...>>>Happy Reading<<<...
Aini yang kini menginjak usia 19 tahun, sudah bisa dikatakan wanita tangguh dan selalu saja merasa kurang dalam memperdalam ilmu. Sehingga belajar, belajar, dan terus belajar yang dia lakukan. Bukan hanya belajar dalam bidang pendidikan, belajar dalam bidang pekerjaan, bahkan dia selalu mengambil butiran-butiran hikmah yang berceceran dalam kehidupannya.
Selain itu; bermula dari curhatan ibunya perkara ekonomi yang dulunya di bawah, Ibunya kini selalu memberikan cerita-cerita baru yang menggambarkan masa lalu perjuangan banting tulang, peras keringat, peras hati, dan berebut waktu.
Menjadi pribadi yang dewasa ini baginya memang tidak begitu mudah, ada saja celah di mana rasa bosan menyambar, hampir putus asa itu pasti ada.
Rasa cinta pada pendidikan, menjadikan Aini lebih terlihat gigih juga pemberani. Awal sebelum masuk dalam dunia perkuliahan, dia memberanikan diri untuk berbicara dengan pahlawan keluarga kecilnya, yaitu bapak.
Dia mengatakan,"Bapak, aku mau kuliah saja."
Sebenarnya orang tua tidak begitu merestui dia untuk duduk di bangku kuliah terlebih dahulu, sebelum mengabdi di pondok yang mana waktu SMA dia tempati.
Kekuatan hati dan pikiran sudah tidak bisa diganggu gugat, kesabarannya seakan sudah surut, hatinya mulai bergejolak untuk segera memberontak, namun Aini terbilang anak baik. Emosionalnya ditahan dan berusaha mengatakan apa yang diinginkannya dengan baik dan dalam keadaan kepala dingin.
Setelah orang tua setuju dengan pilihan anaknya itu; yang awal mulanya juga tidak diperkenankan bekerja dengan orang atau bisa dibilang buruh. Bapaknya mulai mengizinkan, karena seorang bapak yang usainya tidak muda lagi itu sangat amat khawatir kalau anaknya tidak mampu melanjutkan pendidikannya hanya karena faktor ekonomi.
Hal itu juga bisa menjadikan keluarga dipermalukan oleh celotehan yang akan keluar dari mulut-mulut tetangga.
...****************...
Pagi yang memancarkan cahaya mentari, mendampingi Aini selama roda motornya berputar.
"Memang benar ya, tidak ada kenikmatan yang melebihi nikmatnya menghirup udara." ucap Aini dalam hati.
Mulutnya tidak mau berhenti, sepanjang jalan perjalan yang dilalui oleh roda motor Supra X dari depan rumah sampai pasar mulutnya komat-kamit menyanyikan lagu hingga full album. Hehehehe...
Oh iya, Seorang Aini ini terjun di dunia jahit menjahit sekaligus menjaga toko kain yang berada di dalam pasar. Dia yang mulanya pensiun dari pekerjaan kecilnya sejak masuk Madrasah Tsanawiyah itu, mulai bekerja kembali sejak satu bulan sebelum masa ospek berlangsung. Dengan sengaja dia mencari kerja, tapi tanpa sengaja dia terjun dalam dunia pekerjaan yang tidak pernah dipelajari sebelumnya.
Bukan Aini namanya kalau tidak memanfaatkan peluang yang tersedia dengan begitu lebarnya. Aini mengambil pekerjaan itu berniat bukan mencari uang, melainkan memanfaatkan waktu luang. Saat dapat tawaran pekerjaan itupun dia tidak menanyakan berapa gaji yang akan didapat, melainkan yang dia tanyakan adalah;
"Aku belum pernah mempelajari perihal jahit menjahit, apakah boleh?"
"Aku pun sambil kuliah, jikalau ada kegiatan kampus yang menabrak jadwal kerja bagaimana?"
Setelah dipikir-pikir dan Aini menyatakan bersedia, beberapa hari kemudian dia langsung diterima dan dipersilahkan mulai bekerja.
(Sampai di pasar)
Langkah demi langkah dia akan melewati pintu masuk bagian barat pasar, yang mana tepat 5 langkah dari lorong pintu; di samping itu ada seorang ibu jualan garam.
Dengan hormat dia menyapa,
"Monggo, Bu," sambil menganggukkan kepalanya dan tersenyum ramah di balik masker.
Itu setiap hari yang dilakukan usai melewati pintu masuk pasar. Kakinya terus melangkah menuju toko di mana tempat si gadis ini bekerja.
Sesampai di depan toko, Aini memilih kunci toko yang bergandengan dengan kunci motor.
"Bismillahirrahmanirrahim,"
Aini mulai menusukkan kunci dalam induknya dengan setengah goyangan tangan yang membuat induk kuncinya terbuka. Dengan santai Aini mengambil sang induk dan mengangkat pintu hingga terbuka lebar.
"Brraaaaaaak," pintunya tak sengaja terlepas dari jari jemarinya, sehingga suara yang ditimbulkan begitu keras. Membuat dirinya sendiri kaget dan merasa tidak enak hati dengan orang-orang di sekitarnya.
Namun tidak mengapa, toh dia juga tidak sengaja melepaskan itu secara spontan. Dari awal dia sudah berusaha untuk membuka pintu dengan pelan dan perlahan,,,
Aini pun tersenyum pada dirinya sendiri untuk mencairkan suasana hati yang tadinya membeku karena kaget.
"Ya Allah, semoga hari ini berjalan dengan begitu indah." Sambil menata barang yang akan diperjual belikan.
Pikiran dan hati Aini tidak pernah berniat untuk berhenti. Selalu saja berbicara, entah mengajak jalan-jalan kemana ada saja tujuannya.
"Enak ya kalau ada cowok, pasti pagi-pagi sudah dikasih ucapan selamat pagi."
"Eeeeeemm,"
Dia berusaha menepis pikiran itu,
"Buat apa punya cowok? nambah-nambah capek saja, harus bagi waktu ke sinilah, waktu ke sanalah. Nanti yang ada malah diatur-atur."
"Oh, ya juga ya." Aini tengah asik berdialog pada dirinya sendiri. Sehingga tanpa disadari tangan berjalan sesuai fungsi, menata barang dagangan dengan semestinya.
Barang dagangan sudah tertata, tapi masih saja pikiran dan hatinya berdebat belum ada ujung yang pasti.
Ambigu, kakipun melangkah menuju tempat ternyaman selama dia bekerja. Melewati jalan sempit, Aini berhasil masuk. Kemudian dia mengulurkan tangan menuju kabel untuk menyambungkan antara mesin jahit juga kipas angin dengan listrik. Sehingga keduanya bisa berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Kakipun ditekuk, posisi duduk menghadap ke arah barat sambil mencari posisi aman dan nyaman untuk dirinya sendiri. Ya meskipun samping kiri terdapat kain-kain yang berdiri sejajar, samping kanan dan belakang sudah dinding pembatas antar toko lainnya, dan depan ada mesin jahit. Aini sangat menikmati suasana itu.
Tiba-tiba, pikiran Aini kembali berjelajah;
Arah jalan pikirannya gampang banget berubah-ubah, yang tadinya berpikir perihal cowok, sekarang dia berpikir perihal jalannya menjadi anak yang membanggakan.
"Bagaimana caranya menjadi anak yang mampu mengangkat derajat orang tua ya?"
Menggali dan teruslah dia menggali isi otaknya, sampai berantakan semua tak kunjung dia temukan jawabannya.
malah pikiran selalu berganti-ganti arah tujuan.
"Gini amat jadi orang pemikir," dia merenungi apa yang terjadi pada dirinya.
Dibilang capek ya capek, menguras tenaga tanpa tahu arah tujuan yang jelas dan nyata. Semua yang dikunjungi hanyalah tempat pembuangan energi semata,
Namun apalah daya, pikiran tidak bisa dihentikan begitu saja. Pasti ada yang menghampiri, bahkan pikiran dia sendiri yang menghampiri.
Aini pun meraih beberapa lembar kain yang sudah dipotong-potong, tugas dia adalah menyatukan potongan-potongan itu menjadi sebuah pakaian yang layak pakai.
Ya, Hatinya kembali berkata-kata.
"Alhamdulillah, bisa dapat pekerjaan yang bernilai plus-plus ini."
Aini bekerja bukan hanya mencari nilai rupiah, melainkan juga bisa belajar teknik dalam menyatukan lembaran kain satu dengan yang lainnya untuk menjadi satu kesatuan yang sempurna, bisa ikut serta dalam menjaga aurat orang yang memesannya, juga mendapat upah bernominal, dan yang paling penting adalah upah pengalaman luar biasa.
Pengalaman di mana ada penawaran dari pembeli dan Aini harus bisa bersikap seperti apa dalam melayaninya, meskipun barang dagangan diacak-acak berujung tidak jadi membeli; hal inilah yang menguji seberapa sabarnya dia dalam menghadapi sikap pembeli.
Dia berpikir bahwa,"Pengalaman tidak bisa dijual belikan."
Sehingga dia sangat berterimakasih dengan semuanya, terutama orang tua. Berkat doa-doa yang selalu diajukan kepada Tuhan mampu mengantarkan Aini pada tuan pemilik toko yang ramah, dan sangat amat perhatian dengan keadaan Aini.
>>>Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments