My lovely PA (personal assistant )
Proses pemotretan untuk sebuah brand pakaian tengah berlangsung. Seorang gadis berbadan tinggi dengan rambut diikat kuncir kuda begitu sibuk menata peralatan kamera. Matanya cukup terkesima melihat model perempuan kini bersiap untuk memamerkan lekuk tubuhnya di hadapan kamera.
"She's so beautifull... " Lirih nya.
"Grace stay focus! " Teriak atasannya yang merupakan photograper handal seantero kota Paris. Banyak brand yang telah memakai jasanya selama ini. "Sorry,, " Sahut Grace yang berdiri di dekat meja perlengkapan.
Tiba tiba semua orang yang terlibat menjadi tegang melihat sesosok pria berbadan tegap memasuki area photoshoot. Aura ruangan berubah mencekam hingga bulu kuduk ikut berdiri.
"Good morning sir, have you breakfast? " Tanya perempuan yang Grace ketahui sebagai marketing manager brand pakaian tersebut.
"We don't talk about breakfast Cathy. Apa kalian tidak becus hingga jadwal launching harus di undur? "
Nada bicaranya tenang namun begitu menusuk di telinga.
"We are so sorry sir, the model has been ill. She need a recovery. Aku berjanji ini akan segera selesai." Cathy seolah tahu tuannya tidak suka yang namanya keterlambatan.
"Dia menakutkan." Batin Grace menatap punggung pria itu. Sayangnya ia tidak bisa melihat wajah tampannya.
"Grace come on, I need my new lens. Hurry up! " Lagi lagi Grace malah bengong membuat bosnya sedikit tak sabar.
Grace was was ketika pria yang ternyata anak pemilik perusahaan brand ternama itu mulai mendekat ke arahnya. Tubuhnya seolah kaku tanpa bisa ia gerakan.
"Pecat saja dia jika menghambat pekerjaanmu." Titahnya tanpa perasaan.
Grace hanya mampu menunduk tak ada keberanian untuk menatap klien VIP bosnya.
"Aku masih membutuhkan tenaganya Sir. " Tidak disangka Grace, pria yang sudah menjadi bosnya selama tiga tahun terakhir membelanya.
"Then be smart... " Grace sedikit memundurkan tubuhnya ketika pria itu berbisik kearah telinganya.
Orang orang tampak heran kenapa juga pria dingin itu malah mengganggu seseorang yang bukan dari bagian perusahaan.
Di jam makan siang pemotretan berhenti sejenak untuk istirahat. Grace dan bosnya memilih cafe perusahaan LA collection sebagai tujuan mereka.
"What would you like to eat Ethan? Aku akan membelikan untukmu." Tanya Grace mencoba menawarkan bantuan. "American burger set with coke." Jawab Ethan bosnya Grace.
"I'll be right back." Kemudian Grace mengantri di belakang karyawan perusahaan LA collection.
Gracia, gadis berusia dua puluh dua lulusan LaSalle college yang belajar fashion business setelah lulus di senior highschool. Ia memutuskan mandiri dengan hidup sendiri di sebuah flat berukuran empat petak setelah mendapat pekerjaan. Ia bekerja untuk Ethan hampir tiga tahun. Ternyata lepas dari orang tua tidaklah mudah bagi Grace.
Grace tinggal di kawasan Le Marais yang harga apartemennya mencapai seribu lima ratus franc Swiss perbulan. Setengah dari gajinya harus Grace pakai untuk biaya sewa. Kini ia berusaha memutar otak untuk mendapat uang tambahan dengan merayu Ethan.
"Here's your meal." Grace menyodorkan nampan berisi burger dan kentang goreng milik Ethan.
"Thank you." Ucap Ethan namun ia bingung karena Grace tidak membeli makan siangnya.
"I'm on diet." Mengetahui Ethan mengkhawatirkannya Grace asal menjawab.
"Ethan, I think I need another part time job. You knew my situation, tapi aku sangat menghargai keputusanmu apapun itu." Seketika Ethan menghentikan kegiatan makannya.
"Yah dan kau pasti sedang kesulitan. Aku mengerti Grace, kau bisa memakai uangku dulu untuk membayar sewa. " Penawaran Ethan memang akan menyelesaikan masalahnya. Tapi Grace tidak ingin membebani bos sekaligus temannya.
"Tidak Ethan, aku sangat berterima kasih kau sudah banyak membantuku. Maaf jika aku kurang fokus beberapa hari ini, aku bekerja di malam hari setelah dari sini." Grace tersenyum getir mengingat pekerjaan barunya selama beberapa malam terakhir.
"Grace sorry aku tidak tahu. Jika pekerjaanmu lebih baik dari pada bersamaku aku rela melepasmu. Meski aku tidak tahu apa akan mendapat pengganti yang lebih baik darimu." Sorot mata Ethan memancarkan rasa peduli pada karyawannya. Usia mereka terpaut lima tahun namun keduanya sudah seperti teman.
"Aku masih menyukai pekerjaan ini, tapi jika aku hanya mengacaukan mu aku akan mundur." Lanjut Grace.
