NovelToon NovelToon

Istri Rahasia Duda Tampan

Awal Yang Kacau

Disiang yang cerah, jalanan yang macet dan berdebu tak membuat seorang gadis cantik menyerah. Dia tetap semangat mengendarai sepeda motornya yang penuh dengan keranjang paket.

Bulir keringat berjatuhan membasahi tubuhnya, rambut yang kusam, bau matahari tak menggentarkan niatnya. Bagaimanapun setumpuk paket itu harus diantar hari itu juga.

Sesekali pandangannya tertuju kearah handphone yang memperlihatkan rute yang harus dilalui.

"Jalan Kenanga nomor empat lima." Setelah perjalanan panjang, akhirnya gadis itu sampai di tempat tujuannya.

Setelah memarkirkan sepeda motornya, dia pun membawa sebuah paket menuju gerbang rumah itu.

Sepi! Itulah kata yang pertamakali terlintas dibenaknya, saat melihat rumah mewah dengan gerbang tertutup tanpa ada yang menjaga.

"Permisi, paket!"

"Paket!"

"Paa keeeet!"

Tiga kali dia berteriak namun masih belum ada jawaban. Gadis itu melihat kearah sekelilingnya mencari seseorang yang bisa dihubungi, lalu kembali ke sepeda motornya untuk mengambil handphone.

Tombol panggilan pun ditekan, berdering namun tak kunjung diangkat.

"Apa aku lempar aja ya?" Batinnya mulai ragu. Jujur saja waktu adalah uang untuknya, dia harus mengejar semuanya agar tepat waktu, karena dia bekerja lebih dari satu tempat.

'Sreeeekkkkkkkkkk'

Suara pintu gerbang terbuka, gadis itu membalikkan pandangannya. Dengan sumringah dia menghampiri sosok wanita paruh baya yang beru saja membuka pintu gerbang itu.

"Maaf buk, saya mau ngantar paket, atas nama Audreymayna." Ucapnya terus terang.

"Aduh non, paket apa lagi ini? Dari siapa?" Wanita paruh baya itu berbicara dengan nada khawatir.

"Kekasihmu A!" Gadis itu membaca nama pengirimnya. Hanya itu nama yang tertera.

"Duh mending dibuang aja paketnya non! Saya nggak mau..."

'Praaaaaaang!' sebuah pot bunga terbuat dari kaca melayang bebas diatas lantai.

Mereka terkejut, dan langsung memandang kearah sumber suara. Sepasang manusia sedang berdebat didepan pintu rumah. Tak lama si pria meninggalkan wanitanya, masuk kedalam mobil dan melaju dengan cepat.

"Tidak! Motor ku!" Teriak gadis pengantar paket itu yang langsung berlari saat melihat sepeda motornya jatuh karena disenggol mobil pria arrogant tadi.

"Huh dasar pria arrogant! Marah ya marah, tapi lihat-lihat dong kalo jalan!" Gerutunya kesal, untung saja sepeda motornya tidak rusak, namun sialnya paket-paket yang harus dia kirim kini hancur berantakan.

"Duh non, nggak papa?" Tanya wanita paruh baya itu khawatir.

"Iya kali nggak papa buk, lihat nih paket saya hancur semua! Gimana dong?" Gadis itu mulai frustasi, dia takut kehilangan pekerjaannya.

"Maaf ya non, tuan saya tidak sengaja!"

"Tapi ganti rugi dong buk!" Keluh gadis itu.

"Sebentar!" Wanita paruh baya itu lari menuju pintu rumah, tempat seorang wanita muda yang tadi berdebat dengan pria arrogant itu.

Entah apa yang dikatakan wanita paruh baya itu, namun dia mendapatkan jawaban yang tidak enak.

"Itu bukan urusan saya! Lagian siapa suruh parkir didepan rumah orang!" Bentaknya dengan nada tinggi.

"Tapi nyonya!"

"Akh, berisik banget sih!" Wanita muda itu mendorong wanita paruh baya.

Dengan sigap gadis pengantar paket itu berlari. "Ibuk nggak papa?"

"Nggak papa non!" Jawab wanita paruh baya itu, seraya mencoba untuk bangkit.

Sedangkan wanita yang berperan sebagai nyonya tadi sudah melenggang santai masuk kedalam rumah.

"Memang orang-orang kaya tak punya hati!" Gerutu gadis itu kesal.

Wanita paruh baya itu merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah dompet kecil dan berbulu, lalu memberikan dua lembar uang merah kepada gadis pengantar paket.

"Non, maaf saya cuman bisa ngasih segini untuk ganti rugi yang tadi."

"Nggak usah buk, nggak papa, masalah paket paket itu biar saya yang urus, maaf ya buk, gara-gara saya ibuk jadi jatuh." Gadis itu menolak dengan halus, walaupun sebenarnya dia sangat butuh uang itu, tapi dia tau jika wanita paruh baya itu lebih membutuhkan.

"Yakin non?"

"Iya buk, nggak papa, ya sudah saya pamit dulu ya! Dan ini paket yang tadi, saya kesini hanya untuk menyampaikan amanah." Gadis itu pun meninggalkan rumah mewah tersebut.

Setelah perjalanan panjang yang menyebalkan akhirnya sepeda motor bebek itu parkir didepan sebuah gedung ekspedisi.

"Adelia Fredella!" Teriak seorang pria gendut dengan wajah merah seperti buah tomat, memasang ekspresi yang menyeramkan.

Hanya nafas kasar yang bisa dihembuskannya, menyesali nasip sial dipagi hari itu.

"Berapakali saya bilang! Sebagi kurir kamu harus antar paket-paket itu sesuai SOP! Sekarang lihat? Berapa banyak customer yang protes dan mengembalikan paketnya? Rugi besar perusahaan memperkerjakan mu disini!" Bentak pria gendut itu.

Adelia si gadis pengantar paket itu berusaha mencari cara untuk mencairkan bosnya.

"Hmm pak bos! Maaf, tapi itu bukan kesalahan saya, justru customernya yang salah, jadi gini pak...."

Adelia menceritakan kejadian yang telah menimpanya dengan detail, bahkan siap melakonkan semua adegan demi adegan yang telah terjadi.

"Itu bukan urusan saya! Pokoknya saya tidak mau tau! Mulai detik ini juga kamu saya pecat!"

"Ta-tapi pak bos!"

"Tidak ada tapi-tapian! Sekarang kemasi barang-barang kamu dan angkat kaki dari tempat ini.

Adelia hanya bisa pasrah, "Baiklah!" Ucapnya seraya mengulurkan telapak tangan kanan kedepan pria itu.

"Apa?" Tanya pria itu dengan mata melototnya.

"Gaji saya selama tiga bulan ini!" Jawab Adelia jujur, sudah tiga bulan dia tidak digaji dengan alasan yang tak menentu.

"Kamu masih minta gaji setelah kesalahan yang kamu lakukan? Cekh, bahkan gajimi saja tidak cukup untuk menutupi kerugian perusahaan! Tidak ada gaji gajian, sekarang kamu pergi dari sini!" Bentak pria itu lagi.

"Tapi pak!"

Pria itu tak memperdulikan Adelia, dia melenggang santai meninggalkan gadis itu.

"Akh sial!" Gerutu Adelia kesal, kemana lagi dia harus mencari uang tambahan.

Adelia mengemasi semua barang-barangnya dan terpaksa meninggalkan tempat itu.

Terik matahari semakin terasa, Adelia berjalan menyusuri trotoar sambil membawa sebuah kotak berisi barang-barangnya.

"Rumah bunga Hana!" Itu adalah tempat tujuannya.

Langkah kaki Adelia terhenti ditengah jalan, tepat didepan sebuah gang kecil. Sepertinya kesialannya pada hari itu masih terus berlanjut.

Tiga orang pria berbadan kekar telah menantinya. Adelia mulai berjalan mundur sehatu-hati mungkin, dia pikir mereka bertiga tak mengetahui keberadaannya, namun sial.

"Adelia Fredella! Hey, mau kemana kamu!" Teriak orang itu, membuat langkah Adelia semakin cepat.

Mereka main kejar-kejaran, nafas Adelia mulai tersengal, tak tahu harus sembunyi dimana.

Sebuah tangan mencengkeramnya dengan erat, menarik Adelia kedalam gang yang tembus ke area pasar.

"Zain?" Gumam Adelia saat menyadari jika lagi-lagi pria itu yang menyelamatkannya.

Zain membawa Adelia kedalam sebuah toko pakaian Yang sedang dipenuhi emak emak manja berburu diskonan.

Tiga pria itu mencari keberadaan Adelia, dan berusaha masuk kedalam toko itu, namun ganasnya emak emak berburu diskon membuat mereka tak bisa bergerak dan terpaksa keluar dari dalam toko itu.

"Kemana larinya dia? Kenapa cepat sekali! Akh lagi-lagi kita kehilangan dia." Ucap salah seorang pria berbadan kekar.

Akhirnya Adelia kembali bernafas lega, "Makasih Zain, lagi-lagi kamu menyelamatkan ku."

"Itu sudah menjadi tugas ku Del, bagaimanapun juga kita sahabatan sejak kecil."

Ya! Status sebagai sahabat kembali membuat sebuah ruangan didalam hati Adelia menjadi kosong.

Ingin rasanya dia meminta lebih dari itu, namun Adelia sadar jika posisinya saat ini sangat tidak memungkinkan.

"Zain! Kamu ini, toko sedang ramai, malah berduaan disini." Seorang wanita paruh baya datang memarahi Zain.

Toko itu milik orang tua Zain, dulu semasa orang tua Adelia masih hidup, keluarga mereka berteman akrab, bahkan sudah seperti saudara.

Ibu Zain sangat emosi saat melihat keberadaan Adelia didekat putranya. Padahal dulu dia sangat mendukung dan mengelu-elukan ingin memiliki menantu seperti Adelia.

"Iya buk, sebentar! Zain anter Adel pulang dulu ya."

"Ngapain harus dianter! Dia sudah besar, dan bisa jalan sendirian, lagian jarak dari toko ini ke rumah bordir itu nggak jauh." Bentak wanita itu.

"Tapi buk!"

"Sudahlah Zain, benar apa kata ibumu, tempat tinggal ku dekat, dan aku bisa jalan sendirian kesana, lebih baik kamu bantu-bantu disini, kasihan toko sedang ramai." Adelia masih bisa tersenyum tipis, walau nyatanya perih.

Sebutan rumah bordir sangatlah kejam, Adelia tahu kini dia tinggal dengan Hana, seorang wanita yang berumur sepuluh tahun diatasnya.

Status pekerjaan Hana lah, yang membuat semua orang menyebut tempat tinggal mereka sebagai rumah bordir.

Adelia pun berpamitan dan meninggalkan tempat itu. Jam sudah menunjukkan pukul tiga siang hari, namun Adelia tak kunjung sampai, membuat Hana merasa khawatir.

Terlebih pesanan toko bunga hari itu sangatlah padat.

Tak berselang lama suara pintu terbuka pun terdengar. Hana bergegas menemui Adelia yang berjalan gontai.

"Kamu kenapa Lia?" Tanya Hana khawatir.

Lima Ratus Juta?

Adelia hanya menggelengkan kepala, namun melihat kotak bawaannya Hana tahu pasti telah terjadi sesuatu.

Hana membawa Adelia duduk disofa, lalu mengambilkan segelas air hangat.

"Ini, minumlah terlebih dahulu! Tenangkan dirimu."

Adelia menerima pemberian Hana, dia merebahkan dirinya pada senderan sofa.

"Aku kehilangan pekerjaan ku, dan bertemu dengan rentenir itu." Adelia menjelaskan dengan singkat, namun Hana bisa memahaminya dengan jelas.

Hana menarik nafas dalam, dia mengusap punggung Adelia, hanya itu yang bisa dilakukannya. Namun ada dendam yang membara, terbayang wajah seorang pria yang tega membuat kehidupan putri kandungnya menjadi sengsara seperti ini.

Hana sangat kenal dengan ayah kandung Adelia, bahkan dia tahu dengan jelas watak pria itu.

Sebenarnya hutang yang mengejar Adelia bukanlah tanggung jawab gadis itu, melainkan tanggung jawab ayahnya bersama seorang wanita simpanan, yang kini telah hilang bak ditelan bumi.

Namun Hana tak ingin memberitahu Adelia, karena itu sama saja dengan menghancurkan kebahagiaan Adelia dan akan melahirkan dendam.

Setelah kondisi Adelia cukup tenang, Hana berpamitan untuk pergi ke club' malam tempat kerjanya.

"Aku pergi dulu Lia, makan malam sudah aku siapkan, tinggal kau hangatkan saja, dan jaga dirimu baik-baik."

"Iya Hana, kau juga hati-hati, dan jangan sampai terluka lagi."

Adelia merasa kesal, kenapa Hana tetap menekuni pekerjaannya sebagai wanita malam, padahal sering pelanggannya melakukan kekerasan hingga menimbulkan luka lebam pada tubuh Hana.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Adelia telah siap membuka rumah bunga Hana, walau sang pemilik belum kembali dari tempat kerjanya.

Adelia menyusun bunga-bunganya dengan rapih, membedakan jenis dan warnanya. Aroma segar mampu menenangkannya, dan melupakan apa yang telah terjadi kemarin.

Bagi Adelia hari ini adalah lembaran baru, dan kemarin adalah mimpi yang harus segera dilupakan.

Burung merpati berterbangan didepan toko, menghiasi trotoar yang biasa dilalui orang-orang yang akan berangkat beraktivitas.

Toko itu berada dipusat kota, dan cukup terkenal, bahkan banyak pejabat yang memesan bunga untuk diberikan pada orang-orang tertentu.

Setelah memastikan semuanya rapih, Adelia kembali masuk kedalam toko, dan berencana untuk menyiapkan pesanan yang harus dia antar hari itu.

Saat Adelia sedang asik dengan rangkaian bunganya, suara gaduh terdengar dari luar.

"Hey gadis ******, keluarlah! Aku tahu kau berada didalam sana, jika tidak akan ku hancurkan semua bunga-bunga ini."

Jelas teriakan itu membuat Adelia panik, dia pun bergegas melihat siapakah gerangan yang membuat keributan.

Terlihat tiga orang pria berbadan kekar yang kemarin mengejarnya, kini sedang mendampingi seorang wanita tua yang berperan sebagai lintah darat.

Gawat! Kali ini Adelia tak lagi bisa mengelak.

"Mami Rose, duduklah!" Adelia menyiapkan sebuah kursi kayu untuk wanita itu.

"Cuih, tak perlu berbasa basi! Mana uang ku?" Tegas wanita tua itu.

"Hmmm, maaf mami, bukannya aku tak ingin membayarnya, namun aku baru saja kehilangan pekerjaan ku, dan maaf aku belum bisa membayarnya."

"Maaf kau bilang huh? Kau pikir dengan maaf aku bisa makan? Bisa belanja barang-barang mewah? Jelas tidak! Aku tidak mau tahu, kau bayar seluruh hutangmu, atau aku akan menghancurkan tempat ini."

"Tidak mami Rose, aku mohon! Kali ini saja, beri aku kesempatan sekali lagi, aku janji dalam waktu dekat akan melunasi semuanya."

"Sudah berapa kali kau berjanji Adelia? Tapi apa? Kau malah lari dari anak buah ku."

"Aku mohon mami! Kali ini saja, kasih aku kesempatan untuk terakhir kalinya."

Adelia bersimpuh, dan memohon dikaki wanita tua itu.

"Baiklah! Aku akan memberimu waktu satu Minggu! Dan kali ini kau harus benar-benar melunasinya, jika tidak...." Mami Rose memberikan isyarat gerakan tangannya yang melintas dileher.

"I...iya mami, aku janji, aku akan melunasinya." Adelia terlihat gugup, dia tau jika ular tua itu tak pernah main-main dengan ucapannya.

Adelia bisa menghembuskan nafas lega, saat rentenir itu telah meninggalkannya, namun dia sadar jika kali ini adalah kesempatan terakhir, dan sepertinya mustahil untuk melunasi hutang-hutang itu.

"Tuhan! Dari mana aku bisa mendapatkan lima ratus juta dalam waktu seminggu? Jangankan segitu satu juta saja aku nggak punya! Tamatlah riwayat mu Adelia! Kau berhasil menggali lubang kuburmu sendiri." Gumam Adelia dengan wajah frustasinya.

Tepat pukul sepuluh pagi Hana kembali dengan langkah gontai, sama seperti dugaan Adelia, kali ini wanita itu pulang dengan luka lebam yang sama.

"Hana? Kau melayani pria itu lagi? Sudah berapa kali ku katakan untuk berhati-hati dalam memilih pelanggan." Adelia terlihat khawatir, dia membawa Hana duduk, dan bergegas mengambil es batu dan handuk kecil.

"Aku hanyalah pekerja Lia, dan dia membayar ku."

"Aku tahu itu Hana, tapi untuk apa kau menyiksa diri seperti ini?"

Hana merogoh tas kecilnya dan mengeluarkan selembar cek bertuliskan lima puluh juta, lalu memberikannya kepada Adelia.

"Cicil hutang kedua orang tuamu!" Tegas Hana.

"Tidak Hana, aku nggak mau pakai uang ini." Adelia menolak pemberian Hana.

Hana melihat kearah selembar cek yang berad ditangannya, sudut bibirnya sedikit naik, tersenyum sinis.

"Aku tahu ini uang haram! Aku tak menyuruhmu untuk membeli makanan dari uang ini, aku hanya meminta mu untuk mencicil hutang itu."

Adelia menatap bersalah kearah Hana dia tau niat baik wanita itu. "Maaf Hana, bukan seperti maksud ku, aku hanya tak ingin memakai uang yang membuatmu terluka seperti ini. Hana aku akan mencari cara untuk melunasi semuanya, sekarang kau simpan cek ini baik-baik, terimakasih karena sudah peduli padaku."

Bulir air mata keluar tanpa pamit dari sudut mata Adelia, dia terharu dengan ketulusan Hana. Bahkan disaat semua orang terdekatnya dahulu menjauhinya, kerabat yang membuangnya begitu saja, Hana lah yang bersedia memungutnya, menyediakan rumah dan tempat yang nyaman untuk Adelia.

Bagi Adelia, Hana adalah bidadari yang bersembunyi dibalik topeng. Tak ada yang pernah melihat kebaikan Hana, semua orang hanya menuduhnya dan melecehkannya sebagai wanita penghibur.

"Hana, apakah di club' ada lowongan kerja?" Tanya Adelia ragu, saat mereka sedang sibuk merangkai bunga.

Hana melirik tajam kearah Adelia. "Kerja seperti apa yang kau mau?" Tanya Hana tegas.

"Yang pantas untuk ku lakukan, dan bisa menghasilkan uang."

"Kau yakin?" Tanya Hana lagi, dan Adelia mengangguk kencang.

Hana menghela nafasnya, "Aku takut kau tak bisa menjaga diri Lia, club' malam adalah tempat yang keras, dan kau tak pantas untuk itu."

"Ayolah Hana! Aku butuh uang, aku harus melunasi semuanya."

Adelia memohon pada Hana, dengan memasang wajah baby nya. Akh tentu saja Hana tak bisa berkutik jika Adelia sudah bertingkah seperti itu.

"Nanti jika ada, aku akan mengabarimu."

"Yes! Terimakasih Hana!" Adelia memeluk Hana dengan erat, walaupun belum tentu ada, namun dia sangat senang.

"Lia, hari ini kamu antar pesanan eksklusif ya."

"Oke Hana! Aku akan membersihkan diri terlebih dahulu, biar customer nyaman dengan pelayanan kita."

Hana hanya bisa tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala, melihat tingkah konyol Adelia.

Setelah beberapa saat, kini Adelia telah kembali dengan kondisi yang jauh lebih segar, dan segera mengambil paket yang dimaksud.

Adelia bergegas menuju komplek perumahan yang disebutkan oleh Hana. Komplek yang sama dengan yang dia kunjungi kemarin.

"Akh, aku sedikit trauma masuk ketempat ini lagi." Gerutu Adelia setelah turun dari taxi.

Dia pun minta izin ada satpam komplek, untuk masuk kedalam mengantarkan buket bunga Yang ada ditangannya.

Buket bunga itu lumayan besar, bahkan mampu menutupi setengah tubuh Adelia yang kecil. Dengan susah payah Adelia merogoh saku celananya, untuk mengambil kartu alamat pemberian Hana.

"Jalan Kenanga nomor empat lima?" Adelia melafalkannya dengan bola mata yang membesar. Hampir saja dia menjatuhkan buket bunga yang berat itu.

Malam Yang Kacau

"Rumah itu lagi? Akh sial!" Gerutu Adelia, dia merutuki kebodohannya yang sejak awal tidak membaca alamat dengan jelas.

Namun apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur, kepalang tanggung untuk dia kembali dan sekarang Adelia harus menyampaikan amanahnya.

"Permisi! Paket!" Teriak Adelia dengan suara lantang.

"Paket! PAKET!" Kali ini dengan nada yang semakin keras dan jauh dari kata santuy.

Adelia menekan bel tanpa henti, dengan sebelah tangan dan kakinya yang menopang buket bunga.

Tak berapa lama pintu gerbang rumah itu terbuka, sebuah mobil melaju dengan cepat, untungnya kali ini Adelia dengan siga menghindar, jika tidak pasti tubuhnya akan penyet terlindas mobil itu.

"Eh ada non yang kemarin." Ucap wanita tua yang kemarin juga menyambut kedatangan Adelia.

"Hmmm, iya buk! Ini saya mau ngantar buket bunga, pesanan nona Audrey!" Jelas Adelia membaca kartu alamatnya.

"Dari siapa non?" Tanya wanita itu dengan nada khawatir.

"Hmmm saya nggak tahu, tugas saya hanya mengantarkannya saja."

Belum selesai perbincangan mereka, sebuah mobil mewah masuk kedalam gerbang rumah itu.

Seorang wanita paruh baya dengan pakaian serba mewah dan trendy turun dari dalamnya.

"Bik Nah, ada apa itu?" Tanya wanita itu dengan tatapan serius, sambil membuka kacamata hitamnya.

"Ini nyonya, ada... hmmmm ada buket bunga." Wanita yang disapa dengan panggilan bik Nah itu terlihat gugup.

"Untuk siapa?" Tanya wanita itu lagi.

"Itu nyah, non Audrey!"

"Bawa kemari buket bunganya." Tegas wanita itu.

Adelia memberikan buket bunganya kepada bik Nah. "Makasih non, saya pamit dulu." Ucap bik Nah gugup.

Ada yang janggal dengan orang-orang dirumah itu, namun Adelia memilih untuk tak memperdulikannya. Lagi pula itu bukanlah urusannya. Sekarang Adelia bisa pulang dengan tenang dan amanah dari Hana telah dijalankannya.

'Triiiiiing'

Dering panggilan dari benda pipinya menghentikan langkah kaki Adelia. Terlihat nama Hana disana, Adelia segera menggeser tombol berwarna hijau.

"Lia, kau dimana?"

"Aku baru saja selesai mengantarkan buket bunganya, ada apa Hana?"

"Pulanglah! Aku akan membawamu ke suatu tempat."

Belum sempat Adelia menjawab, Hana telah mematikan panggilannya.

Adelia pun bergegas untuk pulang, ditengah jalan dia kembali bertemu dengan Zain.

Jantungnya berdebar dengan kencang, namun Adelia tetap berusaha untuk tenang.

"Adel, kau dari mana?" Tanya Zain yang sepertinya baru kembali dari toko.

"Ngantar pesanan." Jawab Adelia singkat. Sejujurnya dia ingin menjaga jarak dengan pria itu, bagaimanapun juga Adelia tak mau membuat Zain dalam masalah.

"Pantas saja, aku hanya melihat Hana ditoko. Kau ada agenda lagi? Bagaimana kalau kita makan..."

"Maaf Zain, aku harus segera pulang, Hana sudah menunggu ku, ada sesuatu yang harus ku lakukan." Adelia memotong ucapan Zain.

"Hmm, baiklah bagaimana dengan besok?"

"Besok? Hmmm..." Adelia ragu dan tak enak hati dengan pria itu. "Baiklah, besok akan ku kabari. Aku pamit dulu ya!" Adelia terburu-buru meninggalkan Zain.

Bagi Adelia sebenarnya, Zain adalah cinta pertamanya. Sejak kecil dia sangat mengagumi pria itu, dan berhayal jika suatu hari nanti mereka akan jadi sepasang kekasih. Namun semuanya hanya mimpi, dan mustahil untuk terjadi.

"Lia, apa terjadi sesuatu diluar sana?" Tanya Hana yang menyadari jika gadisnya itu pulang dengan wajah lesu.

Adelia duduk disofa sambil memijat keningnya yang terasa berat. "Kau bertemu Zain lagi Lia?" Tanya Hana lagi dan hanya dibalas anggukkan kepala oleh Adelia.

"Hmm sudah ku duga, Lia! Jika kau mencintainya berterus terang lah, kejar cintamu, jangan tersiksa dalam belenggu seperti ini."

"Tidak mungkin Hana, kau tahu ? Kami bagaikan langit dan bumi, dan aku hanyalah si punduk yang merindukan bulan."

Hana menyadari perbedaan mereka saat ini, jika itu dulu, mungkin Adelia sudah bahagia dengan cintanya. Lagi-lagi Hana menyesali apa yang telah terjadi.

"Kau tahu Lia, cinta itu butuh perjuangan, dan didunia ini, kesempatan tak datang untuk kedua kalinya, jadi hargai dan berjuanglah selagi kau memiliki kesempatan itu, atau kau akan kehilangan semuanya."

Adelia mengerti maksud Hana, sejujurnya dia juga ingin berjuang, namun rasa bimbang itu masih ada.

"Oh iya, ada apa kau menyuruh ku cepat pulang Hana? Bukankah kau akan membawa ku ke suatu tempat?"

"Ahhh, hampir saja lupa. Aku sudah dapat pekerjaan untukmu, namun...."

"Namun apa Hana?"

"Begini saja, kau bersiaplah, ganti pakaian mu dengan ini, lalu ikut dengan ku."

Adelia melirik paper bag yang diberikan Hana, ada sedikit keraguan, namun ekspresi Hana kembali meyakinkannya.

Dentuman suara musik terdengar keras, diikuti dengan kumpulan manusia yang sedang berdisko mengikuti alunannya.

Adelia merasa risih dengan pakaian yang dia kenakan, berulang kali tangannya berusaha menarik rok span sebatas paha itu, agar lebih turun kebawah lagi.

Hana membawanya ke suatu tempat, memperkenalkannya pada sepasang pria dan wanita yang sedang menjaga bar.

"Leon, Deby, kenalkan ini Adelia, dia yang akan membantu kalian disini." Ucap Hana.

"Hallo, aku Adelia!" Ucapnya dengan tersenyum ramah, tak lupa mengulurkan tangan untuk berkenalan.

Leon dan Deby menyambut kehadiran Adelia dengan hangat. Bahkan mereka mengajari Adelia banyak hal tentang SOP club' malam itu, dan cara-cara melayani tamunya.

Sedangkan Hana, setelah memperkenalkan Adelia, dia pamit untuk melakukan aktivitasnya sendiri.

Seorang pria datang ke meja bar, meminta segelas minuman, Deby mempersilahkan Adelia untuk melayani pria itu, tentunya dengan bimbingan dan pengawasannya, bagaimanapun juga Hana meminta mereka untuk menjaga Adelia.

"Silahkan tuan!" Adelia memberikan minuman itu.

Namun, pria tua itu memegang tangan Adelia dengan erat. "Kau anak baru disini?" Tanyanya penuh selidik.

"I..iya tuan!" Jawab Adelia gugup sambil berusaha keras untuk membebaskan tangannya, namun tenaga pria itu sangatlah kuat.

"Temani aku minum, akan ku berikan tips yang besar untukmu."

Adelia ingin sekali menolak permintaan pria itu, namun sesuai SOP, melayani tamu adalah hal yang utama.

Akhirnya Adelia hanya menurut, dia keluar dari meja bar, dan duduk di kursi samping pria itu.

Rasa canggung dan tidak nyaman mulai menyelimuti Adelia, terlebih mata pria itu jelalatan, menelisiknya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Sesekali Adelia melirik kearah jam tangannya, dan merutuki jarum jam yang berputar lebih lama dari biasanya.

"Kau cantik, tidak cocok kerja disini, bagaimana jika aku membayarmu menjadi kekasihku?"

Akhirnya pria itu mengutarakan maksudnya, "Maaf tuan! Aku disini hanya untuk bekerja, bukan mencari kekasih." Tegasnya namun masih dengan nada yang sopan.

Adelia bangkit dari tempat duduknya, dan ingin meninggalkan pria itu.

"Aku akan membayarmu berkali-kali lipat, dari pada kau harus kelelahan ditempat ini sweety."

"Sepertinya waktumu sudah habis tuan! Aku harus kembali bekerja!" Ucap Adelia, saat dia ingin melangkah pergi sebuah tangan mencengkram pergelangannya dengan erat.

"Cuih, gadis murahan sepertimu tak usah berlagak sombong! Jika aku mau, aku bisa membuatmu bertekuk lutut memohon kepada ku."

"Maaf, mungkin itu wanita lain, tidak dengan ku!" Adelia memberikan tatapan yang tajam, dan berusaha melepaskan cengkraman pria itu, namun tenaganya sangatlah lemah, tak sebanding dengan tenaga si hidung belang.

"Dasar sombong! Tidak ada dalam sejarahnya ada orang yang berani menolak keinginan ku."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!