Pulang malu, tak pulang rindu!

Benak dia tetap tertutup rapat. Walau ketika kelopak mata berkedip terbuka, hati selalu bertanya-tanya apakah di balik itu ada kesadaran?

Alima terus menggigit bibirnya, karena belum menerima kabar kondisi telah aman.

Dia tidak sengaja mendengar ucapan dua orang petugas yang keluar dari sebuah ruangan.

Mereka mengatakan, bahwa saat ini Samy dalam keadaan darurat.

Sontak membuat hatinya terguncang.

Dan memutuskan pergi, melihat keadaan mantan kekasih di rumah sakit.

Namun langkahnya terhenti, saat salah seorang petugas memanggil namanya, memperingatkan untuk tinggal di tempat itu, sebab masih dalam proses penyidikan.

Alima semakin merasa bersalah, jika sampai Samy pergi tanpa mengetahui kebenarannya.

***

Kedua mata Samy perlahan membuka.

Mengarah pada seseorang yang berada di dekatnya.

"How are you doing right now?" (Bagaimana keadaan kamu saat ini?) tanya Dokter.

"I feel better than before," (Saya merasa lebih baik dari sebelumnya)"

Matanya mencari-cari sesuatu sampai ke sudut-sudut ruangan.

Kemudian menatap handphonenya yang ada di atas meja. Sebanyak 5 panggilan masuk dari Sang Pujaan Hati yang terabaikan.

"Honey, are you okay?" tanya Pujaan Hati dengan wajah pucat.

"Don't worry, I'm fine here!" (Jangan cemas, aku baik-baik saja di sini!)

"Bagaimana aku nggak cemas, kalau kamu ada di sana saat kejadian itu!" ucap Pujaan Hati menggerutu. "I miss you so much."

Samy terdiam, tanpa membalas ucapan dari Sang Pujaan Hati, lalu mengakhiri teleponnya.

Tidak suka bila berdiam diri terlalu lama, Samy pun beranjak dari hospital bed, pergi ke kamar mandi untuk mengganti pakaian.

Dia keluar dengan memakai seragam dinasnya yang telah disediakan oleh teman-temannya, dan kembali ke kantor.

Senja telah merangkul malam.

Langit sunyi, tiada bintang dan bulan yang menghiasi.

Bagaimana Alima? Dia membuang dirinya karena memikirkan Samy.

"Lebih baik aku berdoa, mungkin bisa meringankan masa sulitnya!" ucap Alima menundukkan kepala, sambil menutup kedua matanya.

Di sela-sela Alima berdoa, terlihat dua orang petugas berjalan cepat menuju koridor.

Dia membuka mata, berjalan dengan langkah pelan mengikuti petugas yang ternyata di sana mereka sedang menyambut kedatangan Samy.

Dada yang terasa sesak menjadi lapang. Karena dapat melihat wujudnya lagi. 

Samy berjalan, tetapi melewati Alima begitu saja. Jangankan menyapa, sebuah senyuman pun tidak hadir menghiasi wajahnya.

Alima berbalik badan, dan merogoh saku cardigannya, tidak sengaja mendapatkan sesuatu di dalam sana.

"Kompas ini terakhir kali aku kasih ke Samy," ucap Alima memandangi kompas yang ada di tangannya. "Kenapa bisa ada di sini ya?"

Malam yang sulit akhirnya pamit, matahari telah terbit, Alima baru menguap sambil mengucek kedua matanya, nyawa belum terkumpul sudah ada seorang petugas di hadapannya.

"Now you can sleep well at home!"(Sekarang anda bisa tidur nyenyak di rumah!) ucap Petugas membuat mata Alima melebar.

Tanpa panjang lebar, Petugas pun pergi meninggalkannya sendiri.

Alima merasa bersyukur karena dirinya tidak terbukti bersalah.

Walau hati kecilnya ingin di sini, mengutarakan kebenarannya pada Samy meski tahu selalu mendapat penolakan.

Rompi anti peluru sudah terpasang di badan. Samy dan teman-temannya bersiap mencari komplotan penyebab kerusuhan di luar gedung kemarin.

Sebelum berangkat, dia menemui Alima terlebih dahulu.

"Saya minta maaf karena waktu itu sudah menuduh kamu," ucap Samy lirih.

Alima mengangguk seraya tersenyum. "It's okay."

"Jaga diri kamu baik-baik," lanjut Samy tersenyum tipis.

Alima tidak percaya, dia akan melihat senyum itu lagi.

"Kalau gitu aku harus pergi, bye!"

Berat rasanya Alima melangkahkan kaki, Samy memilih diam tidak ingin mencegahnya.

Barangkali Tuhan memang menginginkan dia menjalani hidup dengan kebencian seseorang di masa lalunya.

Samy berjalan beriringan bersama Alima menuju luar gedung.

"She's a sweet girl!" (Dia gadis manis!) ucap lirih seseorang memakai buff berwarna hitam di depan toko seberang jalan.

Matanya begitu cepat menangkap sosok misterius berdiri di depan toko baru saja meninggal tempat tersebut. Melihat itu Samy berlari menyusul Alima yang sudah pergi dulu.

"Alima tunggu!" teriak Samy dari jauh.

Alima tidak mendengar panggilan Samy, dan terus berjalan.

Di tengah jalan, Alima mendapat telepon dari Ibunya, setelah beberapa hari tidak berkabar.

"Kamu ke mana saja, kenapa kamu  nggak telepon Ibu?"

"Maafin Alima ya Bu, Ibu tahu kalau jadwal Alima di sini tuh padat banget, tapi khusus hari ini Ibu boleh ngobrol sepuasnya!"

"Ibu nggak banyak ngomong sama kamu, cuma mau tahu kapan kamu pulang?" ucap Ibunya mendayu menyedihkan hati. "Rindu sekali sama anak Ibu ini."

Alima menghela napas berat, "Gimana ya Bu, di sini Alima belum bisa ambil cuti untuk bisa pulang, maaf ya Bu,"

Apalah arti sebuah rindu, jika tidak berbalas temu.

Di usia setengah abadnya masih sering mengelus dada.

"Alima!" teriak Samy menghampirinya.

Dengan sigap Alima menutup lubang speaker di handphonenya.

Dia tidak ingin Ibunya mengetahui dirinya bersama Samy.

"Halo Alima, kamu ngomong apa? Ibu nggak bisa dengar!" tanya Ibunya.

Alima menyuruh Samy untuk tidak bicara.

"Iya Bu, sepertinya sinyal di sini agak buruk. Alima tutup dulu ya teleponnya!" Alima menutup telepon dan menanyakan alasan Samy menemuinya.

"Kamu mau bicara soal apa?" tanya Alima.

Samy tidak menjawabnya.

Alima mencoba bersikap tenang. "Oke, sekarang kamu boleh bicara!"

"Saya takut kamu dapat masalah!"

"Masalah? Iya benar, aku hampir aja dapat masalah karena kamu tiba-tiba datang!" jelas Alima membuat Samy mengernyitkan dahinya.

"Maksudnya?"

"Kamu tahu nggak, tadi aku bicara sama siapa di telepon?" ucap Alima. "Ibu aku!"

Samy tidak mengerti maksud dari Alima. Apa salahnya jika Ibunya mengetahui keberadaannya.

Alima menutup mulutnya rapat-rapat.

"Sebenarnya apa maksud kamu nyamperin aku?" tanya Alima mengalihkan pembicaraan.

"Saya rasa lebih baik kamu tetap tinggal di kantor!" ucap Samy membuat mata Alima melebar.

Alima menggeleng tidak setuju. "Sehari aja di sana udah buat aku bagai di neraka, terus kamu mau aku tinggal lebih lama?" ucap Alima. "Maaf aku nggak bisa."

"Saya janji akan turuti semua kemauan kamu, agar mau tinggal di sana," desak Samy membuat Alima berpikir.

"Bagaimana dengan ego kamu yang nggak pernah mau bicara sama aku?"

Samy menelan ludah. "Termasuk itu juga."

Di satu sisi, Ibunya merasa ada yang janggal setelah mengakhiri teleponnya dengan Alima.

"Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Alima ketakutan?" ucap Ibunya beranjak dari tempat duduknya.

Seorang wanita berparas cantik, body goals, menghampiri Ibu Alima yang sedang bersusah hati.

"Ibu, besok temani saya ke supermarket ya, karena ada beberapa stok bahan makanan di dapur yang sudah habis!" ucap wanita itu menyeringai.

......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!