Menyapa Mantan Di Negeri Paman Sam

Glup ! Alima menelan ludahnya ketika melintas di jalan yang penuh dengan gerobak dan kios makanan menghiasi jalanan New York.

Aroma nikmat itu mengusik indera penciumannya.

Tidak tahan dia pun berlari  menghampiri salah satu penjual makanan cepat saji, hot dog.

Yang benar saja, sesampainya di sana antrian begitu memanjang.

Jika menunggu, keburu mati kelaparan.

Tetapi hanya di tempat ini yang tidak banyak menguras kantongnya.

Wiu wiu wiu....

Alima mendengar bunyi sirine mobil polisi yang sedang bergerak mendekatinya, merasakan nada yang didengarnya semakin tinggi.

Memakai rompi anti peluru, penutup kepala, kaca mata hitam, kemeja putih, dan berdasi hitam.

Mereka keluar dari mobil perlahan-lahan dengan membawa pistol di tangan.

Dua petugas mengamankan penjual makanan jalanan itu, lainnya menggeledah kiosnya mencari bukti-bukti.

Dan salah seorang petugas menatap Alima begitu lekat, tatapan itu berlangsung selama 3 menit.

Matanya bersinar seperti kilat perak ketika menatapnya.

Dalam hati, dia menyesali hari ini. Dari semua tempat yang ada di dunia ini, kenapa kamu harus kembali ke kehidupan ku, Alima?

Tanpa basa-basi, petugas itu membawanya ke kantor FBI setempat untuk dimintai keterangan.

Dag Dig Dug... suara kencang itu berasal dari detak jantung Alima saat memasuki ruang dengan cahaya redup, dan sempit benar-benar membuatnya tersiksa.

Petugas menebar senyum lalu mempersilakannya duduk.

Dengan tubuh gemetar, telapak tangan mulai berkeringat, sesekali menutup kedua matanya menyingkirkan bayang-bayang kematian di angan-angan.

"You don't have to be afraid, we just want you to tell the truth!" (Anda tidak perlu takut, kami hanya ingin anda berkata jujur) ucap seorang Petugas di hadapannya.

Matanya melebar, membuat hidung laki-laki berseragam itu berkerut.

"What's your name? Where are you from?" (Siapa nama anda? Dari mana anda berasal?) lanjut seorang Petugas memperlihatkan gigi putih berserinya.

"My name is Alima, I'm from Indonesia!" (Nama saya Alima, saya dari Indonesia) jelas Alima sambil menggosok telapak tangannya yang berkeringat.

Petugas sambil menghentakkan jarinya ke meja, "Indonesia is my dream country!" (Indonesia adalah negeri impian saya!).

"What food is good there?" (Makanan apa yang enak di sana?)

"Lots of! There is a meatball, chicken noodles, chicken satay," ucap Alima menghitung macam-macam makanan dengan jari tangan.

"Oh yeah fried rice! Mr. Barack Obama really likes it!" (Oh iya nasi goreng! Bapak Barack Obama benar-benar menyukainya!) Petugas tersenyum tipis mendengar ucapan Alima.

Seketika Alima merasa mulutnya dipaksa untuk mengikuti ketukan suara yang perlahan menjadi sebuah bentakan.

"Why do you buy food in that place?" (Mengapa anda membeli makanan di tempat itu?) tanya Petugas, matanya menelisik, mencari-cari apa ada jejak kebohongan di mataku.

Alima mencoba bersikap tenang, "Because it's cheap and it feels good!" (Karena murah, dan rasanya enak!)

Petugas berhasil membuat urat-urat di wajah Alima menegang.

"Did you know that the food contains drugs?" (Tahukah Anda bahwa makanannya mengandung obat-obatan?) jelas Petugas itu kembali membuat Alima membuka matanya lebar-lebar.

Matanya kosong, sekosong jiwanya.  Petugas langsung menyimpulkan Alima terlibat dalam kasus ini.

"Please believe me Sir that I am not a criminal!" (Tolong percayalah Pak kalau saya ini bukan seorang penjahat!) seru Bia mencoba menghentikan langkah petugas itu.

Kruk..kruk.. Alima meremas perutnya.

"You heard that sound?" (Kamu dengar bunyi itu?) tanya petugas mendadak menghentikan langkahnya.

"Sorry Sir, it comes from my stomach!" (Maaf Pak, itu berasal dari perut saya!)" ucap Alima menundukkan wajahnya.

Kemudian petugas itu membawanya ke sebuah ruangan, di mana malah mempertemukannya dengan Samy Fajar Ahsa.

Mantan kekasihnya saat di SMA.

Yang saat ini sedang bertugas di sana, setelah lulus akademi FBI.

Dengan mata terbuka lebar dan mulut menganga, keringat yang berhenti bercucuran. Alima berjalan perlahan mendekati Samy.

"Sam, jadi tadi itu benar-benar kamu?" tanya Alima.

"Apa kabar kamu, sombong banget nggak nyapa!" lanjut Alima memanyunkan bibirnya.

"Penting buat saya?" ucap Samy memalingkan wajahnya.

Alima menghela napasnya berat, "Serius Sam, setelah bertahun-tahun kita nggak ketemu dan ini adalah ucapan pertama yang aku dengar dari mulut kamu?"

"Bukankah dulu kamu bilang nggak mau melihat saya lagi?"

"Memang, tapi itu dulu bukan. Walau sudah nggak ada lagi ikatan di antara kita, apa nggak bisa kita berteman?"

"Setelah apa yang sudah terjadi dengan saya, kamu ingin kita berteman?" ucap Samy dingin dengan sorot mata yang tajam.

"Apa kamu nggak jijik mengambil kembali sampah itu?" lanjut Samy membuat mata Alima berkedip cepat. Samy pun pergi meninggalkan nya sendirian.

Namun langkahnya terhenti, saat sesuatu mencoba menarik rompi yang melekat di tubuhnya.

"Tolong jangan lakukan ini, saya bilang lepaskan!" teriak Samy membalikkan badannya, tapi nyatanya tidak terlihat apapun di sana. Karena ternyata rompinya tersangkut di bagian ujung kursi.

Di dekat jendela yang mulai usang, perasaaan yang dulu telah jauh ku buang, dan hilang.

Kembali datang, tak diundang.

Kepala Polisi memanggil Samy untuk membicarakan soal kasus yang tengah dihadapi saat ini.

Tidak hanya itu, Samy juga mendapatkan sanksi tegas karena berhubungan dengan komplotan penjahat, yang dimaksud adalah Alima.

Dirinya menyebutkan jika tidak mengenalnya sama sekali.

Meskipun tahu Alima mendengar semuanya, Samy tetap tidak peduli.

Alima terkejut, melihat Samy begitu sangat membenci dirinya.

"Sam tunggu, kenapa tadi kamu bilang nggak kenal sama aku? Apa karena kita sudah jadi mantan, kamu pura-pura lupa sama aku?" ucap Alima penuh penekanan.

"Kamu pikir saya bodoh, mengaku pada mereka mengenal seorang penjahat?" jelas Samy membuat wajah Alima muram.

Alima mendecak kesal, "Cukup, berapa kali sih aku harus tegaskan sama kalian, kalau aku ini bukan seorang penjahat!"

"Buktikan bahwa apa yang kamu katakan itu benar!" ucap Samy melangkah pergi.

Alima Puspandari bukan sosok yang mudah menyerah, sebab Samy harus tahu Alima meninggalkannya bukan atas kemauannya melainkan sebuah pilihan.

Sampai akhirnya menemukan Samy tengah duduk di bangku panjang depan ruang tunggu.

Langkah kakinya yang berat terdengar, Samy menoleh ke belakang sesaat, lalu kembali menghadap ke depan.

"Samy, aku mau bicara sama kamu!"

"Nggak ada yang harus dibicarakan lagi, dan nggak seharusnya kamu ada di sini!" ucap Samy beranjak dari tempat duduknya.

"Sayangnya saya nggak memiliki kewenangan untuk membuat kamu pergi dari sini!" lanjut Samy telapak  tangannya mengepal bak petinju.

"Please Sam, kali ini aja kamu mau dengar penjelasan dari aku," desak Alima.

Samy membalikkan badannya, menatap dengan pandangan yang berapi-api, "Bagian yang mana? Bagian kamu ninggalin saya begitu saja tanpa sepatah kata?"

Samy tidak mau lagi mendengar alasan Alima, dan lebih memilih untuk menjauh.

Alima tahu ini salahnya, meninggalkan  Samy tanpa kejelasan.

Andai pergi tidak meninggalkan luka

Pastilah tiada duka di setiap anak yang kehilangan orang tuanya.

"Itulah yang kamu nggak tahu Sam, kebenaran," ucap Alima memandangi punggung Samy yang semakin jauh.

...~BERSAMBUNG~...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!