Pesona Lili Merah

Keributan Adelia dengan pria itu berhasil mencuri perhatian semua orang. Bahkan Leon dan Debby, namun mereka hanya diam tak berani berbuat apapun.

"Bagaimana ini Leon, apa yang harus kita lakukan?"

"Entahlah Deb, Hana juga belum kembali."

Jika pria tua itu bukan tuan Adam, mungkin Leon akan turun tangan langsung untuk menyelamatkan Adelia. Tapi itu adalah tuan Adam, wakil wali kota yang terkenal dengan arrogantnya.

"Lepaskan! Atau aku akan...."

"Akan apa? Cekh kau tidak tahu siapa aku huh? Ayo ikut aku!" Tuan Adam menarik lengan Adelia dengan kasar, dan ingin membawanya ke suatu tempat.

Adelia meronta-ronta, berusaha untuk melepaskan diri, namun tubuhnya terseret begitu saja.

"Lihatlah! Seorang wakil wali kota membuat tingkah murahan didepan warganya? Cekh memalukan!" Suara bariton seorang pria berhasil menghentikan langkah tuan Adam.

Semua mata tertuju kearah pria itu. Pria tampan, dengan pesona yang luar biasa, penampilan yang rapih tanpa ada noda sedikitpun.

"Jangan ikut campur urusan ku!" Tegas tuan Adam pada pria itu.

"Aku tidak ingin ikut campur, namun aku hanya heran dengan tingkah murahanmu, kelakuan mu semakin menunjukkan kualitasmu yang rendah."

Tuan Adam tak bisa berkutik jika Eros Kalandra sudah berbicara. Bagaimanapun juga keluarga mereka sangat terpandang, dan dalam hitungan detik bisa menghancurkan karirnya sebagai wakil walikota.

"Lepaskan wanita itu, jika kau tak ingin masalah ini tersebar dimedia." Tegas Eros, membuat Adam memperhatikan sekelilingnya.

Banyak kamera handphone yang menyorot kearahnya. Membuat Adam hanya bisa menurut dan melepaskan Adelia.

"Kau tidak apa-apa Adelia?" Tanya Debby yang langsung mendekat.

Adelia hanya menggelengkan kepalanya, walau sebenarnya dia sedikit terguncang dan shock dengan kejadian malam itu.

"Ini minumlah!" Leon memberikan segelas air putih, dan Adelia hanya menatap minuman itu tanpa menyentuhnya.

"Tenang ini bukan alkohol!" Ucap Leon meyakinkan, barulah Adelia meneguknya dengan rakus, membasahi tenggorokannya yang kering.

Malam itu setelah selesai jam kerja, Debby dan Leon memutuskan untuk mengantar Adelia pulang, karena Hana tentu sedang mengurusi klien-kliennya.

"Leon, Debby, bolehkah aku minta satu hal?" Tanya Adelia.

"Hmm, tentu saja!" Jawab Leon dan Debby dengan kompak.

"Jangan beritahu Hana tentang kejadian malam ini." Mohon Adelia.

Leon dan Debby hanya mengangguk pelan. "Kami akan menjaga semuanya, namun kami tidak bisa berjanji jika Hana..."

"Hana pasti akan mengetahuinya cepat atau lambat." Leon memotong ucapan Debby.

Yah, Adelia sadar akan hal itu, dan dia harus siap untuk kehilangan pekerjaan lagi. Hana pasti akan melarangnya kerja ditempat itu lagi.

"Oh Tuhan! Mengapa kesialan ini tak kunjung selesai?" Batin Adelia.

Dalam hati kecilnya dia sangat merindukan kedua orang tuanya. Dahulu dia adalah tuan putri yang selalu diperlakukan dengan istimewa, namun dunia berputar begitu cepat, dalam waktu singkat takdir membawanya ke titik terendah.

Matahari telah terbit dan menampakkan kuasanya. Adelia masih nyaman dibawah selimut dan enggan untuk bangkit. Rasanya dia ingin berada di alam mimpi saja, tak ingin kembali ke dunia nyata.

"Lia! Liiaaaa!" Suara teriakan itu berhasil membangunkannya.

'Brakkkkk' Hana membuka pintu kamar itu dengan keras.

"Kau tidak apa-apa huh?" Ucap Hana dengan kepanikannya. Hana melihat wajah Adelia memastikan jika tidak ada luka sedikitpun, terlebih pergelangan tangan gadis itu.

Ternyata Hana telah mendengar kabar kejadian semalam, dan itu membuat emosinya meningkat.

"Tenanglah Hana! Aku tidak apa-apa."

"Bagaimana mungkin? Lihat wajahmu sangat pucat Lia." Hana menyentuh wajah Adelia.

"Ini karena aku belum sarapan, kau tahu perutku lapar, dan entah mengapa hari ini aku sangat ingin makan omlet buatanmu."

Adelia selalu memiliki cara untuk membujuk Hana, buktinya sekarang wanita itu telah luluh dalam sekejap.

"Baiklah, aku akan membuatkan omlet untukmu."

"Hmmm, terimakasih Hana."

Hana menyentuh pucuk kepala Adelia, lalu bangkit meninggalkan kamar itu.

Mereka memang tak memiliki hubungan darah, namun hubungan mereka sangat kental, bagaikan saudara kandung yang saling menjaga.

Setelah kepergian Hana, Adelia memutuskan untuk merapihkan kamar dan tubuhnya. Guyuran air hangat mampu mengembalikan energi yang terkuras semalam.

Tepat pukul sepuluh, Adelia menghampiri Hana yang sedang menghidangkan dua porsi omlet dimeja makan.

"Hmmm, wanginya." Puji Adelia, membuat Hana tersenyum bangga.

"Tentu saja! Tidak ada yang bisa menandingi omlet buatan ku, kau tahu itu bukan?"

"Ya, ya, ya. Aku akui itu nyonya!"

Tawa dua wanita itu pecah, mereka menikmati sarapan paginya dengan candaan ringan.

Hari ini rumah bunga Hana memiliki beberapa pesanan yang harus diantar. Salah satunya buket lili merah yang sedang dibawa Adelia menuju salah satu restoran.

Adelia mengedarkan pandangannya, melihat ciri-ciri orang seperti yang dikatakan Hana.

"Maaf mencari siapa nona?" Tanya salah seorang pelayan restoran dengan seragam serba putih.

"Hmm, ini nyonya Larina. Apakah beliau ada disini? Aku mengantarkan pesanan buket bunga untuknya." Jelas Adelia.

Pelayan itu melihat Adelia dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Ayo ikut dengan ku." Ucap pelayan itu, dan Adelia pun hanya bisa mengikutinya.

'Tok tok'

Pelayan itu mengetuk sebuah pintu ruangan dengan sopan. "permisi nyonya, ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda."

"Hmmmm" ucapan pelayan itu hanya dibalas gumaman dari dalam sana.

Pelayan tersebut mempersilahkan Adelia untuk masuk. Dalam hati Adelia bertanya-tanya sesepesial itu kah wanita yang ada didalam sana? Adelia tahu, para nyonya di kota itu adalah istri orang ternama, dan terkenal kaya raya. Namun para nyonya yang biasa Adelia temui tak bersikap begitu, mereka akan berkumpul dikeramaian untuk memperlihatkan kemewahannya, bukan menyendiri didalam sebuah ruangan VVIV.

Adelia menghentikan langkah kakinya, tepat dibelakang seorang wanita yang sedang duduk dengan menikmati secangkir teh, Adelia tahu itu teh dari aromanya yang khas. Tentu itu adalah teh yang mahal, bukan seperti teh yang biasa dia nikmati.

"Permisi nyonya, maaf saya ingin mengantarkan bunga ini." Ucap Adelia dengan sopan.

Nyonya itu meletakkan cangkir tehnya ke atas meja. Lalu bangkit dan membalikkan pandangan kearah Adelia.

Entah mengapa wajah nyonya itu sangat familiar bagi Adelia, seperti pernah dia temui sebelumnya.

Adelia merasa risih saat nyonya itu menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seolah menelisik inci demi inci tubuh Adelia.

Dalam hati Adelia bertanya, apakah ada yang salah dengan dirinya, atau penampilannya. Mengapa tatapan nyonya itu begitu aneh?

"Adelia Fredella?" Ucap nyonya itu dengan tiba-tiba, membuat sang punya nama terkejut. Kenapa wanita itu bisa mengetahui nama lengkapnya? Apakah mereka pernah bertemu sebelumnya?

Ruangan itu sangat hening, tak ada suara yang terdengar selain pergerakan jarum jam yang terus berputar.

Terpopuler

Comments

afkar

afkar

suka ceritanya, untung aja Adelia masih selamat

2022-11-11

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!