Adelia hanya menggelengkan kepala, namun melihat kotak bawaannya Hana tahu pasti telah terjadi sesuatu.
Hana membawa Adelia duduk disofa, lalu mengambilkan segelas air hangat.
"Ini, minumlah terlebih dahulu! Tenangkan dirimu."
Adelia menerima pemberian Hana, dia merebahkan dirinya pada senderan sofa.
"Aku kehilangan pekerjaan ku, dan bertemu dengan rentenir itu." Adelia menjelaskan dengan singkat, namun Hana bisa memahaminya dengan jelas.
Hana menarik nafas dalam, dia mengusap punggung Adelia, hanya itu yang bisa dilakukannya. Namun ada dendam yang membara, terbayang wajah seorang pria yang tega membuat kehidupan putri kandungnya menjadi sengsara seperti ini.
Hana sangat kenal dengan ayah kandung Adelia, bahkan dia tahu dengan jelas watak pria itu.
Sebenarnya hutang yang mengejar Adelia bukanlah tanggung jawab gadis itu, melainkan tanggung jawab ayahnya bersama seorang wanita simpanan, yang kini telah hilang bak ditelan bumi.
Namun Hana tak ingin memberitahu Adelia, karena itu sama saja dengan menghancurkan kebahagiaan Adelia dan akan melahirkan dendam.
Setelah kondisi Adelia cukup tenang, Hana berpamitan untuk pergi ke club' malam tempat kerjanya.
"Aku pergi dulu Lia, makan malam sudah aku siapkan, tinggal kau hangatkan saja, dan jaga dirimu baik-baik."
"Iya Hana, kau juga hati-hati, dan jangan sampai terluka lagi."
Adelia merasa kesal, kenapa Hana tetap menekuni pekerjaannya sebagai wanita malam, padahal sering pelanggannya melakukan kekerasan hingga menimbulkan luka lebam pada tubuh Hana.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Adelia telah siap membuka rumah bunga Hana, walau sang pemilik belum kembali dari tempat kerjanya.
Adelia menyusun bunga-bunganya dengan rapih, membedakan jenis dan warnanya. Aroma segar mampu menenangkannya, dan melupakan apa yang telah terjadi kemarin.
Bagi Adelia hari ini adalah lembaran baru, dan kemarin adalah mimpi yang harus segera dilupakan.
Burung merpati berterbangan didepan toko, menghiasi trotoar yang biasa dilalui orang-orang yang akan berangkat beraktivitas.
Toko itu berada dipusat kota, dan cukup terkenal, bahkan banyak pejabat yang memesan bunga untuk diberikan pada orang-orang tertentu.
Setelah memastikan semuanya rapih, Adelia kembali masuk kedalam toko, dan berencana untuk menyiapkan pesanan yang harus dia antar hari itu.
Saat Adelia sedang asik dengan rangkaian bunganya, suara gaduh terdengar dari luar.
"Hey gadis ******, keluarlah! Aku tahu kau berada didalam sana, jika tidak akan ku hancurkan semua bunga-bunga ini."
Jelas teriakan itu membuat Adelia panik, dia pun bergegas melihat siapakah gerangan yang membuat keributan.
Terlihat tiga orang pria berbadan kekar yang kemarin mengejarnya, kini sedang mendampingi seorang wanita tua yang berperan sebagai lintah darat.
Gawat! Kali ini Adelia tak lagi bisa mengelak.
"Mami Rose, duduklah!" Adelia menyiapkan sebuah kursi kayu untuk wanita itu.
"Cuih, tak perlu berbasa basi! Mana uang ku?" Tegas wanita tua itu.
"Hmmm, maaf mami, bukannya aku tak ingin membayarnya, namun aku baru saja kehilangan pekerjaan ku, dan maaf aku belum bisa membayarnya."
"Maaf kau bilang huh? Kau pikir dengan maaf aku bisa makan? Bisa belanja barang-barang mewah? Jelas tidak! Aku tidak mau tahu, kau bayar seluruh hutangmu, atau aku akan menghancurkan tempat ini."
"Tidak mami Rose, aku mohon! Kali ini saja, beri aku kesempatan sekali lagi, aku janji dalam waktu dekat akan melunasi semuanya."
"Sudah berapa kali kau berjanji Adelia? Tapi apa? Kau malah lari dari anak buah ku."
"Aku mohon mami! Kali ini saja, kasih aku kesempatan untuk terakhir kalinya."
Adelia bersimpuh, dan memohon dikaki wanita tua itu.
"Baiklah! Aku akan memberimu waktu satu Minggu! Dan kali ini kau harus benar-benar melunasinya, jika tidak...." Mami Rose memberikan isyarat gerakan tangannya yang melintas dileher.
"I...iya mami, aku janji, aku akan melunasinya." Adelia terlihat gugup, dia tau jika ular tua itu tak pernah main-main dengan ucapannya.
Adelia bisa menghembuskan nafas lega, saat rentenir itu telah meninggalkannya, namun dia sadar jika kali ini adalah kesempatan terakhir, dan sepertinya mustahil untuk melunasi hutang-hutang itu.
"Tuhan! Dari mana aku bisa mendapatkan lima ratus juta dalam waktu seminggu? Jangankan segitu satu juta saja aku nggak punya! Tamatlah riwayat mu Adelia! Kau berhasil menggali lubang kuburmu sendiri." Gumam Adelia dengan wajah frustasinya.
Tepat pukul sepuluh pagi Hana kembali dengan langkah gontai, sama seperti dugaan Adelia, kali ini wanita itu pulang dengan luka lebam yang sama.
"Hana? Kau melayani pria itu lagi? Sudah berapa kali ku katakan untuk berhati-hati dalam memilih pelanggan." Adelia terlihat khawatir, dia membawa Hana duduk, dan bergegas mengambil es batu dan handuk kecil.
"Aku hanyalah pekerja Lia, dan dia membayar ku."
"Aku tahu itu Hana, tapi untuk apa kau menyiksa diri seperti ini?"
Hana merogoh tas kecilnya dan mengeluarkan selembar cek bertuliskan lima puluh juta, lalu memberikannya kepada Adelia.
"Cicil hutang kedua orang tuamu!" Tegas Hana.
"Tidak Hana, aku nggak mau pakai uang ini." Adelia menolak pemberian Hana.
Hana melihat kearah selembar cek yang berad ditangannya, sudut bibirnya sedikit naik, tersenyum sinis.
"Aku tahu ini uang haram! Aku tak menyuruhmu untuk membeli makanan dari uang ini, aku hanya meminta mu untuk mencicil hutang itu."
Adelia menatap bersalah kearah Hana dia tau niat baik wanita itu. "Maaf Hana, bukan seperti maksud ku, aku hanya tak ingin memakai uang yang membuatmu terluka seperti ini. Hana aku akan mencari cara untuk melunasi semuanya, sekarang kau simpan cek ini baik-baik, terimakasih karena sudah peduli padaku."
Bulir air mata keluar tanpa pamit dari sudut mata Adelia, dia terharu dengan ketulusan Hana. Bahkan disaat semua orang terdekatnya dahulu menjauhinya, kerabat yang membuangnya begitu saja, Hana lah yang bersedia memungutnya, menyediakan rumah dan tempat yang nyaman untuk Adelia.
Bagi Adelia, Hana adalah bidadari yang bersembunyi dibalik topeng. Tak ada yang pernah melihat kebaikan Hana, semua orang hanya menuduhnya dan melecehkannya sebagai wanita penghibur.
"Hana, apakah di club' ada lowongan kerja?" Tanya Adelia ragu, saat mereka sedang sibuk merangkai bunga.
Hana melirik tajam kearah Adelia. "Kerja seperti apa yang kau mau?" Tanya Hana tegas.
"Yang pantas untuk ku lakukan, dan bisa menghasilkan uang."
"Kau yakin?" Tanya Hana lagi, dan Adelia mengangguk kencang.
Hana menghela nafasnya, "Aku takut kau tak bisa menjaga diri Lia, club' malam adalah tempat yang keras, dan kau tak pantas untuk itu."
"Ayolah Hana! Aku butuh uang, aku harus melunasi semuanya."
Adelia memohon pada Hana, dengan memasang wajah baby nya. Akh tentu saja Hana tak bisa berkutik jika Adelia sudah bertingkah seperti itu.
"Nanti jika ada, aku akan mengabarimu."
"Yes! Terimakasih Hana!" Adelia memeluk Hana dengan erat, walaupun belum tentu ada, namun dia sangat senang.
"Lia, hari ini kamu antar pesanan eksklusif ya."
"Oke Hana! Aku akan membersihkan diri terlebih dahulu, biar customer nyaman dengan pelayanan kita."
Hana hanya bisa tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala, melihat tingkah konyol Adelia.
Setelah beberapa saat, kini Adelia telah kembali dengan kondisi yang jauh lebih segar, dan segera mengambil paket yang dimaksud.
Adelia bergegas menuju komplek perumahan yang disebutkan oleh Hana. Komplek yang sama dengan yang dia kunjungi kemarin.
"Akh, aku sedikit trauma masuk ketempat ini lagi." Gerutu Adelia setelah turun dari taxi.
Dia pun minta izin ada satpam komplek, untuk masuk kedalam mengantarkan buket bunga Yang ada ditangannya.
Buket bunga itu lumayan besar, bahkan mampu menutupi setengah tubuh Adelia yang kecil. Dengan susah payah Adelia merogoh saku celananya, untuk mengambil kartu alamat pemberian Hana.
"Jalan Kenanga nomor empat lima?" Adelia melafalkannya dengan bola mata yang membesar. Hampir saja dia menjatuhkan buket bunga yang berat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments