Lidah Pradha seakan kelu. Dia tidak menyangka bahwa ternyata Abipraya dan juga Abirama adalah kakak beradik. Dia seperti tertampar keadaan.
Lelaki di depannya ini, ternyata adalah mantan kekasih yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Berbagai perasaan kini bercampur menjadi satu. Pradha senang, bisa bertemu lagi dengan Rama setelah belasan tahun.
Namun, di sisi lain, Pradha merasa begitu frustrasi dan kecewa. Kenapa lelaki ini baru pulang sekarang? Jika saja Rama pulang lebih cepat, maka dia akan meminta sang ayah untuk menikahkan dirinya dengan Rama.
"Apa kabar?" tanya Rama sembari tersenyum lebar.
"Ba-baik, Kak."
"Loh, kalian saling mengenal?" tanya Chandra.
"Kami teman dekat, Bu?" sahut Rama.
Teman? Pradha tersenyum kecut mendengar ucapan Rama.
Ada perasaan kecewa menyelusup di hati perempuan yang kini menyandang status sebagai istri Abi itu. Namun, jika Rama mengatakan dengan jujur, bisa-bisa kisah lamanya terbongkar. Dia hampir saja melupakan Rama, jika saja tidak melihat pria itu lagi.
Rama tiba-tiba pergi tanpa pesan. Seluruh media komunikasi dengannya pun terputus saat itu. Rumahnya mendadak sepi. Dia menghilang begitu saja tanpa pamit.
Setelah belasan tahun berusaha melupakannya mati-matian, kini dia kembali datang. Di saat Pradha mulai melupakannya, dan memiliki ikatan pernikahan dengan Abi.
"Wah, ternyata dunia memang enggak selebar daun petai cina!" seru Chandra, lalu terkekeh.
Abi merasakan suasana canggung menyelimuti. Dia melirik Pradha dan Rama secara bergantian. Lelaki itu berpikir bahwa keduanya memiliki hubungan lebih dari sekedar teman. Terlihat dari bahasa tubuh keduanya.
"Ibu masak apa?" Abi berusaha mencairkan suasana.
"Ah, ayam betutu sama rujak bulung. Ayo kita makan!" ajak Chandra.
Mereka berempat pun menuju meja makan dan mulai menyantap masakan buatan Chandra. Sesekali Chandra bercerita tentang Praba untuk mengenangnya. Di mata perempuan itu, Praba adalah gadis yang sopan dan ceria.
Pradha mulai merasa tidak nyaman, karena merasa dia bukanlah menantu idaman sang ibu mertua. Begitu selesai makan, Pradha memilih untuk langsung keluar ke taman belakang.
"Hah ... kenapa takdir-Mu seakan mempermainkanku, Tuhan?" Pradha menghela napas kasar kemudian merebahkan tubuh pada lantai gazebo.
Pradha memejamkan mata, kemudian menikmati semilir angin malam yang membawa aroma bunga cempaka. Pradha menghirup dalam aroma bunga berwarna kekuningan itu, sehingga membuat hatinya sedikit lebih tenang.
"Dha," panggil Rama.
Sontak Pradha membuka mata. Dia terperanjat dan langsung terduduk. Perempuan itu enggan menatap Rama. Dia membuang wajah, dan memilih menatap dedaunan yang bergoyang karena tiupan lembut sang bayu.
"Dha," panggil Rama lagi kemudian duduk di samping Pradha.
"Hem," jawab Pradha singkat tanpa mau menatap Rama.
"Kamu ternyata sudah bisa move-on dari aku, ya? Padahal aku susah banget ngelupain kamu. Aku ...." Ucapan Rama menggantung di udara.
Hening, hanya terdengar suara embusan angin dan dedaunan yang saling bergesek Pradha masih bungkam, malas membahas masalah ini.
"Ke mana aja kamu selama ini, Kak?"
"Aku ...."
"Kenapa tiba-tiba pergi tanpa pamit? Kenapa kakak menghilang begitu saja tanpa mengucapkan perpisahan?" tanya Pradha dengan suara bergetar.
"Dha, aku ...."
"Kakak nggak tahu bagaimana menderitanya aku selama ini! Aku mati-matian berusaha untuk tetap baik-baik saja tanpa kamu, Kak! Dan ketika aku mulai terbiasa tanpa kehadiranmu, kenapa malah datang lagi! Kenapa?" Mata Pradha mulai memerah, bahunya gemetar, dengan dada naik turun menahan emosi yang campur aduk.
"Maaf ...." Rama tertunduk lesu menatap ujung jari kakinya.
"Maaf? Kenapa baru meminta maaf sekarang? Coba katakan apa salahku, sampai Kak Rama ninggalin aku begitu saja!" teriak Pradha frustrasi.
"Semua gara-gara bapakmu!"
Pradha terbelalak. Dia seketika bungkam. Perempuan itu berusaha memahami apa yang diucapkan Rama.
"Kenapa Kak Rama bawa-bawa bapak? Bilang saja sudah bosan menjalin hubungan denganku yang sama sekali tidak mau disentuh!" Pradha tersenyum kecut menatap tajam lelaki yang ada di sampingnya itu.
Pradha memang salah satu perempuan modern yang masih menjaga keperawanan. Bahkan sampai saat ini, dia masih suci dan tersegel. Dia hanya ingin melepaskan semua untuk lelaki yang benar-benar mencintainya.
"Bapakmu melarangku untuk menjalin hubungan denganmu, Dha." Suara Rama terdengar lirih.
"Mana mungkin? Bapak bukan orang seperti itu! Memangnya kenapa beliau menginginkan kita untuk berpisah? Kamu enggak usah banyak alasan!"
"Apa kamu yakin Pak Artha sebaik itu?" Rama tersenyum miring sambil menatap lautan bintang yang sedang berkerlip di langit.
Pradha pun mengerutkan dahi. Dia paling benci jika penyakit lama Rama kambuh. Lelaki itu sering mengungkapkan sesuatu dengan sebuah teka-teki, dan hal itu berhasil membuatnya pusing serta kesal.
"Kak, tolong jangan mulai begini lagi!"
"Aku ini keturunan sudra, beda sama kamu yang masih memiliki darah seorang raja. Pak Artha melarangku mendekatimu karena kasta kita yang jauh berbeda." Rama tersenyum kecut seraya menatap nanar perempuan yang masih sangat dia cintai itu.
"Kamu bohong, 'kan, Kak? Buktinya Praba boleh menikahi Abi? Kenapa dulu bapak melarang hubungan kita?"
"Entahlah. Yang jelas aku tahu, ternyata cintamu semudah itu hilang. Dan sialnya kamu malah menikah dengan adikku sendiri. Apa kamu sengaja melakukan ini?" Rama tersenyum getir seraya mengacak rambut frustrasi.
"Aku terpaksa! Aku terpaksa karena Praba tiba-tiba meninggal! Toh, aku tidak tahu kalau kalian kakak beradik!" teriak Pradha penuh emosi.
Rama terdiam. Dia terbelalak mendengar kabar duka dari sang pujaan hati. Adik kesayangan perempuan itu meninggal? Akan tetapi, banyak pertanyaan berputar dalam kepala Rama. Kenapa Pradha harus menggantikan Praba dan menikahi Abi?
"Lalu kenapa kamu malah menikah dengan Abi? Bukankah jika mempelai wanita sudah meninggal, maka pernikahan bisa dibatalkan?"
"Aku terpaksa, karena bapak menganut kepercayaan kolot itu!" teriak Pradha frustrasi.
"Kenapa kamu nggak datang lebih awal, Kak. Kalau saja kamu datang lebih awal mungkin saja kamu yang akan menikah denganku!"
Pradha menenggelamkan wajahnya ke dalam telapak tangan. Hati Rama seakan diremas mendengar tangisan Pradha yang menyayat. Sepanjang menjalin kasih dengan Pradha dulu, dia tidak pernah melihatnya menangis seperti ini.
Rama selalu mengusahakan apa pun agar bisa melihat senyum Pradha. Kali ini dia merasa sangat bersalah. Lelaki itu berniat ingin kembali mengukirkan senyum di bibir Pradha.
Rama mulai mengangkat lengannya, dan perlahan menyentuh Pradha. Dia pun segera membawa perempuan itu ke dalam pelukannya. Dikecupnya puncak kepala Pradha berulang kali.
"Maaf, lalu sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanya Rama dengan suara lirih.
"A-aku tidak tahu, Kak. Semuanya semakin terasa sangat rumit."
Rama melepaskan pelukannya kemudian merangkum wajah Pradha dengan kedua telapak tangan. Ibu jarinya bergerak lembut di atas pipi merah Pradha, sehingga air mata perempuan itu pun terhapus.
"Dha, sejujurnya aku masih sangat mencintaimu. Aku tidak bisa untuk tidak merindukanmu. Aku hampir gila menahan rasa sesak karena jeratan rindu ini."
"Kenapa dulu Kak Rama tidak memperjuangkan hubungan kita? Seharusnya Kakak membicarakan semuanya denganku," ucap Pradha di tengah isak tangis.
"Maaf, Dha. Aku memang bodoh." Rama tertunduk lesu, dan menautkan jemarinya satu sama lain. Namun, sedetik kemudian, Rama kembali mengangkat wajahnya.
"Dha, jika kita berjuang sekarang ... apakah masih bisa?"
Pradha terbelalak. Dia sangat terkejut dengan pertanyaan Rama barusan. Berjuang di saat dia sudah menjadi milik orang lain? Bukankah ini akan menjadi sesuatu yang sangat berat?
"Kak, aku ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
💖Yanti Amira 💖
waduh Rama berharap ingin berjuang,,,
tapi apa kah Rama tidak tahu kalau pradha sudah menjadi istrinya Abi 🤔🤔
2022-11-19
1
💖Yanti Amira 💖
ternyata pradha dan Rama punya hubungan spesial
apakah Abi tahu tentang hubungan mereka thorrr
2022-11-19
2