Baru saja aku memasuki ruangan utama, yang berisi banyak buku di rak-rak tertata rapi. Terkejut bukan main karena baru saja pertama melangkah, aku sudah disambut ribuan buku. Asik sekali ruangannya, bahkan di langit-langit juga tergantung kan kata-kata indah tentang buku.
*buku adalah hidupmu, di dalamnya banyak pelajaran yang kau lalui*
*buku adalah tempat mimpi yang perlahan engkau gapai*
*buku adalah teman yang membuatmu hidup*
Pantas saja ari selalu kesini, karena banyak sekali kata-kata penyemangat yang tertulis dan ditata rapi. Lain kali aku akan ikut dengan ari ke perpustakaan. Hitung-hitung mencari teman baru di dalam buku. Yang terpenting bukan buku pelajaran saja yang aku baca.
Saat langkahku berjalan menuju rak-rak buku, mataku tertuju pada salah satu kata-kata yang tertempel di dinding rak.
*buku adalah ketenangan dan kesunyian yang membuatmu nyaman meraih bintang* kata-kata yang indah dan sangat cocok denganku.
Karena aku selalu berteman sunyi dan sepi. Mungkin aku bisa belajar dari kesunyian agar kelak bisa meraih bintang walaupun banyak cacian orang serta tanpa dukungan yang nyata oleh orang yang aku sayang.
"Olahraga, olahraga, hmmmm. Nah ini dia bukunya" gumamku mencari buku tentang olahraga yang terletak di rak paling ujung. berbagai buku macam-macam buku terlihat asik saat aku menatapnya sambil menimang-nimang salah satu buku.
Bukunya terlihat menarik, rapi tapi aku tidak tau hal apa saja yang tertata di dalam rak ini. Setelah aku baca judul satu persatu, banyak sekali buku tentang olahraga. Ada yang tentang bola voli, bola futsal, badminton, pencak silat dan masih banyak lagi.
Tapi yang aku cari bukanlah buku itu melainkan salah satu buku yang berisi tentang sepak bola. Bibirku melebarkan senyum kesenangan, karena apa yang aku cari sudah ada di depan mata. Segera aku mencari tempat duduk untuk membaca dan mencari tau tentang bola.
"Nah, akhirnya dapat juga"
"Sssstttt, jangan berisik" Ucap salah satu siswa yang ada di sampingku. Padahal aku menggunakna suara hati, yang sudah jelas sangat pelan dan tidak berisik. Sungguh mengesalkan sekali orang yang sok pendiam.
"Bibirku udah diam, telingamu saja yang terlalu besar" kesalku padanya dan langsung bergegas pergi mencari tempat baru.
"Lama-lama aku pukul juga dia, ngeselin sekali" Gumamku pada udara yang tiada teman bicara.
Segera aku menemukan tempat duduk dan mencoba untuk fokus membaca dan menggali tentang sepak bola. Membaca judul terlebih dahulu, lalu membaca penulis serta daftar isi. Padahal itu bukanlah hal penting untuk dibaca. Tapi perlu mencari tau latar belakang bukunya juga sih,, issss gaya-gaya ku yang sok menjadi anak pintar hehehehe.
Lembaran demi lembaran aku buka satu persatu, lalu menemukan bagian-bagian dari sepak bola. Tentang posisi pemain serta tugas-tugasnya.
"Ah susah juga untuk menghafal, lebih baik aku menulisnya saja" Gumamku sambil membuka lembaran buku putih yang aku bawa. Perlahan aku tuangkan coretan tinta membentuk huruf-huruf indah agar enak untuk aku baca. Aku menulis mulai dari tugas penjaga gawang, bek, gelandang, serta penyerang.
Itupun hanya bagian tertentu saja, sedangkan dilapangan akan dibagi lagi menjadi beberapa bagian seperti sayap kanan, sayap kiri, dan masih banyak lagi lainnya. Inti yang paling utama adalah pemain bola berjumlah 11 dan tidak lebih.
