Selepas Kata Akad
Agnes kini tengah berlari di jalan trotoar, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh yang dimana tiga puluh menit lagi sebelum sidang skripsinya.
Dia sudah menanti-nantikan hal ini, perjuangannya selama kuliah dan doa orang tuanya menjadi penyemangat tersendiri, terutama ayahnya yang kini sudah terbaring stroke di rumah.
Harusnya Agnes tidak telat sekarang, tapi karena harus mengurus ayahnya dulu, jadi dia memilih telat sedikit, Agnes adalah anak tunggal, dia sudah ditinggal ibunya yang memilih menikah dengan pria lain disaat ayahnya menderita stroke.
Ayah Agnes terkena stroke di saat Agnes baru duduk di bangku kelas dua SMA dimana saat itu Agnes harus bekerja sendiri untuk biaya sekolah dan berobat ayahnya.
Dan sebentar lagi, impian Agnes menjadi seorang dokter setelah sidang ini akan tercapai, karena Agnes sudah yakin betul dengan hasil yang akan dia dapat.
Agnes memilih berlari menuju kampusnya yang hanya berjarak dua jalan dari rumahnya, dia tidak memiliki uang lagi untuk menyewa ojek atau sekedar naik angkutan umum.
Uang terakhirnya hanya tersisa dua belas ribu rupiah saja, dan itu untuk makan siang ayahnya nanti.
BRUK!
Agnes terdiam terpaku, sesaat di hadapannya dia melihat sebuah mobil berwarna hitam baru saja hilang kendali dan menabrak pembatas jalan.
"Astagfirullah," Gadis berjilbab merah muda ini segera berlari ke mobil tersebut.
Agnes membuka pintu mobil dan mendapati seorang pria berusia cukup matang diatasnya, kisaran tiga puluh tahunan tapi masih awet muda di hadapannya.
Pria tersebut bersimbah darah, Agnes menjadi dilema, kalau dia membantu pria itu maka dia akan telat melakukan sidang skripsinya.
Pada dasarnya Agnes di didik menjadi orang baik oleh ayahnya, Agnes malah memilih menolong pria itu, sebenarnya hati nurani dan sisi lain hati Agnes sedang berdebat, pada siapa dia harus menurut, dan Agnes memilih mendengar hati nuraninya untuk menolong pria itu.
Agnes menggotong keluar pria itu dan mencari taksi untuk naik, sebuah taksi berhenti di depan Agnes.
Agnes segera membuka pintu mobil tersebut yang ternyata ada seorang penumpang wanita di dalam sana.
"M-Maaf Mbak, boleh numpang ke rumah sakit, Mas ini kecelakaan," ujar Agnes yang membuat penumpang wanita itu terdiam sesaat.
Ternyata mobil yang Agnes kira taksi merupakan mobil pribadi milik wanita tersebut.
"Bagaimana, Mbak Glenda?" tanya sopir pribadi wanita tersebut yang bernama Glenda.
Wanita yang disinyalir bernama Glenda itu terdiam, dia menatap wajah korban, dimana Glenda malah teringat dan mengenalnya.
"Dia kan, Halim Hartawan, pengusaha coklat itu, dia seorang pria lajang yang tengah mencari istri bukan, ini kesempatan yang bagus," pikir Glenda.
"Mbak?" Agnes memecah lamunan Glenda.
"Y-yaudah Mbak, bawa naik aja, Pak ke rumah sakit sekarang," jawab Glenda kemudian memerintahkan sopirnya menuju rumah sakit.
Agnes juga naik ke sana, walaupun bajunya sudah berantakan bersimbah darah, tak butuh waktu lama akhirnya, mobil yang di tumpangi Agnes dan pria bernama Halim tersebut sampai di rumah sakit.
Dengan dibantu sopir Glenda, Halim di bopong masuk ke dalam rumah sakit dan langsung di masukkan ke instalasi gawat darurat.
Hening sesaat, setelah kejadian itu membuat Agnes mengingat skripsinya.
"Mbak, boleh saya minta tolong, saya titip Mas itu yah, soalnya saya mau skripsi sudah telat," jawab Agnes yang membuat Glenda mengangguk.
"Gimana kalau di antar sama sopir saya aja, biar kamu lebih cepat," jawab Glenda yang membuat Agnes tersenyum.
"Terimakasih Mbak, kalau boleh saya berterima kasih banget," jawab Agnes tersenyum penuh keramahan.
Sopir Glenda kemudian berjalan keluar, Agnes hendak menyusul sebelum dokter yang menangani Halim berlari keluar.
"Mbak dua ini ada golongan darah A, kebetulan persediaan darah di rumah sakit ini sedang habis," ujar Dokter tersebut. "Pasien membutuhkan transfusi darah sekarang."
Agnes terdiam mendengar itu, dia harus segera pergi karena dia sudah sangat telat untuk skripsinya.
"Saya bukan A, Dok, jadi pasiennya gimana?" jawab Glenda.
Tapi lagi-lagi hati nurani Agnes memenangkan ronde ini, Agnes kemudian kembali dan berkata. "Saya A, Dok, kalau mau sekarang ayok."
Dokter itu mengangguk kemudian membawa Agnes untuk di ambil darahnya, Agnes benar-benar sudah pasrah, setidaknya nanti semoga dosen pembimbingnya bisa memberikan kompensasi atas keterlambatannya.
Setelah urusan darah itu, Agnes kembali pamit kepada Glenda kemudian berjalan keluar dari rumah sakit menuju mobil Glenda, karena sopir Glenda yang akan mengantar Agnes ke kampus.
Kalaupun telat, setidaknya Agnes sudah melakukan yang terbaik kepada pria bernama Halim itu, satu nyawa sudah dia tolong.
•
•
•
"Kamu telat, kamu pikir kamu siapa bisa datang kapan saja," ujar dosen tersebut pada Agnes.
"T-tapi Pak-"
Ucapan Agnes mengantung tiga dosen di depannya tampak marah besar.
"Saudari Agnes, tidak ada lagi kompensasi kalau hanya telat setengah jam tidak apa-apa, tapi ini sudah dua jam." ujar Dosen satunya lagi.
"Tapi saya boleh minta keringanan gak, Pak, Bu untuk mengatur ulang jadwal sidang saya."
"Kamu pikir, kamu pemilik kampus ini, sudah! Keluar Agnes, kamu harus mengulang semester tahun depan," jawab dosen yang pertama kali tadi bicara.
"Tapi-" ucapan Agnes menggantung. "Baik, Pak, terimakasih sebelumnya."
Agnes berjalan keluar dari ruang sidang itu, hancur sudah harapannya, sudah terlalu banyak yang dikorbankan semester ini dan harus mengulang lagi rasanya Agnes tidak sanggup.
Gadis berjilbab merah muda ini hanya bisa menangis sambil istighfar meratapi nasibnya, dia bingung harus berkata apa kepada ayahnya nanti.
Agnes berjalan melewati trotoar jalan, menuju rumahnya, siap tidak siap dia harus menjelaskan ini kepada ayahnya.
Agnes berjalan dengan tangisan menghujan, dia kehilangan begitu banyak kesempatan yang ada, impiannya menjadi seorang dokter pupus sudah, setidaknya dia sudah melakukan kebaikan dengan menolong Halim tadi.
Belum habis disana kehancuran Agnes, sesampainya di rumah, dia dibuat bingung lagi dengan ramainya orang disana, tampak mereka menatap Agnes sendu saat Agnes datang.
"Assalamualaikum, ada apa yah Pak, Bu," Agnes masih belum tahu sampai ekor matanya menatap sebuah bendera kuning di depan pintu rumahnya.
"Yang sabar yah, neng," ujar seorang ibu-ibu tetangga Agnes.
"AYAH!" Agnes berteriak histeris.
Dia langsung berlari masuk ke dalam rumah dan mendapati di ruang tamu ayahnya tengah terbaring kaku tak bernyawa, Agnes menangis histeris.
Takdir begitu jahat padanya dan semuanya terjadi disaat bersamaan, Agnes tidak tahu harus bagaimana lagi.
Satu-satunya tujuan Agnes untuk tetap hidup malah meninggalkannya, Agnes menangis memeluk jenazah sang ayah yang mulai dingin itu, Agnes perlahan tidak mengingat apa-apa lagi, pingsan dengan deraian air mata mempertanyakan pada takdir kenapa dia digariskan begini.
•
•
•
Haru banget :)
Assalamualaikum
Jangan Lupa Like.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Moms Shinbi
ceritamu semuanya bagus Thor eps dikit jdi bisa marathon bacanya.
2024-01-16
0
Dyah Oktina
baru ngintip yg ini... Aku dah... 😭😭😭😭😭
2023-12-30
0
Sweet Girl
wa'alaykumussalaam Warohmatullohi Wabarokaatuh
2023-10-07
0