Istri Rahasia Duda Tampan

Istri Rahasia Duda Tampan

Awal Yang Kacau

Disiang yang cerah, jalanan yang macet dan berdebu tak membuat seorang gadis cantik menyerah. Dia tetap semangat mengendarai sepeda motornya yang penuh dengan keranjang paket.

Bulir keringat berjatuhan membasahi tubuhnya, rambut yang kusam, bau matahari tak menggentarkan niatnya. Bagaimanapun setumpuk paket itu harus diantar hari itu juga.

Sesekali pandangannya tertuju kearah handphone yang memperlihatkan rute yang harus dilalui.

"Jalan Kenanga nomor empat lima." Setelah perjalanan panjang, akhirnya gadis itu sampai di tempat tujuannya.

Setelah memarkirkan sepeda motornya, dia pun membawa sebuah paket menuju gerbang rumah itu.

Sepi! Itulah kata yang pertamakali terlintas dibenaknya, saat melihat rumah mewah dengan gerbang tertutup tanpa ada yang menjaga.

"Permisi, paket!"

"Paket!"

"Paa keeeet!"

Tiga kali dia berteriak namun masih belum ada jawaban. Gadis itu melihat kearah sekelilingnya mencari seseorang yang bisa dihubungi, lalu kembali ke sepeda motornya untuk mengambil handphone.

Tombol panggilan pun ditekan, berdering namun tak kunjung diangkat.

"Apa aku lempar aja ya?" Batinnya mulai ragu. Jujur saja waktu adalah uang untuknya, dia harus mengejar semuanya agar tepat waktu, karena dia bekerja lebih dari satu tempat.

'Sreeeekkkkkkkkkk'

Suara pintu gerbang terbuka, gadis itu membalikkan pandangannya. Dengan sumringah dia menghampiri sosok wanita paruh baya yang beru saja membuka pintu gerbang itu.

"Maaf buk, saya mau ngantar paket, atas nama Audreymayna." Ucapnya terus terang.

"Aduh non, paket apa lagi ini? Dari siapa?" Wanita paruh baya itu berbicara dengan nada khawatir.

"Kekasihmu A!" Gadis itu membaca nama pengirimnya. Hanya itu nama yang tertera.

"Duh mending dibuang aja paketnya non! Saya nggak mau..."

'Praaaaaaang!' sebuah pot bunga terbuat dari kaca melayang bebas diatas lantai.

Mereka terkejut, dan langsung memandang kearah sumber suara. Sepasang manusia sedang berdebat didepan pintu rumah. Tak lama si pria meninggalkan wanitanya, masuk kedalam mobil dan melaju dengan cepat.

"Tidak! Motor ku!" Teriak gadis pengantar paket itu yang langsung berlari saat melihat sepeda motornya jatuh karena disenggol mobil pria arrogant tadi.

"Huh dasar pria arrogant! Marah ya marah, tapi lihat-lihat dong kalo jalan!" Gerutunya kesal, untung saja sepeda motornya tidak rusak, namun sialnya paket-paket yang harus dia kirim kini hancur berantakan.

"Duh non, nggak papa?" Tanya wanita paruh baya itu khawatir.

"Iya kali nggak papa buk, lihat nih paket saya hancur semua! Gimana dong?" Gadis itu mulai frustasi, dia takut kehilangan pekerjaannya.

"Maaf ya non, tuan saya tidak sengaja!"

"Tapi ganti rugi dong buk!" Keluh gadis itu.

"Sebentar!" Wanita paruh baya itu lari menuju pintu rumah, tempat seorang wanita muda yang tadi berdebat dengan pria arrogant itu.

Entah apa yang dikatakan wanita paruh baya itu, namun dia mendapatkan jawaban yang tidak enak.

"Itu bukan urusan saya! Lagian siapa suruh parkir didepan rumah orang!" Bentaknya dengan nada tinggi.

"Tapi nyonya!"

"Akh, berisik banget sih!" Wanita muda itu mendorong wanita paruh baya.

Dengan sigap gadis pengantar paket itu berlari. "Ibuk nggak papa?"

"Nggak papa non!" Jawab wanita paruh baya itu, seraya mencoba untuk bangkit.

Sedangkan wanita yang berperan sebagai nyonya tadi sudah melenggang santai masuk kedalam rumah.

"Memang orang-orang kaya tak punya hati!" Gerutu gadis itu kesal.

Wanita paruh baya itu merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah dompet kecil dan berbulu, lalu memberikan dua lembar uang merah kepada gadis pengantar paket.

"Non, maaf saya cuman bisa ngasih segini untuk ganti rugi yang tadi."

"Nggak usah buk, nggak papa, masalah paket paket itu biar saya yang urus, maaf ya buk, gara-gara saya ibuk jadi jatuh." Gadis itu menolak dengan halus, walaupun sebenarnya dia sangat butuh uang itu, tapi dia tau jika wanita paruh baya itu lebih membutuhkan.

"Yakin non?"

"Iya buk, nggak papa, ya sudah saya pamit dulu ya! Dan ini paket yang tadi, saya kesini hanya untuk menyampaikan amanah." Gadis itu pun meninggalkan rumah mewah tersebut.

Setelah perjalanan panjang yang menyebalkan akhirnya sepeda motor bebek itu parkir didepan sebuah gedung ekspedisi.

"Adelia Fredella!" Teriak seorang pria gendut dengan wajah merah seperti buah tomat, memasang ekspresi yang menyeramkan.

Hanya nafas kasar yang bisa dihembuskannya, menyesali nasip sial dipagi hari itu.

"Berapakali saya bilang! Sebagi kurir kamu harus antar paket-paket itu sesuai SOP! Sekarang lihat? Berapa banyak customer yang protes dan mengembalikan paketnya? Rugi besar perusahaan memperkerjakan mu disini!" Bentak pria gendut itu.

