Pemandu Hati Pengganti
"Pradha, bisa pulang sekarang? Adikmu ditemukan meninggal dengan keadaan yang tidak wajar."
Kalimat yang baru saja Pradha dengar, langsung membuatnya membatu. Pikiran perempuan itu kosong seketika. Otaknya mendadak beku. Dia masih berusaha mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh sang ayah.
"Apa maksud Bapak?" Pradha kembali bertanya kepada sang ayah untuk memastikan bahwa pendengarannya masih berfungsi dengan baik.
"Pulanglah, Nak. Praba meninggal," ucap Artha dengan suara gemetar.
"Bapak jangan bercanda. Enggak mungkin!" teriak Pradha histeris.
Abi yang sedari tadi duduk di samping Pradha pun ikut menoleh. Dia mengerutkan dahi. Terlebih ketika perempuan cantik itu mulai menitikkan air mata.
"Bapak jemput kamu sekarang, ya?"
Pradha sudah tidak mendengar lagi ucapan sang ayah. Jemarinya gemetar hingga ponsel yang awalnya dia genggam, kini jatuh ke atas pasir. Dadanya terasa begitu sesak. Adik kesayangannya dikabarkan meninggal dalam kondisi tidak wajar. Hati kakak mana yang tidak hancur?
"Pradha, kamu masih di sana?" Sayup masih terdengar suara Arta.
Abi dan teman yang lain mengikuti acara reuni pun segera menghampiri Pradha yang duduk di bibir pantai sambil menangis sesenggukan. Pradha menceritakan bahwa sang adik meninggal sambil terbata-bata. Akhirnya dia diantar pulang oleh Reya (sahabatnya) dan juga Abi.
***
Usai upacara Ngaben dilaksanakan, Pradha, Laksmi, serta Artha berkumpul di ruang keluarga. Mereka terlihat masih berkabung. Kesedihan mendalam jelas masih mereka rasakan. Namun, kesedihan Pradha bercampur dengan rasa marah karena permintaan konyol sang ayah.
"Pradha, kamu harus menggantikan Praba untuk menikah dengan Abipraya."
"Maksud Bapak?" Pradha terbelalak.
"Pak, sudahlah. Lupakan masalah pernikahan itu," ucap Laksmi di antara sisa tangis.
Sehari sebelumnya, Artha memang sudah mengungkapkan niat tersebut kepada Laksmi. Akan tetapi, ditolak mentah-mentah oleh sang istri. Perempuan itu tidak setuju dengan ide gila sang suami. Dia tak menyangka, bahwa Artha justru mengungkapkan keinginan hatinya hanya berselang beberapa jam setelah pemakaman Praba.
"Bapak enggak mau kena malapetaka sampai tujuh turunan kalau sampai membatalkan pernikahan!" seru Artha.
"Pak, ini jaman modern! Bapak masih percaya dengan takhayul yang tidak berdasar itu?" protes Pradha dengan dada kembang kempis penuh amarah.
"Tidak berdasar? Sudah banyak buktinya! Kamu ingat Bibi Artika? Dulu ibunya menolak lamaran! Dan sampai generasi ketiga setelahnya, salah satu perempuan yang ada di garis keturunannya akan menjadi janda! Jika tidak, maka akan menjadi perawan tua!"
"Kolot sekali pemikiran Bapak!" Pradha beranjak dari kursi kemudian masuk ke kamarnya.
Laksmi pun segera menyusul sang putri. Dia ingin menenangkan hati putri pertamanya itu. Laksmi perlahan membuka pintu kamar dan mendekati Pradha yang kini tengkurap di atas ranjang.
"Pradha, maafkan bapak. Mari kita bicarakan semua dengan kepala dingin."
"Bapak aneh, Bu! Bisa-bisanya meminta Pradha untuk menggantikan Praba! Lagi pula aku tidak mengenal lelaki yang akan menjadi pasanganku! Aku enggak mau, Bu!"
Laksmi terbelalak ketika mendengar pengakuan Pradha. "Bukankah kamu mengenalnya? Dia teman sekolahmu."
"Praba nggak pernah cerita tentang siapa yang akan menjadi suaminya. Dia bahkan merahasiakan nama calon suaminya. Dia bilang, aku akan terkejut jika mengetahui siapa calon suaminya."
"Abipraya, teman SMA-mu dulu. Masih ingat?"
"Kenapa dengan lelaki menyebalkan itu, Bu?"
"Dia adalah calon suami Praba."
"Apa!"
Apa yang diucapkan oleh Praba pun terjadi. Pradha terkejut bukan main. Dia tak menyangka jika calon adik iparnya adalah Abi, musuh bebuyutan perempuan itu ketika SMA. Kini dia harus menghadapi kenyataan bahwa mereka harus menikah, karena pemikiran kolot sang ayah.
Akan tetapi, Pradha tidak sudi menikah dengan Abi. Keputusannya untuk menentang sang ayah pun semakin kuat. Pradha langsung mengambil nomor Abi yang ada di grup Whatsapp, dan mengajak lelaki itu bertemu untuk membicarakan pernikahan itu.
Jam menunjukkan pukul 16:00 ketika Pradha memasuki sebuah kafe yang ada di sekitar Pantai Sanur. Alunan musik akustik menyapa pendengaran Pradha, begitu dia melangkahkan kaki ke dalam ruangan bernuansa vintage itu.
Dari kejauhan, dia melihat Abi tengah duduk di teras kafe yang menghadap pantai. Pradha membuang napas kasar dan mulai mendekati lelaki yang sebenarnya berparas tampan itu.
"Sudah lama? Maaf, tadi sedikit macet." Pradha menarik kursi di depannya kemudian mendaratkan bokong ke atas benda itu.
"Baru aja. Ada keperluan apa mau bertemu lelaki rendahan sepertiku?"
Abi tersenyum kecut teringat hinaan Pradha kepadanya setelah mengetahui pekerjaannya saat ini. Pradha menghina Abi karena berakhir dengan pekerjaan sebagai Pemandu Wisata, padahal dia memiliki nilai yang sangat bagus di sekolah.
Tatapan Abi kembali fokus pada Pradha yang kini sedang menatapnya intens dan terlihat sangat serius. “Sejujurnya aku baru tahu kalau ternyata kamu calon adik iparku. Sialnya bapak memintaku untuk menjadi pengantin penggantimu."
"Maksudmu?"
"Bapak memintaku untuk menggantikan Praba menikah denganmu."
"Oh," jawab Abi singkat kemudian menyesap kopi yang ada di hadapannya.
"Oh? Hanya kata itu yang kamu ucapkan?" Pradha terbelalak dengan respons mencengangkan dari Abi.
Pradha tidak menyangka kalau Abi akan bersikap sangat santai, ketika mendengar kabar yang dibawa olehnya. Perempuan itu pun melipat lengan di depan dada, sembari memicingkan mata.
"Bukankah seharusnya kita menolak pernikahan ini?"
"Menurutmu? Sejujurnya aku takut membuat ibuku kecewa. Kasihan beliau sudah terpukul karena kehilangan calon menantunya. Ibu sudah lama menantikan pernikahanku. Jadi, aku rasa ide bapak tidak buruk juga."
"Jadi, kamu akan menyetujui pernikahan ini tanpa ada rasa cinta yang menjadi fondasinya?" Mata Pradha membulat sempurna.
"Iya," jawab Abi singkat namun penuh keyakinan. Lelaki itu menatap Pradha tanpa ada rasa ragu di dalamnya.
"Gila! Aku tidak habis pikir dengan jalan pikiran para laki-laki!" Pradha menggebrak meja di depannya, sehingga kini mereka menjadi pusat perhatian seisi kafe.
"Tenanglah. Kita sekarang menjadi pusat perhatian."
Pradha langsung mengedarkan pandangan ke seluruh sisi kafe. Akhirnya Pradha menekan amarahnya, lalu kembali duduk di atas kursi. Perempuan itu menatap tajam ke arah Abi dengan lengan dilipat di depan dada.
"Aku juga terpaksa menyetujui pernikahan ini berlanjut. Setelah ini, terserah kamu mau bagaimana. Yang jelas, kita tidak boleh membatalkan pernikahan ini."
Pradha menatap Abi penuh amarah. Rahang perempuan itu semakin mengeras. Jemarinya mengepal erat di bawah meja. Dia tak menyangka bahwa lelaki di hadapannya ini menolak keinginannya untuk menentang pernikahan mereka.
"Selain karena tidak ingin mengecewakan ibuku, aku rasa Pak Artha akan marah besar jika keinginan beliau tidak dipenuhi. Bukankah kamu lebih tahu bagaimana sikap ayahmu daripada siapa pun?"
Pradha bungkam. Apa yang dikatakan Abi memang benar. Ayahnya adalah salah satu orang paling kolot dan konyol di dunia. Keegoisan sang ayah melebihi batas ambang kewajaran manusia normal pada umumnya.
Akhirnya Pradha terpaksa mengikuti kemauan sang ayah. Pradha beranjak dari kursi, kemudian berjalan keluar kafe tanpa berpamitan kepada Abi. Dia melangkah kesal menuju mobilnya.
"Lihat saja, aku akan membuatmu menyesal karena sudah mengikuti keinginan bapak!" gerutu Pradha kemudian masuk ke mobil dan membanting pintu kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
💞nine teen💞
permulaan yg seru.. semangat thor
2022-11-25
2
𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯
Mampir...❤️
2022-11-20
2
💖Yanti Amira 💖
hai kak baru mampir nya
bagus banget kak ceritanya
2022-11-19
4