Hari pernikahan pun tiba. Rumah keluarga Pradha sudah dipadati tamu sejak pagi. Beberapa teman SMA silih berganti menemui Pradha yang sudah duduk di pelaminan setelah rangkaian upacara adat yang begitu panjang.
Rahang Pradha terasa ngilu karena terus memaksakan senyum. Begitu juga dengan Abi. Keduanya terpaksa memasang senyum manis untuk mengelabuhi para tamu undangan.
"Selamat, ya? Semoga jadi jodoh sampai ajal menjemput."
"Pasangan yang serasi."
"Kurasa kalian memang ditakdirkan untuk berjodoh, kalian sangat mirip."
"Tenang, cinta akan datang seiring berjalannya waktu."
Ucapan-ucapan itu terdengar sangat memuakkan di telinga Pradha. Dia hanya bisa menanggapi perkataan itu dengan sebuah senyum palsu. Ketika tatapan Pradha bertemu dengan Abi, maka keduanya akan saling menyipitkan mata.
Rasa tidak suka jelas terpancar dari sorot mata keduanya. Akan tetapi, Abi masih bisa mengontrol emosi ketika berada di hadapan orang lain. Dia sesekali berdiri mendekati Pradha sambil berbisik untuk mengingatkan Pradha agar tetap tersenyum.
Tak terasa pesta pun usai. Pradha dan Abi berpamitan. Suasana duka kembali menyelimuti hati Laksmi serta Pradha. Setelah pernikahan ini, maka Pradha tidak diperbolehkan berkunjung ke rumah orang tuanya lagi.
Pradha memiliki kasta lebih tinggi daripada Abi. Jadi, sesuai adat yang berlaku, dia akan mengikuti nama dari sang suami. Pradha juga tidak diperkenankan mengunjungi orang tuanya, bahkan dilarang melihat jenazah mereka ketika meninggal nanti.
"Bu, baik-baik, ya? Jangan lupa makan tepat waktu, dan jaga kesehatan."
"Kamu juga. Sekarang kamu menjadi milik suamimu seutuhnya. Lakukan apa yang menjadi tanggung jawabmu sebagai seorang istri."
"Baik, Bu. Kami pergi," pamit Pradha sembari mencium punggung tangan sang ibu.
Setelah itu, Pradha juga berpamitan dengan sang ayah. Abi dan Pradha akhirnya keluar dari rumah itu. Tidak ada perbincangan berarti di dalam perjalanan.
Tiga puluh menit berlalu, Abi dan Pradha akhirnya sampai di sebuah rumah sederhana milik Artha. Keduanya mendapatkan rumah itu sebagai hadiah pernikahan. Pradha langsung turun dari mobil dan masuk ke rumah.
Perempuan cantik itu duduk di atas sofa, kemudian mengeluarkan map berwarna biru dari dalam tasnya. Begitu Abi menyusulnya masuk, Pradha langsung memanggil lelaki itu. Abi pun segera menghampiri Pradha dan duduk berseberangan dengan sang istri.
"Ada apa?"
"Baca, dan tandatangani!" Pradha menyodorkan map berisi surat perjanjian itu.
Tanpa Pradha duga, Abi langsung menggoreskan pena di atas lembaran kertas itu. Setelah selesai membubuhkan tandatangan, Abi langsung mengembalikannya pada Pradha. Perempuan itu pun terbelalak. Dia tak menyangka Abi seceroboh itu.
Sang suami tidak membaca isi surat perjanjian yang sebenarnya lebih menguntungkan Pradha daripada Abi. Pradha pun mengemas lagi lembaran kertas yang ada dan memasukkannya ke dalam map.
"Dasar, astek!" seru Pradha.
"Memangnya kenapa kalau aku asal teken?"
"Ceroboh! Bisa saja ada isi perjanjian yang bisa merugikanmu! Kenapa menandatanganinya tanpa membaca dengan teliti terlebih dahulu?" Pradha tersenyum miring, seakan menertawakan kecerobohan sang suami.
"Aku hanya ingin menepati janji. Bukankah aku sudah bilang, setelah menikah kamu bebas melakukan apa pun yang kamu mau?" ucap Abi dengan suara dingin dan penuh keyakinan.
"Baiklah. Semoga kamu tidak menyesal. Surat ini tidak bisa dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak."
"Aku tidak peduli!" Abi beranjak dari sofa kemudian berjalan ke arah dapur.
Hasna tersenyum miring. Sebenarnya dia sangat menyesali pernikahan ini. Dia harus kehilangan pekerjaannya sebagai model brand fashion ternama di Paris, karena pernikahan konyol ini. Namun, dia tidak bisa menolaknya demi kepentingan ayahnya.
"Anggap saja ini bakti terakhirku buat bapak." Pradha tersenyum kecut kemudian masuk ke kamarnya.
***
Sebuah panggilan telepon dari sang ibu mertua, membuat Pradha sedikit terganggu. Dia baru saja hendak memejamkan mata setelah semalaman tidak bisa tidur. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
Namun, Pradha juga tidak tahu apa itu. Dia merasa hatinya terasa begitu gusar tanpa tahu penyebabnya. Pradha pun menggeliat kemudian meraih ponselnya dan mengangkat telepon dari sang mertua. Ternyata kakak iparnya hari ini pulang dari Jepang.
Setelah sambungan telepon terputus, Pradha mengirimkan pesan kepada Abi. Dia memberitahu sang suami bahwa ibunya mengundang makan malam untuk menyambut kedatangan sang kakak ipar. Setelah Abi membalas pesan yang dikirim oleh Pradha, perempuan itu pun beranjak dari ranjang dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Jam menunjukkan pukul 18:00 WITA saat Abi memarkirkan motornya di depan rumah. Lelaki itu langsung masuk ke rumah, dan disambut oleh sosok Pradha yang terlihat sangat memesona.
"Kamu buruan mandi!" seru Pradha sambil terus memainkan ponselnya.
Abi tetap bergeming sembari menelan ludah. Matanya masih tertuju pada dress pendek yang dipakai sang istri. Gaun kasual bermotif bunga daisy itu hanya mampu menutup setengah paha Pradha.
"Bi, kamu dengar enggak, sih!" teriak Pradha kesal.
Barulah saat itu Abi tersadar. Lelaki itu berdeham, kemudian membuang pandangan. Dia langsung melangkah menuju kamar untuk bersiap.
"Dasar!" umpat Pradha sambil menatap sinis suaminya.
Setelah menunggu selama tiga puluh menit, akhirnya Abi keluar dari kamar, dan sudah berpakaian rapi. Keduanya langsung membelah jalanan Kota Denpasar menuju rumah sang ibu.
Ini adalah kunjungan pertama Pradha setelah menikah. Dia tidak banyak tahu mengenai sifat sang ibu mertua. Jadi, ada sedikit rasa gugup yang menyelinap di hati perempuan cantik itu.
Pradha terus menatap jalanan, dan bergelung dalam pikirannya sendiri. Apa yang harus dia lakukan nanti? Apakah sang ibu mertua adalah orang yang baik? Apakah dia nantinya akan diterima sebagai menantu?
Sikap Pradha jauh berbeda dengan Praba yang lembut dan sopan. Pradha tidak suka merendahkan diri demi mendapat simpati orang lain. Pradha lebih senang bersikap semaunya sendiri.
"Kita sudah sampai."
Pradha mengerjap beberapa kali kemudian menatap sekelilingnya. Kini dia sudah sampai di sebuah rumah sederhana yang terlihat tidak asing. Ada sebuah dugaan yang tiba-tiba muncul di kepala perempuan itu. Namun, Pradha menepis dugaan itu.
Enggak mungkin kalau mereka satu keluarga dengannya.
Pradha pun mengekor di belakang Abi. Dia mengamati rumah yang pernah dikunjunginya beberapa tahun silam. Pradha berpikir mungkin saja rumah ini sudah berpindah tangan, karena saat terakhir ke sini, bangunan ini sudah tak berpenghuni.
"Ayo, masuk!" Abi membuka lebar pintu di depannya, dan menggerakkan kepala untuk mengisyaratkan agar Pradha masuk lebih dulu.
Saat memasuki ruang tamu, sang ibu mertua langsung berdiri tegap. Senyum lebar terukir jelas di wajahnya yang mulai menua. Di depan sang mertua sudah duduk seorang pria yang membelakangi pintu.
Jantung Pradha berdegup semakin kencang. Dia hafal betul postur tubuh lelaki di hadapannya itu. Pradha sangat mengenal aroma parfum yang pria itu gunakan. Jantungnya pun berdegup semakin kencang.
Lelaki berambut coklat terang itu pun beranjak dari sofa, lalu balik badan. Kini tatapan Pradha dan pria tersebut bertemu. Ia melemparkan senyum kepada Pradha, tetapi tidak dengan perempuan itu. Pradha mematung dengan mata terbelalak setelah mengetahui siapa lelaki yang menjadi kakak iparnya ini.
"Apa kabar?" tanya pria tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Afternoon Honey
eh siapa Hasna 🤔
2024-01-28
0
💞nine teen💞
typo nih thor, jd hasna😁
2022-11-25
1
💖Yanti Amira 💖
ada hubungan apa pradha dengan kakak ipar
ko mereka berdua bisa saling kenal gitu
2022-11-19
0