*kringgg* tidak terasa bel masuk berbunyi. Pikirku kembali melayang, jika buku ini aku pinjam dan dibawa pulang maka takut bila ibu mengetahui. Tapi aku masih belum selesai membacanya dengan jelas. Hmmm, lebih baik besok saja aku akan kembali lagi ke perpustakaan.
"Key key, kamu ngapain disini" Tegur ari saat aku keluar dari perpustakaan.
"Hmm, anu aku lagi baca buku lah" Sambil melemparkan senyum pada ari.
"Tumben sekali, pantas saja pas istirahat tadi kamu terburu-buru tanpa ngomong ke aku" sahutnya
"Oh iya soalnya aku juga ingin pintar seperti kamu Ari"
"Ih, kamu key bisa aja. Ya sudah ayo kita ke kelas bel masuk telah berbunyi" Kami berdua berjalan ke kelas sambil tertawa seperti biasa. Ari juga bercerita bahwa tadi ia pergi ke kantin untuk makan. Ari juga ingin mengajakku tapi sayangnya tadi setelah bel berbunyi langkah ini langsung bergegas menuju perpustakaan jadi tidak ada waktu berbicara dengan Ari.
Pelajaran dimulai seperti biasa menulis dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. "Key" Ari mengganggu konsentrasiku yang sedang sibuk memikirkan tentang bola.
"Apa" Tatapku dengan wajah tidak ramah.
"Kamu masih saja jualan koran key?" Sejenak aku terdiam. Mungkin ari kembali melihat aku berjualan akhir-akhir ini. Padahal aku sudah menyembunyikannya agar tidak ada yang tau.
Sambil menghela nafas aku menatap ari.
"iya ri, kamu udah tau ya" jawabku agak ragu dan malu padanya
"Kenapa kamu jualan lagi?"
"Sudahlah jangan dibahas, kita masih belajar takutnya kita kena marah lagi" Sahutku yang ingin membungkam pertanyaan ari.
Sebenarnya ari mengetahui bahwa aku sudah berhenti berjualan koran. Padahal aku kembali berjualan akhir-akhir ini untuk membeli sesuatu yang aku inginkan yaitu bola. Tapi aku hanya bisa terdiam dan tidak ingin memberitahu ari.
"Key, kalau kamu punya masalah cerita ya sama aku. Siapa tau aku bisa bantu kamu key" Tatapan itu lagi-lagi meyakinkan tentang rasa saling melindungi dalam persahabatan. Tidak adil rasanya bila hanya satu orang sahabat saja yang menjadi penopang sedangkan satu lainnya hanya bisa menjadi benalu, yaitu aku.
"Tidak apa-apa, aku baik saja kok" Jawabku sambil tersenyum pada ari untuk menandakan aku baik-baik saja. Meskipun itu hanya ilustrasi yang tidak benar keadannya.
Hingga akhir pelajaran tiba aku tetap saja berdiam diri dan fokus dengan apa yang aku pelajari tentang bola. Suruh siapa meletakkan pelajaran matematika di bagian akhir yang membuatku ditemani kantuk.
Akhirnya aku tidak mempedulikannya karena membuat burung-burung akan berterbangan bila terus saja aku pikirkan. Beda dengan ari yang selalu diselingi kebahagiaan saat pelajaran matematika datang. Sepertinya ari tidak pernah membenci pelajaran apapun, kecuali pelajaran Olahraga.
"Baik anak-anak, kita selesai sampai disini dan besok akan ibu lanjutkan lagi"
"Baik bu, Terima kasih" Jawaban serentak satu kelas. Semua siswa langsung bergegas untuk segera pulang. Aku dan ari secara bersamanya bergegas keluar dari kelas.
"Eh, eh, eh bentar dulu dong kok buru-buru amat" Suara yang tidak asing aku dengar di telinga. Suara cempreng yang suka membuat kekacauan dan kegaduhan dimanapun ia berada.
"Kita mau pulang yuri" Jawab ari pada yuri dengan nada agak ketakutan.
Yuri adalah ketua geng yang suka merundung anak-anak lemah tapi dia bodoh. Dia memiliki 4 anggota dalam gengnya yaitu dina, Ratih, yuri dan bela. Aku selalu diam jika mereka merundung, tapi kali ini aku akan melawan dan tidak ingin menjadi orang terlemah dalam pandangan mereka.
"Jangan buru-buru dong, nih bawain dulu tas aku" Senyum licik ku mulai mencuat. Yuri dan kawan-kawan memberikan tas itu padaku dan ari. Tanpa banyak bicara aku langsung merampas tas yang di gendong ari. Sekarang tas ini sudah dalam genggamanku jadi aku bebas melakukan apapun.
*brakkkk*
"selesai" Ucapku sambil tersenyum kepada mereka. Karena tas itu sudah berakhir di dalam tong sampah.
"Apa-apaan ini, kamu gila ya" Tangannya meremas bahuku, lalu aku menghempaskan nya dengan keras.
"Memang gila" Menjawab dengan santai adalah cara yang terbaik mulai saat ini.
"Hey, kamu udah gila beneran ya key" Lagi-lagi tangan dina juga menarik rambutku dengan keras. Tanpa basa-basi tubuhku melintir dan berusaha melepaskan tangannya dengan paksa. Lalu aku mendorong tubuh dina hingga ia terkapar di atas lantai. Ari yang dari tadi tercengang mulai tersenyum dan tepuk tangan karena ia melihat apa yang aku lakukan pada geng mereka.
"Mulai hari ini, aku sama ari gak takut dengan kalian. Oh iya satu lagi, kalau kalian mau jadi preman jangan disini mendingan di terminal sana dan jangan lupa bersihin tasnya bau banget tuh" Tanganku melambai sebagai isyarat untuk meninggalkan mereka semua. Aku bergegas pergi dan ari mengekoriku ikut bergegas pergi juga dari hadapan geng mereka.
"Iihhhh, aku benci kamu key awas saja nanti akan aku balas kamu" Badanku berbalik dan hanya menjulurkan lidah dengan tatapan yang begitu menjengkelkan. Kali ini aku sudah benar-benar muak dengan perilaku mereka.
Selama aku masuk sekolah di SMP ini, mereka merundungku dengan ari dan kami hanya diam saja. Tapi kali ini aku akan melawan apapun keadaannya agar tidak dapat direndahkan oleh siapapun karena kita sama-sama manusia.
"Key hebat banget, gila" Aku hanya menatap ari dengan wajah datar. Sedangkan tatapan ari padaku sangat kagum bukan main. Karena selama ini ari tidak pernah melihat aku melakukan hal seperti itu.
Meskipun ari dan aku sudah berteman lama tapi ada hal yang belum ari ketahui tentangku. Yaitu kehidupan keluarga yang hancur tanpa tuan. begitu juga denganku yang tidak pernah mengetahui latar belakang pekerjaan keluarga ari, yang jelas mereka orang kaya.
"Udah sana pulang, itu mobil ayahmu sudah jemput" ucap ku sambil menunjuk ke mobil hitam yang parkir di depan sekolah. Ari adalah anak orang kaya yang berbanding kebalik dengan kehidupanku. Dia juga tidak tau, seperti apa keluargaku. Tapi yang jelas keluarga ari adalah impianku yang ingin memiliki ayah dan ibu sama seperti ari. Menyayangi dia dan tidak pernah meninggalkan dia sampai kapanpun.
"Yaudah key, aku duluan ya" Lambaian tangannya aku balas dengan senyuman.
"Hati-hati" Teriakku.
Aku pulang dengan melewati jalanan biasa. Tapi yang tidak biasa kali ini adalah pulang dengan berlari. Aku akan melakukan lari setiap hari pada saat pulang untuk membiasakan jantungku agar tidak terkejut bila aku berlari kencang. Hitung-hitung ini adalah langkah awal aku untuk memulai bermain bola.
Sekarang aku tau, tidak perlu memiliki bola terlebih dahulu tapi kita harus melatih fisik dan mental lalu skil yang kita asah. Mungkin begitulah awal kata dari buku yang aku baca tadi. Dan hampir sama juga bila dikaitkan dengan ucapan sang kakek dalam mimpiku saat itu.
Tapi sayangnya mimpi itu hanya kebetulan karena datangnya hanya sekali. Andai saja mimpi itu datang lagi pasti bakalan enak untukku bertanya kembali pada si kakek. Biarlah sudah, saat ini aku pulang saja.
Setiap hari aku lakukan hal biasa setelah pulang sekolah. Yaitu pulang berganti baju, lalu berganti tempat menuju jalanan untuk menjajakan koran. Meski waktu menjajakan koran hanya sedikit, setidaknya aku bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah sebagai simpanan untuk membeli bola suatu saat nanti.
Setelah berjualan koran telah usai, tidak akan aku lewatkan untuk menonton latihan di lapangan. Walaupun jarak dari lapangan dan jalanan tempat aku jualan cukup jauh, setidaknya perjalananku kesana adalah suatu cara untuk melatih fisik berlari.
Sudah seminggu aku melakukan hal tersebut, hingga sedikit demi sedikit aku hafal tentang latihan fisik yang mereka lakukan. Aku terus mengasah berlari, serta pemanasan sehingga aku sudah terbiasa. Bahkan aku juga terbiasa berlari dan sekarang jantungku tidak berdegup kencang lagi. Mungkin jantung ini sudah damai dengan caraku berlari demi mengejar mimpi.
Sore itu di hari minggu, aku kembali ke tempat lapangan latihan. Tapi sayangnya tidak ada yang latihan disana. Padahal setiap hari mereka latihan meskipun hari minggu. Tapi kenapa pada saat ini tidak ada yang latihan sedikitpun. Memang sedikit kecewa tapi setidaknya aku akan latihan sendiri dengan beberapa ilmu dan gerakan yang aku ambil dari hari kemarin.
"Satu, dua, tiga, empat, lima"
"Hey" Aku terkejut mendengar suara itu datang tiba-tiba. Aku pikir itu suara setan yang datang menemani saat aku melakukan latihan gerakan pemanasan.
"Hmmmfuuuhh" Aku menarik nafas secara dalam-dalam lalu membuangnya dengan kencang. Perlahan aku membalikkan tubuh dan melihat ke belakang.
"Kamu? " Pikirku bertanya-tanya saat melihat seseorang laki-laki yang tidak asing bagiku. Benar, itu laki-laki yang pernah menolongku saat terjatuh di lapangan. Dia juga latihan disini tapi aku tidak pernah melihatnya secara dekat apalagi berbicara empat mata saat ini bersama dia.
"Iya ini aku, kenalin namaku David dan kamu siapa" Aku menyambut salaman perkenalan darinya. Tapi rasaku masih canggung bila mengingat kejadian dilapangan pada saat itu.
"A.. Aku keyla, panggil saja key" Jawabku menahan malu saat menatap matanya.
"Aku lihat kamu sering berlatih disini saat kelompok kami selesai latihan, apakah kamu mau masuk klub bola?" Aku hanya diam dan terus menatapnya.
*plak*
"hey" Tepuk nya di bahu membuatku terkejut dan langsung memalingkan wajah ke sembarang arah.
"Kamu ngelamun?" Sejenak aku menghembuskan nafas saat David kembali bertanya. Langkahku menepi dan duduk bersandar di pohon besar yang ada di pinggir lapangan. David juga mengikutiku duduk di pohon besar. Dan hanya ada kami berdua di lapangan saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments