menekuni apa yang aku cari. Bila yang aku cari tidak ada maka aku akan mencarinya kembali hingga ketemu, maksudku adalah tentang bola.
Banyak sekali mode latihan yang mereka peragakan. Mulai dari pemanasan, peregangan otot dan yang terakhir latihan oper bola. Bola ditendang dari kaki ke kaki, lalu di tahan oleh teman lainnya. Dan yang paling aku suka pada saat dilakukan pertandingan bola itu seakan melekat di kaki tapi bagaimana bisa?.
Pertanyaan yang masih belum ada jawabannya. Mungkin besok atau lain hari aku akan mengetahui triknya. Latihan mereka cukup lama, membuat aku cukup kesal. Karena banyak semut yang menggigit hingga kulitku merah-merah dan gatal.
Memang sih menikmati latihan saat ini, tapi tidak dengan semut yang mencari perkara. Ingin rasanya aku sentil sarangnya tapi takut mereka marah dan membuat formasi berubah bentuk menjadi manusia. "Hiiiii, ngeri sekali".
*prittttt* pluit panjang dibunyikan. Semua pemain berkumpul kembali di tempat semula mereka datang. Duduk tenang mendengarkan perkataan dari pelatih.
" Latihan sore cukup sampai disini saja, kita akan lanjutkan latihan lusa"
"Baik coach" Jawabnya serempak.
"Oh iya, kalian jangan pernah malas untuk berlatih agar kelak bisa masuk ke timnas, semangat" Ucapnya sambil memberikan semangat ada anak didiknya.
"Baik coach, semangat" jawab semuanya dengan serentak
"Baik kita akhiri pertemuan saat ini dengan berdoa menurut agama kalian masing-masing, berdoa mulai" Semua menundukkan kepala begitu juga aku mengikutinya untuk berdoa. Padahal aku sendiri tidak ikut latihan, tapi namanya berdoa bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun yang kita mau.
"Selesai"
"Alhamdulillah". Semua pemain berkemas diri untuk pulang. Satu-persatu berpamitan kepada sang pelatih lalu bergegas untuk pulang.
Bibirku tersenyum melihat semua, walaupun lumayan lama melihat latihan mereka tapi setidaknya aku mempunyai hal baru untuk aku pelajari serta aku lakukan. Saat aku rasa semua sudah pergi, aku bergegas masuk ke lapangan untuk mencoba berinteraksi dengan rumput-rumput disana. dengan telanjang kaki aku percaya diri berada di tengah lapangan.
Ternyata ada rasa senang sendiri berlatih disini. Meskipun tempatnya berdekatan dengan sawah dan laut, lapangan ini tidak kalah dengan lapangan lainnya. Rumputnya juga tidak banyak yang botak, jadi kalo aku berlatih terus lelah bisa saja rumput ini menjadi tempatku untuk istirahat.
Kakiku sudah bersiap untuk berlari seperti yang mereka lakukan tadi. Baru saja 1 kali putaran mengelilingi lapangan, nafasku merengek untuk berhenti berlari. Suara degap-degup semakin kencang. Nafas terengah-engah dan mencoba duduk untuk menstabilkan kembali.
"Haduh, baru saja lari sudah berhenti, ya sudah deh sekarang ganti pemanasan saja biar mudah" Ucapku bergumam sendiri di lapangan yang sepi. Melakukan pemanasan sesuai dengan apa yang mereka lakukan tadi membuatku lupa akan waktu. Hingga senja berpamit akan menghilang dan aku masih saja sibuk dengan latihan sendiri.
Suara burung bersautan menyambut senja yang akan pergi. Akhirnya aku sadar bahwa waktu akan berakhir petang. Sejenak duduk lalu bersandar di pohon besar. Menatap langit yang ingin berubah petang. Lalu menatap kembali pada senja yang ingin pergi.
"Hai senja, sudahkah kau lihat aku latihan saat ini kan. Nanti bila aku sudah berhasil kau harus bilang pada dunia bahwa dirimulah saksi bisu ku" Berharap senja juga mengangguk saat aku berbincang dengannya.
"Oh iya langit, aku yakin tidak akan ada yang mustahil bukan? Karena aku tau semua butuh proses serta berjalan beriringan dengan doa yang aku panjatlan pada Tuhanku". Aku segera bergegas pergi untuk pulang. Tapi arah pulangku melewati jalanan beraspal. Karena aku takut bila melewati persawahan akan ada binatang buas, seperti ular umpamanya.
Sambil melatih pernafasan, aku pulang dengan berlari kecil. Berharap aku bisa belajar mengatur pernafasan jantung. Agar saat aku berlatih berlari, jantungku tidak berdegup kencang seperti layaknya genderang perang yang ditabuh.
Perjalanan yang cukup melelahkan, tubuh bau dengan guyuran keringat saat latihan. Badan lumayan capek karena awal dari pemanasan berlatih sendiri. Dan waktunya pulang ke rumah untuk beristirahat dan bersantai, lalu tidur agar besok tidak lupa untuk semangat bersekolah. Karena tidak ada yang lebih penting dari pendidikan. Maka kita harus mengutamakan pendidikan yang akan kita genggam seumur hidup.
*klek* pintu rumah terbuka, segera aku masuk lalu menghempaakan diri di lantai untuk mencari kesejukan alami. Berdiam sejenak untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah. Mengambil nafas sedikit demi sedikit agar menjadi beraturan. Beberapa menit kemudian aku bergegas untuk membersihkan diri lalu bersiap memasak makan malam.
"Ahhh, Lama-lama aku rindu juga dengan ibu" Ku lemparkan spatula di tangan. Lalu menatap dinding yang terpampang foto kami berdua dengan senyuman yang begitu lebar. Aku sadar bahwa saat ini adalah waktu yang berbeda dari hal yang dulu.
Ibu sudah sibuk dengan dirinya sendiri untuk mencari uang membiayai sekolahku. Tapi aku saat ini sangat ingin berada di samping ibu. Dimanja dan tertawa, merebahkan tubuh dan meletakkan kepalaku di pangkuan ibu. Sambil bercerita tentang hari kemarin, hari ini ataupun hari esok.
"Bu bosan sekali hari-hariku" Tidak terasa air mata kembali metes melalui pipi-pipi.
"Tidak-tidak, aku anak kuat jadi tidak boleh cengeng" Tangan kecilku kembali membereskan semua tetesan air mata yang terjatuh. Lalu kembali bergegas untuk memasak dengan bahan-bahan seadanya yang ada di dalam kulkas. Setelah semua selesai, aku belajar dan tidak terasa terlelap dalam gelapnya kesunyian.
"Kukuruyuk" Suara ayam di subuh hari membangunkan ku untuk melakukan hal seperti biasanya. Beribadah, berkemas diri, memasak, makan dan berangkat ke sekolah. Ibu selalu memberikan uang saku di atas meja. Terkadang ia memberi 10.00, bahkan 15.000 tapi bila sudah lupa maka uang saku itu tidak ada.
Uang itu cukup untuk meredakan lapar ku di sekolah, karena siang hari aku jarang memasak dan memilih untuk membeli makanan pengganjal perut di sekolah.
Hari ini aku ingin pergi ke perpustakaan untuk mencari buku tentang bola. Nanti pada jam istirahat, akan aku manfaatkan waktu itu untuk ke perpustakaan walaupun sebentar. Mengais-ngais materi tentang bola, agar aku tau tentang bola walaupun hanya segi materi saja dahulu.
\*kringgggg\* bel istirahat tiba setelah otakku bergelut dengan pelajaran hari ini. Langkahku bergegas untuk menuju perpustakaan dan mencari apa yang aku inginkan. Jika kalian bertanya mengapa aku selalu sendiri di sekolah?
Benar sekali, aku tidak memiliki teman yang selalu bergandengan. Tapi hanya ada satu teman, itupun anak laki-laki. Namanya ari anak kutu buku yang selalu saja tertarik untuk menyentuh buku. Hobinya adalah belajar dan belajar, jadi tidak mungkin juga ia akan tau tentang bola jika aku bertanya padanya. Meski kami berbeda antara langit dan bumi, kami selalu bersama.
Aku bisa dibilang bumi karena tidak pernah mendapatkan nilai terbaik di kelas. Sedangkan ari adalah langit yang selalu mendapatkan nilai terbaik dari satu sekolahnya dulu hingga saat ini. Tapi yang terbaik dari kami berdua adalah saling melengkapi, karena kami tidak pernah mengungkit kekurangan tapi selalu menutupinya dengan kelebihan yang dimiliki.
Manusia adalah hal yang paling baik apabila membuang kekurangannya dan ia lengkapi dengan pelukan hangat dari berbagai penjuru kelebihan yang dimiliki. Tanpa ada rasa dendam ataupun benci, karena sejatinya manusia tidak akan pernah hidup sendiri walaupun dikelilingi banyak harta di dunia ini. Saling membutuhkan adalah kata yang tepat dari bibirku, dan begitupun sama juga dengan nurani Ari.
Aku tidak suka berteman dengan anak perempuan di sekolah ini. Karena mereka selalu berteman dengan membentuk geng. Jika kita tidak cocok maka akan mereka tinggalkan dan mencari siswa lainnya untuk dijadikan geng mereka.
Jujur aku tidak suka dengan sifat mereka atau mungkin karena aku yang terlalu tidak suka dengan peraturan geng dari masing-masing kelompok yang mereka buat. Ah sudahlah, lagipula aku masih memiliki Ari teman ku yang sangat perhatian. Walau terkadang perhatiannya teralih pada buku-bukunya. Tapi dia tetap saja menganggapku teman.
\*klek\* ku buka pintu perlahan di perpustakaan. Memasuki ruangan yang sangat nyaman untuk belajar. Karena baru pertama kalinya aku kesini. Sebelumnya ari sering mengajakku berkunjung ke perpustakan tapi aku tidak mau karena tidak ingin perang terus bersama pelajaran.
"Buku yang ada dikelas saja membuatku pusing apalagi buku di dalam perpustakaan" Pikirku saat itu.
"Di tulis namanya dulu ya nak" ucap guru penjaga perpustakaan sambil menyodorkan pulpen dan buku besar di atas meja.
"Baik bu" Pantas saja bila banyak yang datang kesini, selain tempatnya nyaman guru nya juga cantik serta tutur katanya lembut sekali membuat hati menjadi nyaman belajar. Menyesal sekali aku, karena tidak pernah mau jika di ajak ari pergi kesini. Ah sudahlah, biarlah itu berlalu. Biar mulai sekarang aku akan memasukinya.
~~~ BERSAMBUNG ~~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments