NovelToon NovelToon

Gharib Cinta

Si Introvert

Seutas kata yang bukan hanya menggiurkan hati, melainkan menjalar, menusuk, membius segala yang ada di tubuh seorang diri. Siapa sangka cinta bertumbuh sesuai ekspetasi ataupun tidak.

Si gadis desa bernama Aini yang tengah menginjak usia 19 tahun ini sedang bergejolak dalam percintaan, dia sangat berkeinginan memiliki seorang kekasih. Mencari tempat di mana dia bisa bersandar, berkeluh kesah dan berbagi kisah antara satu dengan yang lainnya.

Aini memang terkenal pendiam, sehingga banyak orang yang meyakini bahwa dia itu seorang gadis yang menanam akhlak baik dan tidak banyak mulut, akan tetapi dia juga sering heran perihal tersebut; yang dirasa tidak sesuai dengan apa yang ada pada dirinya. Sehingga hendak melakukan apapun terasa kurang plong, masih memandang kiri dan kanan; layaknya seorang pencuri yang sangat amat takut misinya diketahui.

Seorang pendiam bukan berarti tidak butuh tempat untuk bercerita kesana-kemari, justru seorang pendiam itu sebenarnya ingin bercerita banyak kepada seseorang lainnya, tapi dia tak tahu bahkan bingung harus bercerita dengan siapa.

Entah terlalu nyaman dengan diri sendiri atau bahkan tidak lagi percaya dengan orang lain, akan tetapi Aini juga orang yang sangat ambigu; yang secara tiba-tiba merasa sangat membutuhkan sandaran dan seringkali merasa sendiri itu lebih baik.

Pada detik di mana dia merasa kembali bergejolak rasa, langkah demi langkah dia melaju; selalu berkelana mencari cinta yang memang benar-benar cinta. Banyak tipuan yang telah menabrak semangatnya, banyak tipuan yang menusuk relung kalbunya. Sehingga menata dan meniti selalu saja dilakukannya.

"Aku rasa wajah ini tidak begitu jelek, tidak begitu hitam, apalagi dekil. Tubuh tinggi langsing seperti ini apa iya tidak pantas dengan siapa-siapa?" Tanya Aini pada duplikat dirinya di depan cermin datar.

"Hmmmmmmmmm," hembusan napas besarpun keluar begitu saja.

"Hop, stop!" Tak tahu kenapa tiba-tiba dengan tegas dia berkata seperti itu.

"Orang mencintai tidak harus melihat fisiknya, fisik emang penting. Tapi bukankah kepintaran lebih penting? kan aku banyak prestasi, kenapa aku bisa pesimis?" Sambil tersenyum yang diikuti duplikatnya tadi, kemudian dia melangkah ke tempat ternyaman untuk merebahkan tubuhnya yang lelah.

Sebelum mata terpejam, ada sebuah film singkat yang terpampang di bawah rambut kepalanya bagian depan. Terlihat jelas bagaimana bahagianya jika suatu saat dia telah memetik bunga cinta yang bermekaran itu. Kemesraan yang tiada henti, dari membuka mata hingga menutup mata kembali. Saling menjamu kisah juga rayuan termanis bersama orang terkasih.

Terlihat, Aini sedang salah tingkah hanya karena film transparan yang dipertontonkan oleh pikiran. Ternyata hati ikut serta menyaksikan keindahan kisahnya.

"Ah sialan!"

"Hanya ilusi semata. Andai hal itu menjadi nyata adanya. Kira-kira kapan dan dengan siapa ya?"

Rasa penasaran Aini menggerogoti akal pikirannya.

Film kemesraan berlalu begitu saja, meninggalkan bekas kisah, hingga meracuni otak untuk berkelana lebih jauh lagi dan lagi. Akan tetapi, bola mata sudah tak kuasa melihat isi dunia di depannya.

Sesegera mungkin Aini melakukan ritual sebelum kelopak mata benar-benar menutup, tangan mulai menengadah;

"Bismillahirrahmanirrahim, bismikallahumma ahya wabismika amuut," telapak tanganpun mengusap wajah cantiknya.

Detak jantung terdengar beraturan, hirup udara terdengar suara dengkuran. Udara malam memang begitu dingin, sedangkan Aini tadi sudah tidak kuat menahan kelopak mata yang hendak menutup diri. Akhirnya dia berusaha menjulurkan tangannya dari tiap-tiap sudut ranjang tempat tidurnya, meraba-raba mencari selimut untuk menghangatkan tubuhnya.

Detik demi detik, selimutnya tergapai olehnya; tidak lagi menunggu hal yang tak pasti. Dia pun langsung mengibarkan selimut tersebut hingga jatuh menimpa seluruh tubuhnya.

...****************...

Hari mulai berganti dengan suasana Ayam yang menjerit-jerit begitu nyaring di pagi buta, tangan pun mengusap mata laksana kode untuk segera membuka kelopaknya.

Tubuh setengah bangun di atas ranjang ternyaman, sedang asik mengumpulkan nyawa yang tengah berceceran terguncang tubuh yang mengitari ruang ranjang.

"Haaaaaaaaaaaaaaaaa,"

Mulutnya berkembang tanpa haluan, tangan pun ke atas layaknya menangkis bola voli yang akan lewat atas kepala. Usai itu sekujur tubuhnya terbangun sudah, tanda nyawa mulai terkumpul semua. Kakipun bergerak melangkah, arah mana yang akan dituju? yah, kamar mandilah tujuan utamanya. Sebelum langkah semakin melaju, dia pun mengambil handuk di belakang pintu dan meraih peralatan mandi lainnya.

"Kreeeeek," pintu kamar mulai terbuka perlahan.

"Eeeeeeeeeeem," rupanya masih ada sisa-sisa nyawa yang baru mau berkumpul.

Kakipun tetap melangkah dan melangkah, tiba sudah di depan pintu kamar mandi.

"Mandi nggak ya?" dalam hati Aini bergumam.

"aaaaaaaah dinginnya. Mandi nggak ya!"

Pada akhirnya di kamar mandi hanya mencuci mukanya yang penuh minyak itu dengan sabun, kemudian tak lupa dia membersihkan kemuliaannya dengan air suci mensucikan dan membasuh ke seluruh anggota wudlu.

Usai sudah ritual pagi di kamar mandi,

Aini langsung beranjak menuju musholla kecil yang tersedia dalam rumahnya itu. Mukenah pun terpakai menutupi seluruh tubuhnya, kecuali telapak tangan dan wajah cantiknya.

Wajah yang masih basah dengan air wudlu itu bersujud melepaskan dahaga batin di hadapan Sang Maha Menghilangkan Dahaga.

Ketika kepala telah menoleh ke kanan dan ke kiri tanda dialog dengan Allah SWT telah berpungkas. Aini pun mengakhiri itu dengan Surat Al-Fatihah untuk orang tuanya, guru-gurunya, orang yang pernah baik dengannya dan tidak lupa untuk dirinya sendiri.

Dari balik jendela musholah dalam rumah, memancarkan cahaya mentari dari asalnya yang pasti. Pagi tersenyum begitu asri, membuat tubuh bergejolak untuk menikmati.

Aini ketika mau bangun pagi adalah suatu kebanggaan tersendiri buat orang tuanya. Meskipun bangunnya tidak membantu pekerjaan rumah, karena jarang-jarang dia terbangun dengan sendirinya, jikalau dia bangun kesiangan pasti kata yang dilemparkan bapak dan ibunya seperti ini,

"Anak perawan jam segini belum bangun, kalau besok-besok ikut mertua mau jadi apa? yang ada malah dimarahin terus sama mertuanya. Cepetan bangun!"

Hal itu yang seringkali didengar Aini ketika belum bangun di pagi hari. Namun ketika ucapan-ucapan dari kedua orang tua tersebut dilemparkan, bukannya Aini segera bangkit dari tempat tidurnya; eh malah kembali merebahkan diri. Karena Aini itu tipe orang kalau disuruh bukan malah semangat, melainkan malah plus-plus malasnya. Apalagi....

Ya apabila sudah niat dari hati mau melakukan A, eh tiba-tiba ada yang nyuruh untuk melakukan apa yang telah dia niatkan.

"Kalian seperti itu juga nggak sih?"

Si Introvert ini entah kenapa pagi-pagi sudah mulai aktif berinteraksi dengan alam, usai mimpi apa dia?

"Huuuuuuuuuu," Helaan napas Aini tengah menikmati suasana pagi.

"Matahari oh matahari," Matanya menghadap ufuk timur seraya olahraga mata dia lakukan dengan penuh penghayatan.

Sesekali menghirup udara segar nan membuang sisanya dengan hembusan.

>>>Bersambung.....

Bertulang Baja Sejak Kecil

...>>> Happy Reading <<<<...

Senandung suara adzan subuh berkumandang, pertanda matahari akan menyambut pagi dengan riang. Dengan alarm alaminya, Aini membuka mata dari terbenamnya dunia. Sambil mengusap mata seakan mengembalikan nyawa yang hampir lepas dari raga. Merajut kembali pandangan yang memudar, menyambut nyawa yang mulai kembali dengan senyuman.

Tubuh mulai berdiri tegak sambil meraih gayung tempat di mana Aini menyimpan peralatan mandinya. Ketika tepat berada di depan pintu kamar mandi, Aini merasa bimbang. Mengadu pikiran dengan keadaan, menaruhkan mandi dan tidak. Karena udara pagi yang begitu dingin hingga menusuk-nusuk tulang, yang akhirnya Aini mengurungkan niatnya untuk mandi pagi.

"Dah, yakin aku tidak mandi pagi kali ini," hatinya angkat bicara.

Dengan memberanikan diri Aini melewati pintu kamar mandi yang berada tepat di hadapannya,

"Wow," Aini kaget dengan hawa dingin yang melebihi dinginnya sebelum melewati pintu kamar mandi itu.

Baru beberapa menit setelah menginjakkan kaki di dalam kamar mandi berukuran 2x3 meter itu, Aini sudah setengah menggigil. Padahal dia baru hanya mengusap wajahnya dengan satu kali usapan.

Demi cintanya pada Tuhan,

"Air dingin hanyalah air dingin yang tidak sepatutnya ditakuti," menguatkan niatnya untuk mengambil air wudhu.

Namun siapa sangka, kata-kata yang barusan Aini katakan...

"Eeeeeemm,"

"Apa hayoo?"

Ternyata untaian kata yang terucap hanyalah untuk menguatkan niatnya dalam menjalankan kewajiban serta kebutuhannya yaitu madep mantep marang Gusti yang artinya "Menghadap dengan keyakinan terhadap Tuhan."

Usai berdialog dengan Tuhannya, Aini mencoba keluar rumah untuk menikmati udara pagi yang memang begitu asri. Bolak-balik dia menarik ulur hembusan di hidung istimewanya.

"Hmmmmmm," hembusan nafasnya terlihat begitu dinikmati, dan sesekali dia mengucapkan,

"Alhamdulillah, masih diberikan nikmat terbesar di dunia ini."

Selain orang tuanya, nikmat terbesar menurut Aini adalah diberikannya kenikmatan sehat lahir dan batin. Sehingga dalam menjalankan aktivitas yang begitu padatnya juga terasa baik-baik saja, meskipun lelah pasti ada.

Bukan Aini namanya kalau hanya diam di rumah, sejak usia SD dia sudah mulai aktif menjalankan aktivitas layaknya orang dewasa dan meninggalkan permainan masa kecilnya.

Wajar saja, Aini hanyalah gadis desa; yang mana sekali minta tidak selalu langsung ada. Adakalanya menunggu masa niat orang tua mengabulkan, adakalanya belajar melupakan apa yang diminta; karena ya entah orang tuanya lupa, sengaja dilupakan, atau bahkan orang tuanya mengganggap kalau dirinya sudah lupa atas permintaan yang diajukan, atau juga memang dananya selalu mengalir untuk kebutuhan yang lain.

Aini sejak masuk kelas empat Madrasah Ibtidaiyah atau lebih singkatnya MI, sudah mulai mengikuti giat bekerja di toko kecil tetangga depan rumahnya.

Aini mulai melakukan aktivitas bekerja itu setelah dia pulang sekolah, tidak ada tidur siang dalam masa kecilnya.

Bermain dengan teman sebayanya diminimalisir.

"Dia tidak malu melakukan pekerjaan itu?"

Buat apa malu, justru dia sering dipuji banyak orang orang. Masih kecil udah pinter gini, udah pinter gitu.

Akan tetapi dia sendiri aja tidak pernah berpikir bahwa itu suatu pekerjaan, yang dia tahu hanyalah; saat membantu tetangganya dagang atau hanya sekadar membantu buat pengemasan jajan seperti halnya; kripik pisang, jagung goreng, kacang goreng, dan sebangsanya pasti selalu dikasih uang. Ketika itu paling sehari dapat 2-3 ribu rupiah, kadang juga tidak langsung dikasih dalam sehari itu. Paling ya 3 hari gitu baru dikasih uang 1 lembar berwarna ungu.

Bukan hanya pengemasan, terkadang dia juga membantu dalam penggorengan jajanan yang sudah saya sebut tadi. Nah, yang lebih uniknya lagi; pada kisaran kelas 5-6 dia sudah bisa melepaskan kelapa dari tengkorak atau kulit kerasnya.

Mulai dari terjun di dunia pekerjaan; Aini bisa menabung untuk dirinya sendiri, uang yang didapatkan dari jerih payahnya sendiri. Tanpa harus merengek, pura-pura nangis sampai menangis beneran demi uang 500 rupiah.

Ya, keluarga Aini pada masa itu hanyalah orang biasa yang ekonominya masih terbilang sangat minim. Serumah dihuni 7 orang yang semua itu makan nasi dan butuh lauk, sedangkan yang bekerja hanya 1 orang; bapak sahaja. Kala itu Masih gemar dibuat bahan omongan tetangga dan kurang pekanya pada usia 17 masuk 18 tahun dia baru tahu akan hal itu.

Ekonomi yang mulai berada di tengah, di waktu senggang, hanyalah seorang ibu dan Aini semata; tiba-tiba Ibu Aini curhat perihal keuangan.

"Sekarang sudah terbilang ekonomi lumayan, tidak begitu parah dibandingkan beberapa tahun lalu,"

Aini merasa penasaran, sehingga dengan leluasa mendekatkan diri lebih dekat di depan mulut ibunya sambil menjulurkan telinganya sampai hanya berjarak satu jengkal, dia pun bertanya,

"Bagaimana lho, Bu?"

Si ibu menjawab dengan penuh renungan,"Dulu tetangga sebelah itu ke sini mau pinjam uang 5.000 rupiah buat ngasih uang saku anaknya yang mau sekolah. Sedangkan di dompet nggak ada uang sama sekali, sehingga tetangga memutuskan buat menurunkan nominal yang akan dipinjam menjadi 2.000 rupiah."

"Hmmmm," sejenak ibu menghela nafas.

Kemudian ibu Aini melanjutkan curhatannya,"Ya aku bilang nggak ada. Batinku,"Jangankan 2.000, 500 rupiah saja tidak ada."

Tapi tetangga tidak percaya akan hal itu dan bilang ke orang-orang bahwasannya Ibu itu pelit, dipinjami uang 5.000 sampai turun ke 2.000 saja tidak dibolehin."

"Nah, miris nggak dibilang seperti itu? mengiris hati rasanya. Padahal di dompet benar-benar tidak ada uang sepersen pun, kalau ada ya pasti aku kasihkan."

Seketika Aini menahan tangis, tidak mungkin dia tiba-tiba menumpahkan air mata di hadapan ibu tercintanya.

Aini cukup menyadari, bahwa tingkah lakunya dahulu telah menambah beban pikir orang tuanya. Keegoisan dalam meminta sesuatu, telah memeras tenaga orang tua lebih dalam.

"Oh ternyata selama ini perlakuan orang tuaku?" hatinya ikut teriris mendengar curhatan dari surganya.

Mengingat kembali masa di mana seorang Aini selalu membantah perkataan orang tuanya, jika keegoisannya naik yang bergerak adalah tangan bergantian; entah dari seorang bapak ataupun ibunya yang memang sudah panas, bahkan sangat panas dalam mengahadapi sikap Aini.

Lagi-lagi dia bilang terhadap dirinya sendiri,"Ternyata aku telah membuat keadaan menjadi lebih tidak baik-baik saja dalam masa itu."

Hal yang lebih disesali yaitu kenapa diusia yang sudah terbilang bisa menjaga sikap dan tutur kata, Aini baru tahu akan kejadian itu. Kenapa tidak kemarin-kemarin saja, agar Aini bisa belajar menahan nafsunya dalam meminta a, b, c dan kawan-kawannya.

Sesal saja percuma, Aini pun bangga dengan surganya yang begitu sempurna. Berjalan di atas duri-duri tajam, namun masih bisa berdiri dengan begitu gagah.

Sekarang, ada beberapa poin menjadi tanda tanya besar dalam hati Aini;

"Apakah menjadi orang yang terbilang biasa saja dengan ekonomi sederhana tidak pantas diperlakukan dengan bijaksana?"

"Apakah menjadi orang ditingkat terbawah tidak bisa naik ke level teratas?"

"Bukankah bumi selalu berputar? bukankah keadaan bisa berubah-ubah dalam waktu sekejap mata hanya dengan kunfayakun-Nya?"

Manusia memang hanya bisa menduga-duga, yang tahu pasti akan keadaan manusia sebenarnya hanyalah Tuhan semata.

>>>Bersambung....

Traveling Tanpa Batas

...>>>Happy Reading<<<...

Aini yang kini menginjak usia 19 tahun, sudah bisa dikatakan wanita tangguh dan selalu saja merasa kurang dalam memperdalam ilmu. Sehingga belajar, belajar, dan terus belajar yang dia lakukan. Bukan hanya belajar dalam bidang pendidikan, belajar dalam bidang pekerjaan, bahkan dia selalu mengambil butiran-butiran hikmah yang berceceran dalam kehidupannya.

Selain itu; bermula dari curhatan ibunya perkara ekonomi yang dulunya di bawah, Ibunya kini selalu memberikan cerita-cerita baru yang menggambarkan masa lalu perjuangan banting tulang, peras keringat, peras hati, dan berebut waktu.

Menjadi pribadi yang dewasa ini baginya memang tidak begitu mudah, ada saja celah di mana rasa bosan menyambar, hampir putus asa itu pasti ada.

Rasa cinta pada pendidikan, menjadikan Aini lebih terlihat gigih juga pemberani. Awal sebelum masuk dalam dunia perkuliahan, dia memberanikan diri untuk berbicara dengan pahlawan keluarga kecilnya, yaitu bapak.

Dia mengatakan,"Bapak, aku mau kuliah saja."

Sebenarnya orang tua tidak begitu merestui dia untuk duduk di bangku kuliah terlebih dahulu, sebelum mengabdi di pondok yang mana waktu SMA dia tempati.

Kekuatan hati dan pikiran sudah tidak bisa diganggu gugat, kesabarannya seakan sudah surut, hatinya mulai bergejolak untuk segera memberontak, namun Aini terbilang anak baik. Emosionalnya ditahan dan berusaha mengatakan apa yang diinginkannya dengan baik dan dalam keadaan kepala dingin.

Setelah orang tua setuju dengan pilihan anaknya itu; yang awal mulanya juga tidak diperkenankan bekerja dengan orang atau bisa dibilang buruh. Bapaknya mulai mengizinkan, karena seorang bapak yang usainya tidak muda lagi itu sangat amat khawatir kalau anaknya tidak mampu melanjutkan pendidikannya hanya karena faktor ekonomi.

Hal itu juga bisa menjadikan keluarga dipermalukan oleh celotehan yang akan keluar dari mulut-mulut tetangga.

...****************...

Pagi yang memancarkan cahaya mentari, mendampingi Aini selama roda motornya berputar.

"Memang benar ya, tidak ada kenikmatan yang melebihi nikmatnya menghirup udara." ucap Aini dalam hati.

Mulutnya tidak mau berhenti, sepanjang jalan perjalan yang dilalui oleh roda motor Supra X dari depan rumah sampai pasar mulutnya komat-kamit menyanyikan lagu hingga full album. Hehehehe...

Oh iya, Seorang Aini ini terjun di dunia jahit menjahit sekaligus menjaga toko kain yang berada di dalam pasar. Dia yang mulanya pensiun dari pekerjaan kecilnya sejak masuk Madrasah Tsanawiyah itu, mulai bekerja kembali sejak satu bulan sebelum masa ospek berlangsung. Dengan sengaja dia mencari kerja, tapi tanpa sengaja dia terjun dalam dunia pekerjaan yang tidak pernah dipelajari sebelumnya.

Bukan Aini namanya kalau tidak memanfaatkan peluang yang tersedia dengan begitu lebarnya. Aini mengambil pekerjaan itu berniat bukan mencari uang, melainkan memanfaatkan waktu luang. Saat dapat tawaran pekerjaan itupun dia tidak menanyakan berapa gaji yang akan didapat, melainkan yang dia tanyakan adalah;

"Aku belum pernah mempelajari perihal jahit menjahit, apakah boleh?"

"Aku pun sambil kuliah, jikalau ada kegiatan kampus yang menabrak jadwal kerja bagaimana?"

Setelah dipikir-pikir dan Aini menyatakan bersedia, beberapa hari kemudian dia langsung diterima dan dipersilahkan mulai bekerja.

(Sampai di pasar)

Langkah demi langkah dia akan melewati pintu masuk bagian barat pasar, yang mana tepat 5 langkah dari lorong pintu; di samping itu ada seorang ibu jualan garam.

Dengan hormat dia menyapa,

"Monggo, Bu," sambil menganggukkan kepalanya dan tersenyum ramah di balik masker.

Itu setiap hari yang dilakukan usai melewati pintu masuk pasar. Kakinya terus melangkah menuju toko di mana tempat si gadis ini bekerja.

Sesampai di depan toko, Aini memilih kunci toko yang bergandengan dengan kunci motor.

"Bismillahirrahmanirrahim,"

Aini mulai menusukkan kunci dalam induknya dengan setengah goyangan tangan yang membuat induk kuncinya terbuka. Dengan santai Aini mengambil sang induk dan mengangkat pintu hingga terbuka lebar.

"Brraaaaaaak," pintunya tak sengaja terlepas dari jari jemarinya, sehingga suara yang ditimbulkan begitu keras. Membuat dirinya sendiri kaget dan merasa tidak enak hati dengan orang-orang di sekitarnya.

Namun tidak mengapa, toh dia juga tidak sengaja melepaskan itu secara spontan. Dari awal dia sudah berusaha untuk membuka pintu dengan pelan dan perlahan,,,

Aini pun tersenyum pada dirinya sendiri untuk mencairkan suasana hati yang tadinya membeku karena kaget.

"Ya Allah, semoga hari ini berjalan dengan begitu indah." Sambil menata barang yang akan diperjual belikan.

Pikiran dan hati Aini tidak pernah berniat untuk berhenti. Selalu saja berbicara, entah mengajak jalan-jalan kemana ada saja tujuannya.

"Enak ya kalau ada cowok, pasti pagi-pagi sudah dikasih ucapan selamat pagi."

"Eeeeeemm,"

Dia berusaha menepis pikiran itu,

"Buat apa punya cowok? nambah-nambah capek saja, harus bagi waktu ke sinilah, waktu ke sanalah. Nanti yang ada malah diatur-atur."

"Oh, ya juga ya." Aini tengah asik berdialog pada dirinya sendiri. Sehingga tanpa disadari tangan berjalan sesuai fungsi, menata barang dagangan dengan semestinya.

Barang dagangan sudah tertata, tapi masih saja pikiran dan hatinya berdebat belum ada ujung yang pasti.

Ambigu, kakipun melangkah menuju tempat ternyaman selama dia bekerja. Melewati jalan sempit, Aini berhasil masuk. Kemudian dia mengulurkan tangan menuju kabel untuk menyambungkan antara mesin jahit juga kipas angin dengan listrik. Sehingga keduanya bisa berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Kakipun ditekuk, posisi duduk menghadap ke arah barat sambil mencari posisi aman dan nyaman untuk dirinya sendiri. Ya meskipun samping kiri terdapat kain-kain yang berdiri sejajar, samping kanan dan belakang sudah dinding pembatas antar toko lainnya, dan depan ada mesin jahit. Aini sangat menikmati suasana itu.

Tiba-tiba, pikiran Aini kembali berjelajah;

Arah jalan pikirannya gampang banget berubah-ubah, yang tadinya berpikir perihal cowok, sekarang dia berpikir perihal jalannya menjadi anak yang membanggakan.

"Bagaimana caranya menjadi anak yang mampu mengangkat derajat orang tua ya?"

Menggali dan teruslah dia menggali isi otaknya, sampai berantakan semua tak kunjung dia temukan jawabannya.

malah pikiran selalu berganti-ganti arah tujuan.

"Gini amat jadi orang pemikir," dia merenungi apa yang terjadi pada dirinya.

Dibilang capek ya capek, menguras tenaga tanpa tahu arah tujuan yang jelas dan nyata. Semua yang dikunjungi hanyalah tempat pembuangan energi semata,

Namun apalah daya, pikiran tidak bisa dihentikan begitu saja. Pasti ada yang menghampiri, bahkan pikiran dia sendiri yang menghampiri.

Aini pun meraih beberapa lembar kain yang sudah dipotong-potong, tugas dia adalah menyatukan potongan-potongan itu menjadi sebuah pakaian yang layak pakai.

Ya, Hatinya kembali berkata-kata.

"Alhamdulillah, bisa dapat pekerjaan yang bernilai plus-plus ini."

Aini bekerja bukan hanya mencari nilai rupiah, melainkan juga bisa belajar teknik dalam menyatukan lembaran kain satu dengan yang lainnya untuk menjadi satu kesatuan yang sempurna, bisa ikut serta dalam menjaga aurat orang yang memesannya, juga mendapat upah bernominal, dan yang paling penting adalah upah pengalaman luar biasa.

Pengalaman di mana ada penawaran dari pembeli dan Aini harus bisa bersikap seperti apa dalam melayaninya, meskipun barang dagangan diacak-acak berujung tidak jadi membeli; hal inilah yang menguji seberapa sabarnya dia dalam menghadapi sikap pembeli.

Dia berpikir bahwa,"Pengalaman tidak bisa dijual belikan."

Sehingga dia sangat berterimakasih dengan semuanya, terutama orang tua. Berkat doa-doa yang selalu diajukan kepada Tuhan mampu mengantarkan Aini pada tuan pemilik toko yang ramah, dan sangat amat perhatian dengan keadaan Aini.

>>>Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!