Gharib Cinta
Seutas kata yang bukan hanya menggiurkan hati, melainkan menjalar, menusuk, membius segala yang ada di tubuh seorang diri. Siapa sangka cinta bertumbuh sesuai ekspetasi ataupun tidak.
Si gadis desa bernama Aini yang tengah menginjak usia 19 tahun ini sedang bergejolak dalam percintaan, dia sangat berkeinginan memiliki seorang kekasih. Mencari tempat di mana dia bisa bersandar, berkeluh kesah dan berbagi kisah antara satu dengan yang lainnya.
Aini memang terkenal pendiam, sehingga banyak orang yang meyakini bahwa dia itu seorang gadis yang menanam akhlak baik dan tidak banyak mulut, akan tetapi dia juga sering heran perihal tersebut; yang dirasa tidak sesuai dengan apa yang ada pada dirinya. Sehingga hendak melakukan apapun terasa kurang plong, masih memandang kiri dan kanan; layaknya seorang pencuri yang sangat amat takut misinya diketahui.
Seorang pendiam bukan berarti tidak butuh tempat untuk bercerita kesana-kemari, justru seorang pendiam itu sebenarnya ingin bercerita banyak kepada seseorang lainnya, tapi dia tak tahu bahkan bingung harus bercerita dengan siapa.
Entah terlalu nyaman dengan diri sendiri atau bahkan tidak lagi percaya dengan orang lain, akan tetapi Aini juga orang yang sangat ambigu; yang secara tiba-tiba merasa sangat membutuhkan sandaran dan seringkali merasa sendiri itu lebih baik.
Pada detik di mana dia merasa kembali bergejolak rasa, langkah demi langkah dia melaju; selalu berkelana mencari cinta yang memang benar-benar cinta. Banyak tipuan yang telah menabrak semangatnya, banyak tipuan yang menusuk relung kalbunya. Sehingga menata dan meniti selalu saja dilakukannya.
"Aku rasa wajah ini tidak begitu jelek, tidak begitu hitam, apalagi dekil. Tubuh tinggi langsing seperti ini apa iya tidak pantas dengan siapa-siapa?" Tanya Aini pada duplikat dirinya di depan cermin datar.
"Hmmmmmmmmm," hembusan napas besarpun keluar begitu saja.
"Hop, stop!" Tak tahu kenapa tiba-tiba dengan tegas dia berkata seperti itu.
"Orang mencintai tidak harus melihat fisiknya, fisik emang penting. Tapi bukankah kepintaran lebih penting? kan aku banyak prestasi, kenapa aku bisa pesimis?" Sambil tersenyum yang diikuti duplikatnya tadi, kemudian dia melangkah ke tempat ternyaman untuk merebahkan tubuhnya yang lelah.
Sebelum mata terpejam, ada sebuah film singkat yang terpampang di bawah rambut kepalanya bagian depan. Terlihat jelas bagaimana bahagianya jika suatu saat dia telah memetik bunga cinta yang bermekaran itu. Kemesraan yang tiada henti, dari membuka mata hingga menutup mata kembali. Saling menjamu kisah juga rayuan termanis bersama orang terkasih.
Terlihat, Aini sedang salah tingkah hanya karena film transparan yang dipertontonkan oleh pikiran. Ternyata hati ikut serta menyaksikan keindahan kisahnya.
"Ah sialan!"
"Hanya ilusi semata. Andai hal itu menjadi nyata adanya. Kira-kira kapan dan dengan siapa ya?"
Rasa penasaran Aini menggerogoti akal pikirannya.
Film kemesraan berlalu begitu saja, meninggalkan bekas kisah, hingga meracuni otak untuk berkelana lebih jauh lagi dan lagi. Akan tetapi, bola mata sudah tak kuasa melihat isi dunia di depannya.
Sesegera mungkin Aini melakukan ritual sebelum kelopak mata benar-benar menutup, tangan mulai menengadah;
"Bismillahirrahmanirrahim, bismikallahumma ahya wabismika amuut," telapak tanganpun mengusap wajah cantiknya.
Detak jantung terdengar beraturan, hirup udara terdengar suara dengkuran. Udara malam memang begitu dingin, sedangkan Aini tadi sudah tidak kuat menahan kelopak mata yang hendak menutup diri. Akhirnya dia berusaha menjulurkan tangannya dari tiap-tiap sudut ranjang tempat tidurnya, meraba-raba mencari selimut untuk menghangatkan tubuhnya.
Detik demi detik, selimutnya tergapai olehnya; tidak lagi menunggu hal yang tak pasti. Dia pun langsung mengibarkan selimut tersebut hingga jatuh menimpa seluruh tubuhnya.
...****************...
Hari mulai berganti dengan suasana Ayam yang menjerit-jerit begitu nyaring di pagi buta, tangan pun mengusap mata laksana kode untuk segera membuka kelopaknya.
Tubuh setengah bangun di atas ranjang ternyaman, sedang asik mengumpulkan nyawa yang tengah berceceran terguncang tubuh yang mengitari ruang ranjang.
"Haaaaaaaaaaaaaaaaa,"
Mulutnya berkembang tanpa haluan, tangan pun ke atas layaknya menangkis bola voli yang akan lewat atas kepala. Usai itu sekujur tubuhnya terbangun sudah, tanda nyawa mulai terkumpul semua. Kakipun bergerak melangkah, arah mana yang akan dituju? yah, kamar mandilah tujuan utamanya. Sebelum langkah semakin melaju, dia pun mengambil handuk di belakang pintu dan meraih peralatan mandi lainnya.
"Kreeeeek," pintu kamar mulai terbuka perlahan.
"Eeeeeeeeeeem," rupanya masih ada sisa-sisa nyawa yang baru mau berkumpul.
Kakipun tetap melangkah dan melangkah, tiba sudah di depan pintu kamar mandi.
"Mandi nggak ya?" dalam hati Aini bergumam.
"aaaaaaaah dinginnya. Mandi nggak ya!"
Pada akhirnya di kamar mandi hanya mencuci mukanya yang penuh minyak itu dengan sabun, kemudian tak lupa dia membersihkan kemuliaannya dengan air suci mensucikan dan membasuh ke seluruh anggota wudlu.
Usai sudah ritual pagi di kamar mandi,
Aini langsung beranjak menuju musholla kecil yang tersedia dalam rumahnya itu. Mukenah pun terpakai menutupi seluruh tubuhnya, kecuali telapak tangan dan wajah cantiknya.
Wajah yang masih basah dengan air wudlu itu bersujud melepaskan dahaga batin di hadapan Sang Maha Menghilangkan Dahaga.
Ketika kepala telah menoleh ke kanan dan ke kiri tanda dialog dengan Allah SWT telah berpungkas. Aini pun mengakhiri itu dengan Surat Al-Fatihah untuk orang tuanya, guru-gurunya, orang yang pernah baik dengannya dan tidak lupa untuk dirinya sendiri.
Dari balik jendela musholah dalam rumah, memancarkan cahaya mentari dari asalnya yang pasti. Pagi tersenyum begitu asri, membuat tubuh bergejolak untuk menikmati.
Aini ketika mau bangun pagi adalah suatu kebanggaan tersendiri buat orang tuanya. Meskipun bangunnya tidak membantu pekerjaan rumah, karena jarang-jarang dia terbangun dengan sendirinya, jikalau dia bangun kesiangan pasti kata yang dilemparkan bapak dan ibunya seperti ini,
"Anak perawan jam segini belum bangun, kalau besok-besok ikut mertua mau jadi apa? yang ada malah dimarahin terus sama mertuanya. Cepetan bangun!"
Hal itu yang seringkali didengar Aini ketika belum bangun di pagi hari. Namun ketika ucapan-ucapan dari kedua orang tua tersebut dilemparkan, bukannya Aini segera bangkit dari tempat tidurnya; eh malah kembali merebahkan diri. Karena Aini itu tipe orang kalau disuruh bukan malah semangat, melainkan malah plus-plus malasnya. Apalagi....
Ya apabila sudah niat dari hati mau melakukan A, eh tiba-tiba ada yang nyuruh untuk melakukan apa yang telah dia niatkan.
"Kalian seperti itu juga nggak sih?"
Si Introvert ini entah kenapa pagi-pagi sudah mulai aktif berinteraksi dengan alam, usai mimpi apa dia?
"Huuuuuuuuuu," Helaan napas Aini tengah menikmati suasana pagi.
"Matahari oh matahari," Matanya menghadap ufuk timur seraya olahraga mata dia lakukan dengan penuh penghayatan.
Sesekali menghirup udara segar nan membuang sisanya dengan hembusan.
>>>Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
eclipse
yeeeey finally 🥳
semangat menulisnya sayang 🤗🥰
2022-11-10
2