Bahligai Hati Gadis Tawanan

Bahligai Hati Gadis Tawanan

Musibah

Alifah Zea Faeqa merupakan seorang gadis yatim piatu dari kecil dan hidup hanya dengan peninggalan harta dari orang tuanya saja lalu mengembangkan kemampuannya dengan mengelola harta tersebut untuk menyambung hidupnya.

Alifah beserta pegawai kebunnya langsung menyebar untuk mencari tahu apa yang membuat kebunnya sampai rusak sedemikian rupa.

Dari kejauhan, tepatnya di dekat pohon-pohon singkong, ada sepasang kaki tergeletak disana. Alifah yang sangat penasaran langsung mendekatinya.

"Astaghfirullah !." Pekik Alifah membekap mulutnya sendiri.

Alifah berjongkok di samping sosok yang tak berdaya dengan keadaan yang sangat mengenaskan itu.

"Mang Maman...!, Mang Asep...!." Teriakan Alifah membuat dua pria paruh baya itu segera mendekat.

Seorang pria dengan pakaian mewah tapi robek di beberapa bagian telah tergeletak di tanah perkebunan milik Alifah.

"Eh ada orang ?!." Pekik mang Asep.

"Dia hanya pingsan, Neng." Ucap kang Maman setelah mengecek denyut nadi pria tak berdaya itu.

"Kalau begitu bawa ke rumah saya aja mang !."

"Baik, Neng."

Pria itu dibawa oleh mang Asep dan mang Maman ke rumah tuan pemilik tanah. Dia diletakkan di kursi rotan yang berada di ruang tamu di dalam rumah Alifah.

Alifah segera mengambil baskom dan handuk kecil untuk membersihkan luka-luka yang hampir memenuhi tubuh pria tersebut.

"Mang, Alifah tidak bisa melakukannya." Alifah menyerahkan baskom itu pada mang Asep.

"Oh, iya neng. Biar mang Asep saja yang membersihkannya. Ayo mang Maman bantu lepaskan pakaiannya !."

"Iya."

Alifah hanya berdiri tak jauh sambil memperhatikan kedua pegawai kebunnya itu membersihkan tubuh pria tersebut.

Setelah lima belas menit, tubuh pria itu sudah bersih dan diobati. Pakaiannya pun sudah diganti dengan pakaian milik peninggalan ayahnya Alifah yang sudah dimuseumkan di salah satu ruangan di rumah Alifah.

"Neng, kami ke kebun dulu, ya?, Ini sudah siang."

"Iya, mang. Makasih ya ?."

"Iya, Neng. Assalamualaikum."

Mang Asep dan mang Maman keluar dari rumah Alifah dan hanya meninggalkan Alifah yang kini berdua saja dengan pria yang masih belum juga sadarkan diri.

Alifah ingin ikut ke kebun lagi tapi dia tidak mungkin meninggalkan pria itu sendirian di rumahnya.

Alifah memperhatikan wajah itu yang terlihat sangat tampan, warna kulit tubuhnya putih dan bersih.

 

"Sepertinya dia orang kota." Gumamnya lirih.

 

Alifah pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan siapa tau pria itu akan kelaparan setelah sadarnya nanti dan dia juga harus meminum obat untuk menyembuhkan lukanya tersebut.

Dua puluh menit cukup untuk menyiapkan semuanya. Alifah kembali dengan kedua tangannya membawa nampan dengan isi semangkuk bubur buatannya, segelas air putih dan obat.

Saat tiba di ruang tamu lagi, ternyata disana sudah tidak ada siapa-siapa.

"Loh kok, kemana dia ?. Apa dia sudah sadar ?." Alifah mencari-cari keberadaan pria yang pastinya sudah sadar ke seluruh penjuru ruangan.

Alifah meletakkan nampannya ke atas meja kemudian dia membuka setiap pintu ruangan dan tidak mendapatkan hasil. Alifah keluar, melihat keadaan di sekitar rumahnya tapi tetap saja tidak menemukan pria yang ditolongnya tadi.

Ada rasa bingung dengan kejadian barusan. Apakah dia sedang mimpi telah menolong orang lain ?, Karena jika iya, seharusnya orang itu masih ada di atas kursinya setelah dia sadar karena lukanya yang sangat parah menurut Alifah.

Alifah masuk lagi ke dalam rumah dan melihat ke arah kursi dimana tadi dia meletakkan pakaian pria itu. Dan dia baru sadar jika disana juga sudah tidak ada pakaiannya. Tapi...

Sebuah dompet rupanya tidak terbawa pergi.

Dengan ragu-ragu, Alifah membuka dompet tersebut untuk melihat isinya karena dia berpikir jika dia akan mengembalikan pada pemiliknya setelah tau identitasnya.

"Kaya pernah dengar nama marganya, tapi siapa ya ?." Alifah mencoba mencari-cari bayangan tentang pemilik nama tersebut.

Setelah berusaha keras, ternyata dia tidak bisa menemukannya. Alifah memutuskan untuk menyimpan dompet tersebut karena dia mungkin bisa mengingatnya di lain waktu.

Jam sudah menunjukkan waktu setengah sembilan. Alifah segera bergegas mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampusnya yang akan dimulai pada jam sepuluh.

Setelah rapi dia segera berangkat dengan menggunakan motor matic nya menuju ke kampus yang jaraknya sekitar satu jam perjalanan dari rumah.

"Alifah !."

Alifah yang baru saja memarkirkan motornya segera berjalan menghampiri sahabatnya yang ternyata baru juga memarkirkan mobilnya.

"Hai Key ?." Alifah menyapanya.

"Hallo, langsung masuk yuk ?."

"Iya."

Keyya Mumtazah adalah nama sahabatnya. Keyya merupakan salah satu orang tersohor di negara ini. Orang tua Keyya adalah pebisnis terbaik di ibukota, ayahnya adalah seorang CEO perusahaan properti dan ibunya adalah seorang pemilik restoran dan kafe terbaik di beberapa kota. Termasuk di Kuningan ini, yaitu kafe yang kini diambil alih tanggung jawabnya sebagai kepemilikan Keyya.

Keduanya menjalin persahabatan setelah perkenalan di dalam kelas yang satu jurusan yaitu hukum keluarga.

"Kamu dari tadi kaya lagi mikirin sesuatu, Aku ?." Keyya bertanya setelah mereka sudah duduk di bangku di dalam kelas.

"Tidak apa-apa, hanya masalah kecil." Alifah tersenyum menyembunyikan kegundahan di hatinya.

Tadi, sepanjang perjalanan menuju kampus, Alifah teringat akan pembayaran semester yang harus dibayar di bulan ini. Seharusnya, jika tadi kebunnya tidak rusak, Alifah bisa memanennya seperti biasanya yang akan menggunakan uangnya untuk pembayaran semester.

"Kamu sudah bayar semesteran ?." Keyya bertanya seolah dia mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh Alifah.

Terkadang, Alifah sedikit bingung dengan sikap Keyya yang dirasa sedikit aneh. Keyya seperti memiliki keistimewaan tersendiri.

"Kamu bisa menceritakannya padaku, Al. Siapa tau aku bisa membantu, kan ?."

Alifah kembali tersenyum. Persahabatan mereka memang sudah sangat dekat tapi sejauh ini Alifah tidak pernah memanfaatkan kebaikan Keyya untuk kepentingan pribadinya meski dia tau jika Keyya adalah berasal dari keluarga kaya.

"Tadi malam ayahku baru saja mentransfer uang bulanan ku. Kalau kamu mau, kamu bisa memakainya untuk bayar semesteran kamu."

"Ehh, tidak Key. Jangan, aku masih bisa membayarnya kok." Alifah kembali tersenyum. "Lagian itu uang jajan kamu, masa mau dikasih ke aku, nanti kamunya bagaimana ?." Alifah terkekeh kecil di akhir katanya.

Tapi Keyya malah terlihat kesal. "Aku masih memiliki tabungan, dan uang dari kafe juga aku pakai sendiri." Ucapan Keyya seperti memaksa.

Alifah menghela nafasnya perlahan. Dia tidak enak jika harus merepotkan sahabatnya.

Selama ini dia hidup dengan harus menggunakan kaki sendiri semenjak usianya masih sepuluh tahun. Dan kini setelah sebelas tahun perjuangannya, baru kali ini dia mendapatkan musibah yang sangat merugikannya.

Bagaimana tidak ?, Entah seperti apa kejadian malam itu sehingga tanah yang telah ditanami hampir setiap jenis sayuran di atas tanah berukuran setengah hektar harus rusak tak terkecuali.

Tanah miliknya terdiri dari tiga hektar dan itu adalah tanah peninggalan ayahnya yang berada di belakang rumah. Dan dari setiap beberapa meter dari tanah itu ditanam berbagai macam sayuran, buah-buahan, juga sawah.

Dan kebetulan di bulan ini adalah saatnya panen ladang sawi putih, sawi hijau, brokoli, kol, wortel, juga selada.

Jika biasanya saat memanen semua itu, maka setiap jenisnya bisa mendapatkan hampir dua kwintal lebih. Dan saat dijumlah untuk penghasilannya bisa mendapatkan uang cukup untuk membayar biaya semesteran, upah pemanen, juga uang jajannya selama dua bulanan.

Tapi sekarang semuanya rusak, dan mungkin hanya bisa mendapat uang beberapa ratus ribu saja.

Keyya semakin cemberut masam. "Kamu ini seperti dengan siapa saja, Al ?, Aku ini sahabat kamu bukan sih ?."

Alifah mengangguk mengiyakan. "Tentu saja kamu sahabat aku, Key. Tapi, aku memang tidak mau merepotkanmu, aku mohon... Kamu mengerti kan maksud aku ?." Alifah memasang wajah memohonnya.

Alifah tau jika sahabatnya itu pasti mengerti maksudnya.

Keyya mendengus kesal lalu mengangguk. "Baiklah,"

 

 

Di sisi lain, seorang pria sedang menyandarkan tubuhnya yang masih sangat kelelahan di sandaran jok mobil yang sedang dijalankan oleh asistennya. Pria itu tak lain adalah orang yang tadi pagi ditolong oleh Alifah.

 

Terpopuler

Comments

Baihaqi Sabani

Baihaqi Sabani

mmpir

2022-12-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!