Doa dari Surga

...>>>Happy Reading<<<...

Manusia hanya bisa menengadah, sedangkan Tuhan selalu bisa memberikan yang terbaik buat seluruh hambanya.

Hal itu tengah ditembus oleh kedua orang tua Aini,

"Ya Allah, semoga anak keturunanku tidak mengikuti jalan kepayahan yang telah aku lalui dahulu. Biarkan kepayahan itu berhenti pada diriku sendiri tak mengapa."

Bait doa yang terlontarkan tiap-tiap hari oleh orang tua Aini.

Dengan hati yakin dan niat yang kuat, Aini terjun dalam dunia pekerjaan untuk sedikit demi sedikit mengumpulkan dana yang akan digunakan dalam pembayaran setiap masuk setengah tahun.

Aini tengah asik menyatukan lembaran-lembaran kain yang sudah dicetak. Pelan dan santai mesinnya melaju dibarengi suara gemuruh mesin yang jarumnya tengah berjalan sesuai gerakan kaki yang dilajukan.

"Ya Allah, aku sangat berterimakasih atas segala nikmat yang engkau beri."

Aini yang memang jalan pikirannya tidak bisa berhenti itu; selalu ada bisikan-bisikan yang menghantui. Entah itu berupa siraman rohani, atau hal-hal lain diluar nalar, dan masih banyak gema kata-kata yang keluar; baik dari hati maupun pikiran.

Dia pun kembali monolog,

"Semua ini berkat bapak ibu yang tiap kali menengadah seusai sholatnya, ya mereka memang bukan tergolong orang-orang alim; Namun tak lain mereka menginginkan anaknya untuk menjadi orang yang patuh beragama."

"Memang kemarin mereka tidak mengizinkan aku untuk beranjak ke dunia pendidikan yang lebih tinggi, akan tetapi sebenarnya mereka sangat amat ingin anaknya bisa berpendidikan lebih tinggi. Seraya membalas masa lalu mereka yang belum bisa menjalankan pendidikan dengan begitu sempurna."

Ya, Bapak Aini hanya lulusan paket A. Sedangkan ibunya lulusan SD; akan tetapi sayang seribu sayang, ijazah yang didapatkan selama 6 tahun pembelajaran telah hilang jejak.

Kok bisa?

Dulu ketika orang tua Aini hendak menikah, ijazah ibu Aini dibawa bapaknya; yang mana katanya mau diuruskan masalah daftar pernikahan. Eh, malah diberikan ke siapa itu dan akhirnya tidak lagi ditemukan. Usaha mandiri yang dilakukannya berasa sia-sia.

Aini selalu ingat apa saja pengalaman-pengalaman hebat yang pernah dilalui oleh ibunya.

Pada waktu yang senggang dan hanya berdua, ibu Aini pernah bercerita seperti ini;

"Aku selalu ingat, di mana beberapa tahun silam, aku bertemu dengan nenek-nenek tua yang sangat kehausan di tengah-tengah hutan rindang; Jauh dari pemukiman. Dia minta air yang aku bawa. Ya bagaimana juga di tengah hutan jarang ada orang lewat, airku tinggal sedikit; tapi tak apa. Karena kasihan dan aku belum merasa haus, akhirnya aku kasihkan air itu dan si nenek langsung meminumnya dengan sangat menikmati."

Ibunya pun tiba-tiba tersenyum mengingat kejadian itu, sedangkan Aini tengah asik menyimak dengan baik dan rasa penasaran, kemudian Ibunya melanjutkan cerita masa lalu itu;

"Nah,, waktu usai minum; nenek itu izin mau melanjutkan perjalanannya. Tapi ..."

Aini sangat penasaran ketika ibunya bilang "tapi"

"Tapi apa, Bu?"

"Hmmmmmmm," ibunya menghela napas dengan begitu tegasnya.

"Tapi sebelum nenek itu pergi, dia sempat ngobrol sebentar dengan ibu. Terus kata-kata beliau yang ibu ingat sampai saat ini adalah berisi doa seperti ini,"Semoga anak cucumu besok menjadi anak yang makmur, dan tidak menjadi orang yang susah.""

"Anehnya, setelah beberapa langkah nenek itu beranjak pergi, tiba-tiba jejak nenek itu tidak ada; alias langsung saja menghilang begitu saja. Apa jangan-jangan itu malaikat yang menyamar jadi manusia? Usai itu aku nangis dan khusnudzon kalau itu memang benar-benar malaikat."

Ibu Aini yang waktu itu bersusah-susah mengais rezeki buat biaya hidup dan biaya sekolah, akhirnya merasa diberi asupan energi setelah doa yang dilontarkan si nenek tanpa tahu asal-usulnya tadi.

Aini yang kini tengah bekerja; usai berjalan di masa lalu ibunya tadi juga merasa lebih full power dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai karyawan di toko itu. Meskipun pikiran berjalan-jalan tanpa tujuan yang pasti; tangan, kaki, dan matanya bekerja sesuai apa yang harus dikerjakan.

Itulah Aini, yang tidak pernah bisa fokus pada satu bidang saja. Justru kalau dia terlalu fokus; pekerjaan itu bukan cepat selesai malah bikin pening pikiran dan panas otaknya, sehingga tubuhnya juga akan merasakan lelah yang tidak tanggung-tanggung.

Seringkali dia belajar saja tidak bisa jikalau dalam keadaan hening, pasti akan ada musik yang menemaninya dalam menyelesaikan tugas.

Sewaktu bekerja juga sama, dia tidak pernah lepas dari yang namanya musik. Entah apapun itu jenis musiknya, yang penting ada.

"Nduk, ada kain Toyobo warna putih?"

Tiba-tiba ada seorang ibu yang sedang mengandeng anak menghampiri tokonya dengan mata yang mulai berjelajah dalam isi toko.

"Ada, Bu." Jawab Aini dengan begitu ramah.

"Monggo dilihat terlebih dahulu! cocok atau tidak," tambahnya sambil mengulurkan kain putih yang bernama Toyobo.

Ibu itu pun mengangguk tanda setuju,

"Iya ini, berapa satu meternya?"

"Ini satu meternya 28.000, ibu butuh berapa meter?"

"Tidak bisa kurang gitu?" Ibu itu mencoba menawar.

Aini pun meringis,"Boleh ibu, 27.000 itu pasnya."

"Nggak bisa 25.000 saja ta?"

Ibu itu mencoba kembali menawar dengan harga yang tidak sesuai. Tapi tidak ada salahnya untuk menawar, ya kan?

Aini kembali meringis, "Belum boleh dong, Bu. Harga 27.000 itu sudah pas."

Karena memang dari bos kalau ada yang nawar disuruh nurunin hanya seribu saja, ya bagaimana. Aini hanya karyawan di sana.

"Ya sudah deh, aku minta 3 meter saja," Ucap ibu itu menyetujui harga 27.000 per meternya.

Aini langsung mengambil meteran dan menyiapkan gunting untuk segera melayani pembeli tersebut.

Ketika proses memotong kain putih itu, Aini tidak ingin merasa canggung dan tidak ingin merasa pembelinya itu bosan. Dengan sikap hati-hati memotong kain, Aini sedikit banyak mengajak ngobrol si pembeli.

Sampai diujung pemotongan ibu itu bertanya,"Totalnya berapa, Mbak?"

Aini tidak langsung mengungkapkan harga, karena dia tidak begitu pandai dalam berhitung. Sehingga ibu itu harus menunggu Aini selesai mengemas dan menghitung total belanjaan si ibu itu.

"Total 81.000, Bu. Dibayar 80.000 saja tidak apa-apa."

Aini pun memberikan kantong plastik yang berisi kain putih tadi kepada pembelinya dan pembeli membalasnya dengan selembar uang merah.

"Berarti kembalian 20.000 ribu njh, Bu!" Aini memastikan seraya mengambil uang dalam loker tempat di mana dia menyimpan uang dagangan.

"Inggih, Mbak," Jawab si ibu membenarkan.

"Ini, Bu. Silahkan dihitung kembali."

Sudah menjadi kebiasaan Aini, ketika memberikan kembalian; selalu saja mengingatkan pembeli untuk menghitung uang kembalian, agar tidak ada kesalahpahaman di antara penjual dan pembeli; apabila nanti di jalan tiba-tiba kembalian itu lebih atau bahkan kurang.

"Iya, Mbak. Sudah benar kok!"

Aini juga selalu langsung mengucapkan terimakasih kepada pembelinya, ketika hendak beranjak pergi meninggalkan toko.

>>>Bersambung.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!