Seorang laki-laki jangkung, berkulit putih, bermata sipit mengarahkan jari telunjuknya ke tombol shutter, kemudian menekannya dan membidik gambar seorang wanita paruh baya yang hendak masuk ke supermarket.
"Kenapa banyak sekali beli makanan snack, bukannya kamu sedang diet ya?" tanya Ibu.
"Hari ini aku mau makan semuanya!"
Alima dan Samy sampai di luar gedung.
Samy terus berjalan, sedangkan Alima masih berdiam diri saja.
"Kenapa masih di situ, ayo masuk!" ucap Samy membuat Alima tersentak dari lamunannya.
"Maaf aku nggak bisa,"
Samy menghampiri Alima. "Kamu itu emang nggak bisa ya menepati janji, belum satu jam udah berubah!"
"Ini pilihan aku, tolong jangan memaksa!" jelas Alima memalingkan wajahnya.
Samy tidak bisa berbuat banyak. Jika memang itu yang Alima inginkan.
Dia membiarkannya pergi, meski sulit untuk melepaskan.
Alima menolak keinginan Samy sebab teringat akan janjinya pada Sang Ibu.
***
Terbang di atas awan, Alima melihat lebih dekat gumpalan putih seperti kapas melayang di langit biru.
Tidak ingin melewatkan panorama keindahan itu, dia mengambil handphonenya di tas untuk diabadikan.
Ada sesuatu yang janggal di dalam tasnya, ternyata kompas milik Samy ikut terbawa.
"Dasar pelupa! Dia pasti mencari kompas ini," keluh Alima.
Setelah keluar dari supermarket, wanita itu mengajak Ibu Alima mampir ke toko bunga.
Wanita itu meminta tolong pada salah satu karyawan di sana untuk membungkus makanan snack yang dibeli tadi dijadikan buket, dia juga membeli kalung bunga.
"Ibu jadi bingung, dari semua yang sudah kita beli nggak ada satupun di daftar belanja, semua ini untuk apa?" tanya Ibu penasaran.
"Kalau aku kasih tahu sekarang, bukan kejutan namanya!"
Matahari terbenam, mereka pun kembali ke rumah. Bersolek memakai kebaya terbaik karya perancang busana langganan keluarga wanita cantik itu.
"Kecantikan Ibu begitu sempurna saat memakai kebaya!" ucap wanita itu sambil memutar badan Ibu Alima. "Kita berangkat sekarang ya Bu."
Penampakan pakaian menggunung di kamarnya, Samy sengaja mengubrak-abrik mencari kompas miliknya.
"Ke mana lagi aku harus mencari kompas itu, apa mungkin tertinggal di rumah sakit?" ucap Samy berkelintaran. "Atau jatuh saat kejadian di luar gedung waktu itu?" Tangannya merogoh saku celana mengambil handphonenya.
Samy mengurungkan niatnya ketika ingin menghubungi temannya di kantor untuk menanyakan soal kompas, karena dia pikir nanti akan jadi bahan lelucon di sana.
***
Sampainya di Bandar Udara, wanita itu membuka pintu mobilnya, dan menggandeng tangan Ibu Alima yang kedua matanya tertutup kain.
"Oke Ibu, kita sudah sampai di tempat tujuan!"
Seorang wanita cantik menarik koper keluar dari pintu bandara.
Senyumnya merekah, ketika melihat orang-orang yang dicintainya ada di depan mata.
"1, 2, 3, surprise!"
Hati yang kering kerontang kini tersirami hujan yang mengalir deras, sederas rindunya pada putri tercinta.
"Alima, anak Ibu!" ucap Ibunya memeluk erat tubuh Alima. "Katanya kamu nggak bisa pulang?"
Wanita itu tampak matanya berlinang-linang karena dilanda rasa haru menyaksikan pertemuan seorang Ibu dan Anak yang lama tidak berjumpa.
Alima mengusap buliran bening di pipi Ibunya. "Maafin Alima ya, udah buat Ibu panik!"
"Maafkan Kiyara juga ya Bu, semua ini adalah rencana Alima!"
Alima tertawa kecil. "Tetap ya aku yang salah, tapi semuanya memaafkan dong?"
Wanita itu mengalungkan bunga pada Alima, juga memberikan buket snack yang dibelinya.
"Aku dan Ibu udah beli buket snack, kalung bunga, sewa kebaya mahal, nggak adil kalau cuma kata maaf doang," ucap wanita itu. "Traktir makan ya!"
"Bukannya lo lagi diet ya?" tanya Alima.
"Khusus hari ini aku bisa makan enak-enak, merayakan kedatangan sahabatku!"
Mereka berhenti di salah satu restoran ternama di Jakarta.
Tempatnya strategis, restoran berkelas bintang 5 dengan interior yang super mewah dan elegan.
Wanita tersebut tampak bahagia bisa kembali menginjakkan kakinya di restoran itu.
"Lo sering ya ke restoran ini? Karena gue lihat udah familier gitu," tanya Alima.
Wanita itu tercengang. "Wow, selain profesinya yang sebagai seorang pengacara ternyata kamu juga pandai membaca ekspresi seseorang ya!"
"Tapi kamu nggak salah kok, restoran ini adalah tempat yang sering aku kunjungi sama pacar dulu sebelum akhirnya dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di New York, dan yang buat aku kaget restoran ini ternyata milik keluarganya! Gila, kan?"
