"Rumah itu lagi? Akh sial!" Gerutu Adelia, dia merutuki kebodohannya yang sejak awal tidak membaca alamat dengan jelas.
Namun apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur, kepalang tanggung untuk dia kembali dan sekarang Adelia harus menyampaikan amanahnya.
"Permisi! Paket!" Teriak Adelia dengan suara lantang.
"Paket! PAKET!" Kali ini dengan nada yang semakin keras dan jauh dari kata santuy.
Adelia menekan bel tanpa henti, dengan sebelah tangan dan kakinya yang menopang buket bunga.
Tak berapa lama pintu gerbang rumah itu terbuka, sebuah mobil melaju dengan cepat, untungnya kali ini Adelia dengan siga menghindar, jika tidak pasti tubuhnya akan penyet terlindas mobil itu.
"Eh ada non yang kemarin." Ucap wanita tua yang kemarin juga menyambut kedatangan Adelia.
"Hmmm, iya buk! Ini saya mau ngantar buket bunga, pesanan nona Audrey!" Jelas Adelia membaca kartu alamatnya.
"Dari siapa non?" Tanya wanita itu dengan nada khawatir.
"Hmmm saya nggak tahu, tugas saya hanya mengantarkannya saja."
Belum selesai perbincangan mereka, sebuah mobil mewah masuk kedalam gerbang rumah itu.
Seorang wanita paruh baya dengan pakaian serba mewah dan trendy turun dari dalamnya.
"Bik Nah, ada apa itu?" Tanya wanita itu dengan tatapan serius, sambil membuka kacamata hitamnya.
"Ini nyonya, ada... hmmmm ada buket bunga." Wanita yang disapa dengan panggilan bik Nah itu terlihat gugup.
"Untuk siapa?" Tanya wanita itu lagi.
"Itu nyah, non Audrey!"
"Bawa kemari buket bunganya." Tegas wanita itu.
Adelia memberikan buket bunganya kepada bik Nah. "Makasih non, saya pamit dulu." Ucap bik Nah gugup.
Ada yang janggal dengan orang-orang dirumah itu, namun Adelia memilih untuk tak memperdulikannya. Lagi pula itu bukanlah urusannya. Sekarang Adelia bisa pulang dengan tenang dan amanah dari Hana telah dijalankannya.
'Triiiiiing'
Dering panggilan dari benda pipinya menghentikan langkah kaki Adelia. Terlihat nama Hana disana, Adelia segera menggeser tombol berwarna hijau.
"Lia, kau dimana?"
"Aku baru saja selesai mengantarkan buket bunganya, ada apa Hana?"
"Pulanglah! Aku akan membawamu ke suatu tempat."
Belum sempat Adelia menjawab, Hana telah mematikan panggilannya.
Adelia pun bergegas untuk pulang, ditengah jalan dia kembali bertemu dengan Zain.
Jantungnya berdebar dengan kencang, namun Adelia tetap berusaha untuk tenang.
"Adel, kau dari mana?" Tanya Zain yang sepertinya baru kembali dari toko.
"Ngantar pesanan." Jawab Adelia singkat. Sejujurnya dia ingin menjaga jarak dengan pria itu, bagaimanapun juga Adelia tak mau membuat Zain dalam masalah.
"Pantas saja, aku hanya melihat Hana ditoko. Kau ada agenda lagi? Bagaimana kalau kita makan..."
"Maaf Zain, aku harus segera pulang, Hana sudah menunggu ku, ada sesuatu yang harus ku lakukan." Adelia memotong ucapan Zain.
"Hmm, baiklah bagaimana dengan besok?"
"Besok? Hmmm..." Adelia ragu dan tak enak hati dengan pria itu. "Baiklah, besok akan ku kabari. Aku pamit dulu ya!" Adelia terburu-buru meninggalkan Zain.
Bagi Adelia sebenarnya, Zain adalah cinta pertamanya. Sejak kecil dia sangat mengagumi pria itu, dan berhayal jika suatu hari nanti mereka akan jadi sepasang kekasih. Namun semuanya hanya mimpi, dan mustahil untuk terjadi.
"Lia, apa terjadi sesuatu diluar sana?" Tanya Hana yang menyadari jika gadisnya itu pulang dengan wajah lesu.
Adelia duduk disofa sambil memijat keningnya yang terasa berat. "Kau bertemu Zain lagi Lia?" Tanya Hana lagi dan hanya dibalas anggukkan kepala oleh Adelia.
"Hmm sudah ku duga, Lia! Jika kau mencintainya berterus terang lah, kejar cintamu, jangan tersiksa dalam belenggu seperti ini."
"Tidak mungkin Hana, kau tahu ? Kami bagaikan langit dan bumi, dan aku hanyalah si punduk yang merindukan bulan."
Hana menyadari perbedaan mereka saat ini, jika itu dulu, mungkin Adelia sudah bahagia dengan cintanya. Lagi-lagi Hana menyesali apa yang telah terjadi.
"Kau tahu Lia, cinta itu butuh perjuangan, dan didunia ini, kesempatan tak datang untuk kedua kalinya, jadi hargai dan berjuanglah selagi kau memiliki kesempatan itu, atau kau akan kehilangan semuanya."
Adelia mengerti maksud Hana, sejujurnya dia juga ingin berjuang, namun rasa bimbang itu masih ada.
"Oh iya, ada apa kau menyuruh ku cepat pulang Hana? Bukankah kau akan membawa ku ke suatu tempat?"
"Ahhh, hampir saja lupa. Aku sudah dapat pekerjaan untukmu, namun...."
"Namun apa Hana?"
"Begini saja, kau bersiaplah, ganti pakaian mu dengan ini, lalu ikut dengan ku."
Adelia melirik paper bag yang diberikan Hana, ada sedikit keraguan, namun ekspresi Hana kembali meyakinkannya.
Dentuman suara musik terdengar keras, diikuti dengan kumpulan manusia yang sedang berdisko mengikuti alunannya.
Adelia merasa risih dengan pakaian yang dia kenakan, berulang kali tangannya berusaha menarik rok span sebatas paha itu, agar lebih turun kebawah lagi.
Hana membawanya ke suatu tempat, memperkenalkannya pada sepasang pria dan wanita yang sedang menjaga bar.
"Leon, Deby, kenalkan ini Adelia, dia yang akan membantu kalian disini." Ucap Hana.
"Hallo, aku Adelia!" Ucapnya dengan tersenyum ramah, tak lupa mengulurkan tangan untuk berkenalan.
Leon dan Deby menyambut kehadiran Adelia dengan hangat. Bahkan mereka mengajari Adelia banyak hal tentang SOP club' malam itu, dan cara-cara melayani tamunya.
Sedangkan Hana, setelah memperkenalkan Adelia, dia pamit untuk melakukan aktivitasnya sendiri.
Seorang pria datang ke meja bar, meminta segelas minuman, Deby mempersilahkan Adelia untuk melayani pria itu, tentunya dengan bimbingan dan pengawasannya, bagaimanapun juga Hana meminta mereka untuk menjaga Adelia.
"Silahkan tuan!" Adelia memberikan minuman itu.
Namun, pria tua itu memegang tangan Adelia dengan erat. "Kau anak baru disini?" Tanyanya penuh selidik.
"I..iya tuan!" Jawab Adelia gugup sambil berusaha keras untuk membebaskan tangannya, namun tenaga pria itu sangatlah kuat.
"Temani aku minum, akan ku berikan tips yang besar untukmu."
Adelia ingin sekali menolak permintaan pria itu, namun sesuai SOP, melayani tamu adalah hal yang utama.
Akhirnya Adelia hanya menurut, dia keluar dari meja bar, dan duduk di kursi samping pria itu.
Rasa canggung dan tidak nyaman mulai menyelimuti Adelia, terlebih mata pria itu jelalatan, menelisiknya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Sesekali Adelia melirik kearah jam tangannya, dan merutuki jarum jam yang berputar lebih lama dari biasanya.
"Kau cantik, tidak cocok kerja disini, bagaimana jika aku membayarmu menjadi kekasihku?"
Akhirnya pria itu mengutarakan maksudnya, "Maaf tuan! Aku disini hanya untuk bekerja, bukan mencari kekasih." Tegasnya namun masih dengan nada yang sopan.
Adelia bangkit dari tempat duduknya, dan ingin meninggalkan pria itu.
"Aku akan membayarmu berkali-kali lipat, dari pada kau harus kelelahan ditempat ini sweety."
"Sepertinya waktumu sudah habis tuan! Aku harus kembali bekerja!" Ucap Adelia, saat dia ingin melangkah pergi sebuah tangan mencengkram pergelangannya dengan erat.
"Cuih, gadis murahan sepertimu tak usah berlagak sombong! Jika aku mau, aku bisa membuatmu bertekuk lutut memohon kepada ku."
"Maaf, mungkin itu wanita lain, tidak dengan ku!" Adelia memberikan tatapan yang tajam, dan berusaha melepaskan cengkraman pria itu, namun tenaganya sangatlah lemah, tak sebanding dengan tenaga si hidung belang.
"Dasar sombong! Tidak ada dalam sejarahnya ada orang yang berani menolak keinginan ku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
❣︎ fǟfǟ • ♚⃝𝕯𝖚ͨᴅᷞ𝖚ͧ𝖑ᷨ
loh kok bisa kenal
2022-11-12
1