Alima Dasar

Alima Dasar

CAHAYA HIDUPKU

"Demi Tuhan, aku membenci datangnya cahaya remang-remang yang berlaku sewenang-wenang!" murka bocah perempuan di ambang pintu.

Petang hari ketika matahari di atas punggung gunung, ayahnya baru pulang bekerja.

Mataku tersakiti ketika seseorang mengetuk pintu rumah keras-keras, tanpa berujar sepatah kata pasukan berseragam biru membelenggu kedua tangan ayahku, menjadi sekat ikatan ini.

Ketidakadilan telah membawa pergi cinta pertamanya.

Kini dia tinggal berdua bersama ibunya yang berusia setengah abad, bernama Ruhina bermakna wangi, senantiasa  menebarkan aroma wangi dalam keihklasannya pada kesendirian hati.

Usai tragedi di malam mencekam itu, tekadnya menjadi seorang pengacara adalah tepat. Walau membuat ibunya mati dua kali.

Hingga datang cahaya yang mengusir kegelapan dalam hidupnya. Dalam pertemuan 6 hari, 8 jam menghabiskan waktunya berbicara pada sebuah Mannequin laki-laki di kelasnya.

Tuhan memang Maha Adil. Di saat kehidupan keluargaku baik-baik saja, di sekolah begitu buruk.

"Apakah lo selalu diam seperti ini?" tanya Alima dengan santai kepada seseorang yang duduk di sebelahnya.

Seperti tertindih benda berat saat tertidur, seumur-umur baru kali ini telinganya mendengar pertanyaan itu.

Laki-laki itu masih membungkam mulutnya. Dimulai dari kedua alisnya yang menyatu, terlihat akan mengatakan sesuatu.

Namun hasilnya nihil. Dia malah menjauh dari Bia dan pergi entah ke mana.

"Emang ada yang salah ya dari ucapan gue?" ucap Alima pergi menyusulnya.

Alima tidak akan menyerah sebelum teman sebangkunya itu mau mengatakan sesuatu padanya. Walau harus jungkir balik menaklukan setiap batu sandungannya.

"Maaf kalau gue salah," ucap Alima menghentikan langkahnya.

Alima menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya, "dimaafin ya, please. Gue nggak mau lo pindah tempat duduk dan gue harus sebangku sama Adi !" pinta Alima bersimpuh agar keinginannya dikabulkan.

Bukannya membantunya berdiri, dia pergi begitu saja.

Membuat Alima terlihat bodoh, bersimpuh di hadapan laki-laki seperti mengharap cintanya.

Untung saat itu tidak ada yang wara-wiri di sana, kalau ada bisa jadi buah bibir satu sekolah.

Laki-laki itu benar-benar tidak mengampuninya, ketika Alima kembali ke kelas dan sudah mendapati Adi duduk di bangku sebelahnya.

Ada dendam kesumat apa sampai Alima menolak keras dekat dengan Adi?

Laki-laki yang memiliki nama lengkap Adinata Dirja, bermakna paling unggul dan sangat selamat, berasal dari Kota Gudeg yang bertransmigrasi ke Ibukota Jakarta, karena di sekolah sebelumnya tidak lagi mendapat tempat di hati teman-temannya. Lantaran satu kesalahan, yaitu gugur dalam aksi "Germen" gerakan menyontek.

Sejak saat itu, dia berikrar untuk selalu jujur dalam hal apapun.

Kejujuran selalu membawa mujur, tapi di sekolah barunya orang yang jujur dibuat tersungkur.

Apa Alima membenci kejujurannya? Tentu bukan, dia tidak menyukai sifatnya yang mau menang sendiri.

Hal itu tentu akan membuatnya rugi, karena untuk berkata benar tidak harus dengan tindakan kasar.

"Pergi lo!" usir Alima menatap dengan pandangan yang berapi-api.

Adi beranjak dari tempat duduknya dan mendekatkan wajahnya pada Alima, dengan jarak cukup dekat.

"Kalau bukan karena terpaksa gue nggak akan mau kok duduk sebangku sama lo, tahu nggak kenapa?" ucap Adi perlahan menjauhkan dirinya dari Alima.

"Lo tuh berisik, sok asyik, cowok nggak akan betah sama cewek kaya gitu, cuma gue yang bisa bertahan!" lanjut Adi sambil menyilangkan tangan di depan.

"Oh iya? Gue masih mending dong sok asyik, dari pada munafik?" ucap Alima membuat Adi terdiam.

"Tolong hentikan pertikaian ini !" ucap Samy tiba-tiba datang diantara mereka.

"Maaf ya, gue nggak bermaksud untuk buat lo masuk ke dalam masalah ini!" jelas Samy pada Adi membuat Alima geleng-geleng kepala.

"Santai aja Sam, udah biasa buat gue !" ucap Adi merangkul Samy. 

"Biar gue yang duduk di sini, lo bisa balik lagi," ucap Samy duduk di bangku sebelah Alima.

"Ini perlu dirayakan, akhirnya gue bisa lihat lo ngomong untuk yang pertama kalinya!" ucap Alima masih berdiri memandangi wajah laki-laki yang sudah membuatnya kehabisan energi.

Kring...Kring...

Semua berhamburan keluar untuk menghirup udara segar, setelah di dalam mengalami sesak napas dihantam mata pelajaran matematika di jam akhir.

Ada yang ganjil, tidak ada hujan dan angin Alima tidak bergeser dari tempatnya duduk, merenungi suatu hal menganggu pikirannya.

Samy yang kebagian tugas piket hari itu. Menatap Alima begitu aneh.

"Kenapa nggak dilanjutin?" tanya Alima membuat Samy tersadar, dirinya ketahuan memperhatikan Alima.

"Apanya? Ngeliatin lo diem aja?" ucap Samy sontak membuat mata Alima melebar.

"Hah?" Gimana maksudnya?" tanya balik Alima mengernyitkan dahinya.

Samy memalingkan wajahnya, "Lo nggak sadar apa, kalau udah jam pulang?"

"Apa peduli lo, soal gue pulang atau nggak?" ucap Alima membuang muka.

Beberapa menit kemudian, Alima memanggil Samy untuk menjawab pertanyaannya dengan jujur.

"Menurut lo, gue orangnya cerewet ya?" tanya Alima serius.

"Oke, lo mau gue jujur aja atau jujur banget?" ucap Samy membalikkan badannya menatap Alima begitu tajam menghujam jiwa.

"Wah, gue sangat terkejut ternyata lo orangnya bisa bercanda juga ya!" ucap Alima beranjak dari tempat duduknya sambil tepuk tangan.

Bercandanya orang pendiam sudah membuatnya terkejut, bagaimana dengan diamnya orang suka bercanda.

Hal itu yang dirasakan sebelum beranjak dewasa.

Masa kecilnya selalu kenyang dengan canda tawa dari keluarganya yang utuh. Sekarang sudah berubah arahnya.

Di sisa waktu hidup ibunya, Alima berharap mampu memberikan kebahagiaan.

Alima Puspandari seorang gadis sederhana, namun siapa sangka memiliki IQ di atas rata-rata, sekelas Albert Einstein dan Leonardo Da Vinci.

Hal itu tidak membuat teman-teman SMA nya iri, dengki. Sebaliknya, kehadiran Alima membuat segalanya menjadi mudah.

Dia berpikir, ini bisa menjadi peluang usaha nya. Di dunia ini tidak ada yang gratis bukan?

Mungkin yang gratis hanya raga, bagian organ tubuh, dan nyawa pemberian dari Tuhan.

Itupun titipan.

Laki-laki yang duduk di sebelahnya adalah, Samy Fajar Ahsa.

Seorang Pradana Pramuka yang optimis di tangannya ekstrakurikuler pramuka SMA Superior, jaya.

Di dunia ini adakah manusia yang paling sempurna? Samy Fajar Ahsa hampir mendekati sempurna, dari keluarga berada, harta tidak habis 7 turunan, rumah yang megah, otak encer dan berparas tampan, sedikit bicara, senang dengan kesendirian.

Bukan berarti dia tidak ingin menikah, dan bahagia.

Saat itu Alima memasuki sekolah dasar pada umur 4 tahun dan mengambil program akselerasi pada jenjang SMA untuk mempercepat waktu tempuh pendidikannya sebelum melanjutkan pendidikannya ke UI.

Di usianya yang baru menginjak 18 tahun 11 bulan, dia bisa menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia dengan gelar sarjana hukum termuda.

Suka duka ikut mengiringi perjalanannya dalam mengudara, mengepakkan sayapnya menuju negeri Paman Sam, memilih melanjutkan bidang studinya di New York University dan mengambil program JD-LLM In International Law Program. Alima berhasil lulus dengan menyandang gelar JD (Juris Doctor).

Umumnya, dibutuhkan waktu selama 3-4 tahun untuk dapat mencapai gelar ini.

Biasa hidup bersama seorang ibu, kini dituntut menjadi anak mandiri.

Hari-hari memasak telur mata sapi.

Dengan biaya hidup yang mahal di negeri orang ini dia dipaksa untuk bisa berhemat.

Jika di Indonesia harga satu bungkus mie instan berkisar antara Rp 3.300 per bungkus, di Amerika harga satu bungkus mie instan bisa mencapai 25 ribu.

Dunia luar memang kejam!

...~BERSAMBUNG~...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!