Adelia si gadis pengantar paket itu berusaha mencari cara untuk mencairkan bosnya.

"Hmm pak bos! Maaf, tapi itu bukan kesalahan saya, justru customernya yang salah, jadi gini pak...."

Adelia menceritakan kejadian yang telah menimpanya dengan detail, bahkan siap melakonkan semua adegan demi adegan yang telah terjadi.

"Itu bukan urusan saya! Pokoknya saya tidak mau tau! Mulai detik ini juga kamu saya pecat!"

"Ta-tapi pak bos!"

"Tidak ada tapi-tapian! Sekarang kemasi barang-barang kamu dan angkat kaki dari tempat ini.

Adelia hanya bisa pasrah, "Baiklah!" Ucapnya seraya mengulurkan telapak tangan kanan kedepan pria itu.

"Apa?" Tanya pria itu dengan mata melototnya.

"Gaji saya selama tiga bulan ini!" Jawab Adelia jujur, sudah tiga bulan dia tidak digaji dengan alasan yang tak menentu.

"Kamu masih minta gaji setelah kesalahan yang kamu lakukan? Cekh, bahkan gajimi saja tidak cukup untuk menutupi kerugian perusahaan! Tidak ada gaji gajian, sekarang kamu pergi dari sini!" Bentak pria itu lagi.

"Tapi pak!"

Pria itu tak memperdulikan Adelia, dia melenggang santai meninggalkan gadis itu.

"Akh sial!" Gerutu Adelia kesal, kemana lagi dia harus mencari uang tambahan.

Adelia mengemasi semua barang-barangnya dan terpaksa meninggalkan tempat itu.

Terik matahari semakin terasa, Adelia berjalan menyusuri trotoar sambil membawa sebuah kotak berisi barang-barangnya.

"Rumah bunga Hana!" Itu adalah tempat tujuannya.

Langkah kaki Adelia terhenti ditengah jalan, tepat didepan sebuah gang kecil. Sepertinya kesialannya pada hari itu masih terus berlanjut.

Tiga orang pria berbadan kekar telah menantinya. Adelia mulai berjalan mundur sehatu-hati mungkin, dia pikir mereka bertiga tak mengetahui keberadaannya, namun sial.

"Adelia Fredella! Hey, mau kemana kamu!" Teriak orang itu, membuat langkah Adelia semakin cepat.

Mereka main kejar-kejaran, nafas Adelia mulai tersengal, tak tahu harus sembunyi dimana.

Sebuah tangan mencengkeramnya dengan erat, menarik Adelia kedalam gang yang tembus ke area pasar.

"Zain?" Gumam Adelia saat menyadari jika lagi-lagi pria itu yang menyelamatkannya.

Zain membawa Adelia kedalam sebuah toko pakaian Yang sedang dipenuhi emak emak manja berburu diskonan.

Tiga pria itu mencari keberadaan Adelia, dan berusaha masuk kedalam toko itu, namun ganasnya emak emak berburu diskon membuat mereka tak bisa bergerak dan terpaksa keluar dari dalam toko itu.

"Kemana larinya dia? Kenapa cepat sekali! Akh lagi-lagi kita kehilangan dia." Ucap salah seorang pria berbadan kekar.

Akhirnya Adelia kembali bernafas lega, "Makasih Zain, lagi-lagi kamu menyelamatkan ku."

"Itu sudah menjadi tugas ku Del, bagaimanapun juga kita sahabatan sejak kecil."

Ya! Status sebagai sahabat kembali membuat sebuah ruangan didalam hati Adelia menjadi kosong.

Ingin rasanya dia meminta lebih dari itu, namun Adelia sadar jika posisinya saat ini sangat tidak memungkinkan.

"Zain! Kamu ini, toko sedang ramai, malah berduaan disini." Seorang wanita paruh baya datang memarahi Zain.

Toko itu milik orang tua Zain, dulu semasa orang tua Adelia masih hidup, keluarga mereka berteman akrab, bahkan sudah seperti saudara.

Ibu Zain sangat emosi saat melihat keberadaan Adelia didekat putranya. Padahal dulu dia sangat mendukung dan mengelu-elukan ingin memiliki menantu seperti Adelia.

"Iya buk, sebentar! Zain anter Adel pulang dulu ya."

"Ngapain harus dianter! Dia sudah besar, dan bisa jalan sendirian, lagian jarak dari toko ini ke rumah bordir itu nggak jauh." Bentak wanita itu.

"Tapi buk!"

"Sudahlah Zain, benar apa kata ibumu, tempat tinggal ku dekat, dan aku bisa jalan sendirian kesana, lebih baik kamu bantu-bantu disini, kasihan toko sedang ramai." Adelia masih bisa tersenyum tipis, walau nyatanya perih.

Sebutan rumah bordir sangatlah kejam, Adelia tahu kini dia tinggal dengan Hana, seorang wanita yang berumur sepuluh tahun diatasnya.

Status pekerjaan Hana lah, yang membuat semua orang menyebut tempat tinggal mereka sebagai rumah bordir.

Adelia pun berpamitan dan meninggalkan tempat itu. Jam sudah menunjukkan pukul tiga siang hari, namun Adelia tak kunjung sampai, membuat Hana merasa khawatir.

Terlebih pesanan toko bunga hari itu sangatlah padat.

Tak berselang lama suara pintu terbuka pun terdengar. Hana bergegas menemui Adelia yang berjalan gontai.

"Kamu kenapa Lia?" Tanya Hana khawatir.

Terpopuler

Comments

Allin IG (@nur_okta.viani)

Allin IG (@nur_okta.viani)

Ya ampun Hana, mending out deh

2022-11-10

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!