Watch Your Step, Darling

Watch Your Step, Darling

1 — i don't wanna be here

Semua remaja tanggung pasti pernah melakukan hal konyol. Aku jarang sekali berpikir panjang, jadi mana bisa aku menghindari hal semacam itu? Meskipun aku seusia dengan kebanyakan di antara kalian, aku punya satu nasihat yang harus kalian ingat baik-baik.

Jangan pernah ikut ke pesta ulang tahun pacar sahabatmu.

Kalian mungkin akan menyanggupinya dengan alasan kesopanan. Tapi percayalah, senyum ramah adalah cara terbaik untuk menolak. Kalian tidak pernah tahu ada apa yang menanti di ujung lorong yang gelap. Itu adalah awal dari bencana. Larilah menjauh selagi bisa.

Aku tidak punya pilihan lain selain mengangguk. Masalahnya, Erika sahabat baikmu dan dia butuh teman perempuan ke apartemen pacarnya yang kelewat kaya. Aku yakin tiap kali berbelanja pacarnya itu tak perlu mengecek label harga. Semua bajunya bermerek dan bolak-balik ke luar negri layaknya pergi ke warung depan rumahmu. Tapi bukan berapa besar kekayaan pacarnya yang ingin kubicarakan. Ini soal aku yang terjebak di pesta ulang tahunnya.

Awalnya aku memang tidak berniat sedikitpun menghadiri pesta pacarnya. Tapi atas nama sahabat, aku rela pergi dan berdandan sekenanya agar penampilanku nggak terlalu kebanting dengan Erika. Acaranya jauh di luar dugaanku. Nando, pacarnya Erika menggelar pesta yang bisa dibilang hedon meski ia hanya mengundang 20 orang. Pestanya dipenuhi orang-orang modis, tentu. Namun mereka terlalu keras dan berisik. Detik itu aku sadar aku seharusnya tidak menginjakkan kaki ke apartemennya.

Musik dan kilau lampu membuatku muak. Sementara aku makin tersiksa karena Erika meninggalkanku sendiri di sudut ruangan. Nando menggandeng lengan Erika sepanjang malam, dan kulihat Erika dengan mudah bergaul dengan semua teman lelaki Nando. Huh, Erika lupa siapa yang pertama kali minta ingin ditemani.

Acara potong kue berlalu. Jangan berasumsi aku iri melihat kedekatan mereka saling menyuap kue. Aku ingin segera kabur dari sini kalau bisa. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk membunuh waktu, selain memindai sekeliling ruangan. Kumpulan yang hedon, rupawan, dan kaya. Semuanya suka berpesta dan tertawa nyaring. Aku tidak akan pernah menjadi seperti mereka yang selalu mengutamakan penampilan dan barang merek ternama. Diam-diam aku membandingkan penampilanku dengan mereka. Tuksedo, berdasi hingga dress mengkilap. Sedangkan aku? Aku tidak dilahirkan dengan selera fashion yang bagus. Aku datang dengan jaket jeans oversized dan rambut yang berantakan. Berbanding terbalik dengan Erika. Ia, berpenampilan manis dan feminim memakai dress yang senada dengan pacarnya. Entah berapa lama waktu yang ia habiskan untuk menata rambutnya malam ini. Ah, tapi ini kan acara mereka. Aku semata-mata hanya tambahan personil yang tidak mereka harapkan.

Aku mendekat ke meja minuman soda. Aku telah mengambilnya beberapa kali, tapi aku tak peduli. Aku benci tempat seperti ini. Aku tak bisa berbaur, ataupun berpura-pura meniru gaya bicara mereka dan ikut berbincang tentang kafe kekinian terbaru yang instagramable. Sampai kapanpun aku bukan salah satu dari mereka.

Aku menatap tajam ke arah Erika. Nando di sampingnya menyulut sebatang rokok, dan aku dibuat heran mengapa Erika bisa tahan. Kalau aku punya keberanian, aku akan menentang Nando untuk tidak menyalakan rokok di dalam ruangan. Namun, aku cuma tamu yang sebenarnya tidak diharapkan. Samar-samar aku bisa mendengar bisikan Nando pada Erika saat kedatangan kami tadi petang.

"Kok kamu ngajak Andrea?"

"Dia kan temen aku. Lagian nanti aku sama siapa kalau kamu sibuk sama temen kamu?"

"Kenapa kamu nggak bilang dulu? Aku kan mau ngerayain ini sama kamu."

Dan seterusnya. Telingaku panas, kuputuskan untuk pura-pura meneliti dekorasi ruangan. Di sini aku sadar posisiku. Aku cuma dibutuhkan saat dia pulang nanti, karena ayahnya akan marah besar kalau ia kepergok pulang dengan cowok tak dikenal.

"Sendirian?"

Aku menemukan cowok tinggi dengan baju setelan serba hitam di sebelahku. Aku menoleh ke sekeliling, tak ada siapapun. Tampaknya pertanyaan itu memang ditujukan buatku.

"Hmm? Lo ngomong sama gue?"

"Memangnya siapa lagi cewek cantik di sekitar sini?"

Gila. Aku tak bisa menerima pujian dari orang asing tanpa menaruh curiga.

"Ada apa?"

"Gue belum pernah liat lo sebelumnya."

"Ya, gue balikkan lagi kata-kata lo. Gue juga belum pernah liat lo sebelumnya," aku harap ini bisa menjadi senjata untuk mengusirnya supaya tidak mengobrol denganku.

"Kebetulan. Berarti kita harus kenalan, dong? Gue Adrian. Lo juga temennya Nando?"

"Gue temen pacarnya Nando," ujarku singkat dan padat.

Ekspresinya berubah jenaka. "Gokil. Lo temennya pacar si Nando? Tapi lo bisa diundang ke party-nya?"

Aku ikut terbawa ke dalam nada bicaranya yang antusias. Ini pertanyaan lucu bagiku. "Aslinya nggak diundang, tapi gue dipaksa ikut. Gue yakin Nando sama sekali nggak mengharapkan gue di sini."

"Tapi Erika pacarnya. Dan Erika sahabat lo. Jadi, lo punya hak istimewa di sini."

Aku yang awalnya ingin memasang ekspresi sedingin mungkin tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.

Cowok di sebelahku ini bingung. Tapi toh, dia ikut tertawa juga denganku. "Kita lagi ngetawain apa?"

"Asal lo tau, Nando keberatan. Pas gue dateng tadi, mereka sempat debat kenapa gue tiba-tiba ikut," ucapku bernada hambar. Aslinya, sakit sekali mengaku seperti itu. Setidaknya dengan berbagi dengan entah-siapa-tadi-namanya rasa kesalku ikut berkurang.

"Nando nggak tau aja, kedatangan lo itu anugerah."

"Sama sekali bukan. Jujur, gue nggak suka aca--"

"Buat gue. Lo ikut, gue jadi bisa kenalan sama lo." ujarnya cepat memotong pembicaraanku.

Adrian meraih gelas sodanya dan matanya tak lepas menatapku dari balik bibir gelasnya. Aku tidak tau, udara terasa sedikit panas di sekitarku. Ketika aku mendongakkan kepala, aku melihat Erika sedang memindai ke arahku dan Adrian. Dengan sedikit kesal aku memutuskan kontak mata lebih dulu. Aku ingin menunjukkan padanya aku kesal ditinggal sendirian. Aku juga membiarkan ia penasaran pada cowok yang tiba-tiba memulai obrolan denganku. Maka, aku kembali memberikan senyumku dan mengganti topik.

"Jadi, lo temennya Nando juga?"

"Sejak SD. Lama, ya? Dia kayaknya nggak bisa hidup tanpa gue."

"Sama kayak Erika nggak bisa dateng ke party ini tanpa ngajak gue."

"Biar gue tebak. Lo nggak suka acara kayak gini?"

Aku menjawab sarkas, "Apa muka gue keliatan happy ada di ruangan ini?"

Adrian buru-buru meletakkan gelasnya ke meja. Tanpa permisi, ia menyambar pergelangan tanganku. Aku tidak banyak merespon begitu ia menerobos kerumunan menuju pintu. Aku tidak bisa melirik sekilas ke Erika yang entah sedang apa, tapi semoga ia melihatku ditarik seorang cowok asing keluar ruangan. Aku muak berpesta.

Adrian tanpa bicara sepatah pun terus menarikku masuk ke lift. Ia menekan lantai paling atap. Bagus. Aku tidak mengerti situasi dan diam saja dibawa pergi oleh seseorang yang bahkan belum kukenal selama satu jam. Mungkin dari tatapanku, Adrian menemukan rasa takut. Tapi ia hanya tersenyum meyakinkan.

Dan, sebenarnya aku butuh seorang heroik sepertinya yang membawaku menyelinap keluar pesta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!