Alima mengangguk. "Itu artinya lo nggak pernah ngeluarin uang sepeserpun dong buat makan di sini? Berarti malam ini gue lolos!" ucap Alima kegirangan.
"Jangan dong, nggak enak juga kali. Lain kali deh aku ajak kamu sama ibu makan sepuasnya di sini, tapi nanti ya kalau pacar aku pulang ke Indonesia!" ucap Wanita itu membuat Alima memanyunkan bibirnya.
"Kapan mau mengenalkan calon suami kamu ke Ibu?" sahut Ibunya membuat Alima menelan ludahnya.
"Jangankan calon suami Bu, teman laki-laki aja Alima nggak punya!" ucap Alima dengan wajah ditekuk.
"Makanya jangan sering menghindar kalau ada cowok yang deketin, nggak enak bukan jadi jomblo?" ucap Kiyara tertawa.
Alima tidak terlalu sibuk memikirkan urusan jodohnya. Karena tahu, jodohnya sudah tertulis sebelum dia dilahirkan ke dunia.
Fajar menyingsing, kepala Samy mulai merasa pening karena terus memikirkan Alima.
"Temui dia di apartemennya kali ya?" ucap Samy menuju ke apartemen Bia.
Tirai jendela apartemennya tertutup, debu-debu terlihat menempel di lantai.
"Alima paling nggak suka sama yang namanya tempat kotor, apa mungkin masih tidur?" ucap Samy di depan pintu apartemen Alima.
Tok..tok..tok...
Berkali-kali Samy mengetuk pintu apartemennya, namun tidak juga terlihat batang hidungnya.
Dia merogoh saku celananya, mengambil handphone untuk menghubungi Alima.
"Saya ada di luar apartemen kamu, cepatlah keluar!" desak Samy.
"Maaf anda siapa ya? Ibu kos bukan? Eh tapi dari suaranya seperti bapak-bapak?" tanya Alima dengan santai.
Samy menghela napas berat. "Tolong jangan bercanda, dari tadi saya telepon kamu nggak diangkat terus sekarang kamu mau cari alasan apa lagi?"
"Kok jadi marah, saya tanya baik-baik juga!"
Samy mencoba untuk tenang. "Alima ini saya, Samy. Saya ke sini mau menanyakan hal penting sama kamu!"
"Oh jadi dari tadi itu kamu yang telepon, maaf aku nggak tahu," ucap Alima lirih.
"Tunggu, kamu tadi bilang ada di depan apartemen aku ya, ngapain coba?" tanya Alima mengernyitkan dahinya.
Samy mengelus dada.
Mendengar ucapan Alima, yang hampir membuatnya naik pitam.
"Saya minta kamu keluar sekarang!" ucap Samy.
"Kamu tunggu sampai berlumut pun aku nggak akan keluar, karena aku udah nggak ada di sana!" jelas Bia membuat mulut Samy menganga lebar.
"Apa? Kenapa kamu nggak bilang dari awal kalau kamu udah pergi dari sini?"
Alima menyipitkan matanya. "Untuk apa? Toh nggak ada menariknya buat kamu!"
"Udah ya, aku tutup teleponnya!" lanjut Alima menutup teleponnya.
Samy pergi meninggalkan apartemen Alima.
Dalam hati, dia mengutuk dirinya sendiri, karena tidak bisa menahan dirinya untuk berhenti berhubungan dengan wanita di masa lalunya. Untuk apa saya ngotot mencari kompas itu? Kompas itu memang pemberiannya, Tetapi rasa cinta diantara kami sudah hilang, lantas mengapa masih mengharapkan kompas itu kembali?
Kiyara berteriak memanggil nama Alima, sambil melompat-lompat kegirangan, terus memandangi layar handphonenya.
"Ada apa sih, lo kira ini di hutan apa?" tanya Alima turun dari tangga.
Kiyara menunjukkan foto undangan di handphonenya. "Kamu lihat ini, keluarga pacar aku mau undang aku dan keluarga ke acara peresmian hotel nya besok di Bandung!" Kiyara menundukkan wajahnya.
"Kenapa, ada masalah?" tanya Alima.
"Mama dan Papa pergi ke luar kota, mana mungkin aku bisa menghadiri acara ini?" ucap Kiyara menggigit bibirnya.
Kiyara mendapat ilham. "Gimana kalau kamu dan Ibu yang ikut bersamaku?" ucap Kiyara membuat Bia menggelengkan kepalanya, tidak setuju. "Please mau ya, kamu nggak kasihan apa sama aku?"
"Kok asem gitu mukanya, sebelumnya Ibu dengar ada suara tawa di sini, ada apa?" tanya Ibu Alima tiba-tiba muncul diantara mereka.
"Ibu setuju ya besok untuk menemani Kiyara?" desak Kiyara sambil memohon.
Alima mengedipkan matanya sebelah.
"Kalau Alima setuju, Ibu ikut saja!"
"Hore! Terima kasih Ibu!" teriak Kiyara.
Alima menyusul Ibunya ke dapur dan menanyakan alasan menyetujui ajakan Kiyara.
"Kenapa harus cemas, Kiyara sudah Ibu anggap seperti anak ibu sendiri!"
"Terus apa yang akan Ibu katakan sama mereka tentang kita?" tanya Alima penasaran.
"Apa susahnya berkata jujur, dengan jujur nggak akan buat kita merasa hina bukan?"
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments