Dua hari kemudian ....
Pradha sudah bersiap di lokasi pemotretan dengan sebuah gaun pesta bermotif batik. Kali ini pemotretan dilakukan di studio butik. Pradha menatap pantulan dirinya dari dalam cermin penuh kekaguman.
Wajah Pradha tampak begitu menawan karena pulasan make-up bernuansa merah muda. Perempuan itu mengagumi wajahnya berulang kali. Salah satu kebiasaan buruk Pradha adalah seperti itu, mengagumi kecantikannya sendiri hingga membuat orang yang menyaksikannya geleng-geleng kepala.
"Aku memang terlahir cantik paripurna! Aku ini memang titisan Aphrodite (Dewi Kecantikan di Yunani)!" ujar Pradha sembari berdecap kagum.
Sikap perempuan itu, sukses membuat sang perias terkekeh. Ia berusaha mengulum senyum agar Pradha tidak tersinggung. Pradha sebenarnya mengetahui kalau sang MUA yang sedang mati-matian menahan tawa, tetapi dia mengacuhkannya.
"Sudah siap semua?" tanya fotografer yang bertugas hari itu.
Pradha beranjak dari kursi dan bersiap untuk melakukan pemotretan. Dia berdiri di booth yang sudah disiapkan. Dia berdiri dan bergaya sesuai instruksi sang fotografer.
Tiga puluh menit kemudian fokus Pradha terpecah. Seorang lelaki bertubuh tegap dengan wajah yang sangat familier memasuki studio. Ya, dia adalah Rama.
"Ngapain dia ke sini?" gerutu Pradha sembari melemparkan tatapan tajam kepada lelaki tersebut.
"Dha, tolong fokus!" tegur sang fotografer.
"Baik, Pak."
Pradha pun segera memfokuskan diri dengan pekerjaannya saat ini. Rama menatap lembut perempuan yang masih dia sayangi itu. Dia akan bergabung dalam pemotretan setelah Pradha istirahat.
"Kak Rama, ayo ikut saya!" Hasta mengajak Rama untuk berganti pakaian.
Setelah mengganti pakaian dengan kemeja batik, Rama pun menuju booth untuk melakukan pemotretan. Pradha istirahat sejenak dan mengamati Rama dari kejauhan.
"Bisa-bisanya! Kenapa harus Kak Rama yang menjadi model penggantinya? Seperti tidak ada model lain yang lebih berpengalaman saja!" gerutu Pradha.
"Mbak, kenal sama dia?" tanya sang MUA
"Nggak!" bentak Pradha kemudian membuang muka.
Dari booth pemotretan, Rama tersenyum geli melihat sikap Pradha yang menurutnya lucu. Dia merasa bahwa perempuan itu sedang merasa sebal karena bertemu dengannya kali ini. Akhirnya terbersit sebuah ide konyol di kepala Rama. Dia akan melancarkan aksinya ini ketika pengambilan gambar bersama Pradha.
Satu jam kemudian, Pradha dan Rama sudah berdiri di tempat yang sama. Pradha menatap tajam sang kakak ipar dengan muka ditekuk. Rama justru memilih untuk memasang muka datar tanpa ekspresi.
"Saya Abirama, mohon kerja samanya, Nona!" Rama mengulurkan tangan seolah baru mengenal Pradha.
Pradha pun tersenyum miring. Dia berniat untuk mengikuti permainan Rama. Berpura-pura tidak mengenal, padahal keduanya pernah saling mencintai dan sekarang berubah status menjadi saudara ipar.
"Baik, Pak Rama. Semoga kita bisa menjadi partner kerja yang baik!" Pradha menyambut jemari Rama dan keduanya pun bersalaman.
Bukannya melepaskan genggaman tangan Pradha, Rama justru menarik lengan perempuan itu. Kini tubuh ramping Pradha berada dalam pelukan Rama. Lelaki itu memegang pinggang Pradha dengan tangan kekarnya.
"Apa jantungmu tidak berdetak lebih kencang?" tanya Rama setengah berbisik.
Pradha menahan napas. Dia menatap mata Rama, sebenarnya apa yang dikatakan lelaki itu benar. Kini jantungnya berdegup begitu kencang. Namun, Pradha menepis semua perasaannya saat ini.
Sesi foto pun berlanjut. Pradha dan Rama bersikap seprofesional mungkin agar pekerjaan keduanya berjalan lancar. Beberapa kru yang menyaksikan pemotretan sangat terkejut dengan totalitas kedua model mereka.
Tiga puluh menit berlalu, dan pengambilan foto untuk katalog hari ini pun selesai. Pradha mengganti pakaian dan menghapus riasan yang menempel di wajahnya. Hasta menghampiri Pradha dengan senyum penuh arti.
"Dha, keren ‘kan cowok tadi! Aku nggak nyangka dia sehebat itu!"
"Biasa aja tuh, lebih banyak yang hebat dari dia!" Pradha tetap bersikap acuh seraya menghapus riasan dengan kapas yang dibasahi dengan cairan pembersih make-up.
"Yeee ... untuk ukuran pemula, dia bagus banget! Ekspresinya dapet! Apalagi pas dia menatapmu, benar-benar penuh cinta layaknya pasangan kekasih!"
Pradha memutar bola mata karena mendengar ocehan sang sahabat. Namun, Hasta yang tidak peka terus saja membicarakan ketampanan dan juga talenta Rama.
"Sayang banget, loh! Dia punya bakat tapi nggak dipakai! Se-andainya punya agensi model, sudah aku rekrut dia!" seru Hasta dengan mata berbinar.
"Hello ....!" Pradha menyela ucapan sang sahabat.
Mode sombong perempuan cantik itu mendadak kambuh. Dia menggenggam jemari Hasta kemudian tersenyum lebar dan terlihat dipaksakan. Wajah Pradha tampak kesal, berbanding terbalik dengan senyumannya.
"Sesi pemotretan ini sukses bukan cuma karena Kak Rama! Ada aku juga super model ternama yang ikut andil dalam pemotretan kali ini! Mau protes? Boleh! Tapi, aku bakal mundur jadi model butikmu ini!" ancam Pradha.
Hasta sontak tersenyum getir. Dia memutar otak agar sang sahabat tidak benar-benar melakukan apa yang baru saja diucapkan. Bisa rugi besar dia nanti.
"Hahaha ... oke! Maaf, Sayang. Jangan ngambek gitu dong!" rayu Hasta.
"Jangan pernah memuji lelaki sialan itu di depanku lagi! Aku nggak suka!" Pradha menyipitkan mata kemudian meraih tas yang ada di atas meja.
"Baiklah, aku nggak bakal begitu lagi. Sorry, Babe." Hasta menangkupkan kedua telapak tangannya seraya tersenyum canggung.
"Ya sudah, aku pulang dulu. Cuma hari ini sama besok kan pemotretannya?"
"Yes! Besok akan diadakan seharian, dan kami memilih lokasi outdoor."
"Baiklah, besok aku usahakan datang cepat!"
Pradha menempelkan pipinya dengan pipi Hasta, kemudian meninggalkan ruangan itu. Setelah pintu ruangan tertutup, Hasta kembali tersenyum kecut.
"Dasar, Pradha. Nggak pernah berubah, aku takut kesombonganmu itu akan menjadi bumerang untuk dirimu sendiri, Dha." Hasta membuang napas kasar kemudian menghempaskan tubuh ke atas sofa.
Di luar butik, Rama sedang sibuk dengan ponselnya. Dia memesan taksi online karena malas membawa mobil. Jarak dari butik ke rumah lumayan jauh, maka dari itu Rama memilih untuk menggunakan taksi online.
"Ngapain nggak pulang? Mau nebeng? Jangan harap!" seru Pradha kemudian meraih tuas pintu mobilnya.
"Dha, kamu nggak perlu sejauh ini membenciku. Bersikaplah biasa saja."
Mendengar ucapan Rama membuat Pradha melepaskan jemarinya dari pintu mobil. Dia melipat lengan di depan dada, lalu menyipitkan mata. Sebuah senyum miring kini terukir di bibir perempuan cantik itu.
"Bersikap biasa yang seperti apa maksud Kak Rama? Aku nggak ngerti. Bisa tolong jelaskan?" Pradha menatap tajam Rama, dia muak dengan permintaan konyol mantan kekasihnya itu.
"Setelah apa yang sudah Kak Rama lakukan sama aku, terus Kakak minta buat bersikap biasa saja? Kak Rama sudah gila?" tanya Pradha penuh emosi.
Rama bungkam. Dia tidak menyangka keputusannya untuk pergi tanpa pamit justru membuat hati Pradha begitu terluka. Dia tak berhenti merutuki diri sendiri karena sikap bodohnya di masa lalu.
"Tolong, tetap berpura-pura tidak mengenalku seperti tadi saja! Kita sekarang adalah orang asing!" Pradha menyipitkan mata kemudian membuka pintu mobil dan membantingnya kasar setelah masuk.
Rama hanya bisa menatap mobil yang dibawa Pradha semakin menjauh. Dia mengusap wajah kasar dan mengacak rambut frustrasi. Dia ingin sekali kembali memutar waktu. Namun, hal itu tidak akan pernah bisa terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
aku kira Abi ternyata Rama...
2022-11-20
1