Setahun sudah berlalu semenjak kematian Ayah dari Agnes, Agnes yang sebatang kara pun harus menerima nasibnya menjadi seorang diri, karena ibunya sendiri sudah pergi entah kemana.
Agnes yang gagal menjadi dokter kini bekerja di sebuah rumah makan sebagai pelayan, karena dia harus mengulang kembali semesternya dan menyiapkan kembali program untuk mencapai cita-citanya yang tertunda.
Jam makan siang sudah tiba, Agnes kini berada di belakang rumah makan, dimana di belakang rumah makan itu ada sebuah meja dan kursi yang menghadap ke gang kecil untuk mengakses rumah warga yang berada di belakang rumah makan itu.
Disaat Agnes sedang duduk melamun, tiba-tiba saja ada seorang nenek tua menghampirinya dan meminta makan.
"Nak, minta tolong Nak, saya belum makan," ujar nenek tersebut yang membuat Agnes tidak tega.
Agnes terdiam sesaat, dia masuk ke dalam rumah makan menuju ruangan karyawan, mengambil tasnya dan merogohnya.
Isi Tasnya hanya ada uang seratus ribu rupiah, itu adalah uang terakhirnya, dan akhir bulan masih lama, Agnes yang pada dasarnya terlalu baik memilih memberikan uang tersebut dan membungkus makanan untuk nenek itu.
"Ini Nek, makanan sama ada sedikit uang buat Nenek," Agnes memberikan bungkusan makanan dan uang itu kepada nenek pengemis tadi dengan harapan Allah akan membalas kebaikan Agnes hari ini.
"Makasih," Nenek itu beranjak pergi meninggalkan Agnes yang masih terdiam berdiri disana.
Disaat Agnes menatap nenek pengemis itu pergi, ia kembali terhenyak dalam lamunan, padahal uang seratus ribu itu untuk fotokopi tugas kuliahnya yang harus di kumpul besok, sekarang Agnes harus berusaha keras mendapatkan uang gantinya.
"AGNES!"
Suara teriakan kencang membuat Agnes membalikkan badannya dan ternyata ada Bossnya, Bossnya merupakan seorang pria berusia tua yang terkenal pelit.
"Kamu ngasih makanan ke pengemis lagi yah!"
Mendengar itu membuat Agnes mengangguk dengan keadaan menunduk, Bossnya tampak murka, karena Agnes selalu begitu.
"Maaf-"
"Sudah! Lepas seragam kamu kemudian pergi dari sini! KAMU SAYA PECAT!"
Agnes terdiam mematung, dia menganggukkan kepalanya, berjalan masuk ke ruangan karyawan melepas seragam kemudian mengambil tasnya.
Agnes berjalan meninggalkan rumah makan itu, padahal dia sudah nyaman dan sesuai dengan bayaran disana yang bisa memenuhi kebutuhan kuliahnya.
"Apa aku berhenti kuliah aja yah? Tapi ini kan cita-citanya Ayah, kalau aku berhenti sekarang, berarti cita-cita ayah gak kesampean dong," ujar Agnes dalam hati.
Agnes berjalan melangkahkan kakinya meninggalkan area rumah makan itu sebelum sebuah mobil menghadang dirinya.
Agnes kebingungan karena dia tidak tahu menahu apa yang akan terjadi sekarang, dari dalam mobil turunlah seorang Ibu Paruhbaya yang sangat dia kenali bersama wanita yang Agnes juga kenal beserta beberapa bodyguard mereka.
"Mama!" Agnes berteriak dan berlari memeluk Ibunya itu yang sudah beberapa tahun ini tidak bertemu dengannya.
Namun sayang, bukannya sambutan baik yang dia terima, Agnes malah enggan dipeluk dan di dorong agar menjauh sedikit.
"Mama gamau peluk Agnes, Agnes kangen sama Mama, Ma, Ayah udah meninggal, Mama kemana aja?"
"Bu Sinta, bawa sekarang?" tanya Bodyguard yang ada disana.
Wanita bernama Bu Sinta yang merupakan ibu Agnes tersebut lalu mengangguk dan membuat beberapa bodyguard langsung membekuk Agnes dan membawanya masuk ke mobil.
"Ini ada apaan!" ujar Agnes merasa heran.
"Diam! Kalau kamu masih nganggap saya Ibu kamu, kamu harus nurut sebentar lagi kamu akan nikah!" ujar Bu Sinta yang membuat Agnes mendelik tajam.
"Hah!"
"Bisa Diam, Gak!" ujar wanita satunya lagi yang Agnes kenal itu adalah Glenda.
"Mbaknya, Mbak yang dulu kan?" tanya Agnes pada Glenda.
"Iya! Dan aku kakak tiri kamu, hari ini kamu harus nikah dengan pacar aku, dan kamu tahu siapa, dia adalah Halim, orang yang kamu tolong dulu, tapi kamu jangan sampai berbicara apapun tentang masa lalu kepada Halim," jawab Glenda.
"T-tapi, Mama jelasin ini kenapa!"
"Sudah Agnes! Mending kamu nurut dan jangan banyak bicara, sebentar lagi kita akan menemui Halim!" bentak Bu Sinta yang membuat Agnes terdiam.
Tak lama kemudian mobil Bu Sinta dan Glenda sampai di depan sebuah rumah, mereka berdua kemudian membawa Agnes tanpa bodyguard masuk ke dalam sana.
Dimana ada Halim, sosok pria yang Agnss tolong dulu sampai akhirnya Agnes harus kehilangan kesempatan sidang skripsi waktu itu.
"Mas, ini yang akan menikah dengan kamu," ujar Glenda berjalan ke arah Halim kemudian memeluknya.
"Dia siapa, Tan?" tanya Halim pada Bu Sinta.
"Anak Tante, udahlah dia adik tirinya Glenda," jawab Bu Sinta.
"Anak kandung Tante, dong?" tanya Halim.
"Sangat disayangkan, Faktanya begitu."
Bertapa hancurnya hati Agnes mendengar semua perkataan ibu kandungnya itu, yang sudah Agnes rindukan selama beberapa tahun ini.
"Nama kamu siapa?" tanya Halim kepada Agnes.
"A-agnes, Mas," jawab Agnes diam tidak berani menatap.
Halim berjalan ke arah Agnes kemudian menarik dagunya. "Kita akan menikah besok, didepan keluarga saya, sah secara agama dan hukum tapi ini agar saya memenuhi syarat harta warisan keluarga saya, jadi kita hanya menikah kontrak selama tiga bulan saja."
"T-tapi-"
"AGNES! NURUT! KAMU MAU DURHAKA SAMA MAMA!" ancam Bu Sinta yang membuat Agnes terdiam.
"I-iya, Mas."
"Dan selama kalian menikah, kalian cuma formalitas yah, karena Mas Halim itu cintanya cuma sama aku yang nyelamatin nyawanya dulu, jadi kamu jangan berlagak seperti istri sebenar nantinya, oke?" Glenda menggandeng tangan Halim.
Penyelamat nyawa? Glenda? Semua pertanyaan itu berkembang dikepala Agnes, padahal faktanya dialah yang harus merelakan sidang skripsinya demi menyelamatkan Halim dan mendonorkan darahnya waktu itu, jadi ini alasan Glenda menyuruhnya diam.
"Hari ini, kamu nginap disini, memastikan kamu gak kabur nanti! Bodyguard bawa dia ke kamar dan kurung dia!"
Bodyguard tersebut mengangguk mendengar perintah Bu Sinta yang langsung membawa Agnes ke sebuah kamar di dalam rumah, sesampainya didalam sana Agnes langsung dimasukkan dan di ambil ponselnya serta dikunci dari luar.
Agnes terdiam sekarang, dia memilih duduk di ranjang dengan tangisan tiada henti. "Ayah! Tolongin Agnes Yah!"
Agnes sekarang merindukan ayahnya, satu-satunya sosok yang selalu menguatkannya, karena ibu yang dia anggap bisa menguatkannya malah ikut menghancurkan dirinya, berasa dijual dan diperlakukan tidak semestinya, Agnes benar-benar ibarat sampah yang bisa dimainkan dan ibarat boneka yang bisa di setting apapun.
Agnes menangis dalam ringkuh membasahi bantal dikamar itu, salah apa dia selama ini, Agnes menghapus air matanya dan meraih tasnya didalam sana ada mukena.
Agnes kemudian berjalan ke kamar mandi didalam kamar itu mengambil wudhu, karena dia tahu sebaik-baiknya tempat untuk mengadu adalah Allah, karena tidak ada yang lebih dekat darimu kecuali Allah.
•
•
•
Jangan Lupa Like
Assalamualaikum
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Alanna Th
ooo, trnyata sdh prnh baca. ga pa", aq mo baca lagi /Kiss//Heart/
2024-10-10
0
Sweet Girl
Wa'alaykumussalaam Warohmatullohi Wabarokaatuh
2023-10-07
0
Sweet Girl
Bener sekali Nes...
berkeluh-kesahlah dan bergantunglah hanya kepada Alloh.
2023-10-07
0