"Makan lah dulu, next time kita bahas lagi." Ethan memberikan kentang goreng yang masih utuh untuk Grace.
Malam harinya Grace bersiap untuk bekerja. Ia berpakaian rapi mengenakan jeans ketat dan kemeja putih lengan pendek. Ia cukup berjalan sekitar lima belas menit untuk sampai ke tempat kerjanya.
Ini merupakan malam ke empat nya bekerja di salah satu kasino yang baru buka lima bulan yang lalu.
"Grace prepare yourself. Bos akan bermain bersama teman temannya." Perintah pemimpin kasino menghampiri Grace yang baru tiba. Ia harus mengenakan rompi hitam seragam seorang dealer. Grace bertugas membagikan kartu.
"Baiklah." Kata Grace lalu ia menyanggul rambut pirangnya dan memakai dasi kupu kupu berwarna hitam.
Kasino baru saja buka tepat pukul tujuh malam namun para pengunjung sudah ramai berdatangan. Grace masih enggan menghadapi pemain tua bangka seperti kemarin malam. Dia selalu mengeluh Grace melakukan kecurangan saat pria tua yang botak dan gendut itu terus terusan kalah.
Pria yang di maksud atasan Grace kini mulai berjalan mengelilingi setiap sudut kasino. Matanya tajam memeriksa setiap pemain yang tengah berjudi. Seringai kepuasan muncul menandakan ia sedang bahagia.
"Bisa kita mulai sekarang Sir Arthur **. ? " Pria paruh baya membuyarkan lamunannya.
"Tentu tuan Rodrigo." Jawabnya pasti menerima tantangan.
Gracia berjalan menuju meja kerjanya. Ia akan memainkan permainan kartu blackjack bersama tamu VIP. Gracia tidak bisa menutupi keterkejutan nya ketika melihat dua pria di kedua sisinya.
"Damn it. " Batin Gracia mengumpat.
"Play." Perintah Arthur Junior. Lantas Grace langsung memulai permainan. Ia membagikan masing masing dua kartu untuk pemain.
"Split." Grace tertawa puas ketika pria seumuran daddynya mendapat kartu kembar. Dia akan menggandakan taruhan tentunya.
Permainan berakhir dengan sengit, dimana Arthur Junior menang dengan cukup telak. Sementara lawannya malah tertawa seakan tidak pernah ambil pusing kekalahannya. "You're a smart boy Liam, akhirnya ada yang berani mengalahkanku. " Tuan Rodrigo menepuk pundak lawan mainnya.
"Anggap saja ini pembalasanku atas penghinaan anak perempuanmu. " Liam Arthur Junior, merupakan putera sahabat Rodrigo yaitu Arthur Louis mulai merasa kesal jika mengingat masa lalunya.
"Haha,,, empat tahun kau masih menyimpan dendam mu. Lain kali aku akan mengajak puteri ku dan ya kau tahu, siapa tahu dia berubah pikiran. " Perbincangan berakhir setelah utusan tuan Rodrigo tiba menjemputnya.
Liam berkacak pinggang, bayangan dealer perempuan tadi kini hadir kembali. Ia memanggil salah satu pelayan yang melewatinya. "Kau, dimana dealer perempuan yang tadi di meja ku? " Tanya Liam dengan wajah datarnya. Pelayan pria itu menunduk tanpa berani melihat tuannya. "Dia sedang mengantar beberapa minuman di ruang VIP tuan. " Jawabnya hati hati. Tanpa menanggapi Liam segera berjalan menuju ruang yang di maksud.
"Kau pasti suruhan bosmu kan? Kau sengaja membuatku kalah bitchh. " Pria botak yang pernah Grace temui kembali mengganggu dirinya. Tangan Grace masih di cekal dengan cukup keras.
"Tuan kau memang payah dalam bermain, jangan limpahkan kekalahan mu padaku." Sewot Grace menarik paksa lengannya, jelas sudah memerah. "Kau,,," Pria tua bangka dengan perut besar, botak pula hendak menampar pipi Grace. Namun tangannya terhenti di udara setelah seseorang menahannya.
"Aku tidak suka ada keributan di tempatku. Pergi atau aku habisi kalian. " Perintahnya dengan menatap tajam siapapun yang ada di ruangan itu. Lantas semuanya pergi tanpa ba bi bu.
Grace menunduk seraya mengucapkan Terima kasih pada pria yang sudi membantunya. "You, serve me! " Titahnya dengan nada tegas dan mengancam. Grace segera mendongak karena ia pikir salah mendengar.
"Excuse me sir? " Tak... Grace malah mendapat sentilan keras dan panas di keningnya. Ia meringis mengusap berkali-kali untuk meringankan rasa sakitnya.
"Kau tuli atau pura pura bodoh hah? Aku ingin kau menjamu ku dengan minuman terbaik disini. " Katanya penuh penekanan, Gracia menelan salivanya susah payah berusaha menyembunyikan kegugupanya.
"Baiklah tuan Liam. " Grace pasrah saja menuruti perintah bosnya. Liam diketahui sebagai pemilik LA Cassino, bar and karaoke room yang menyediakan tempat berjudi di dalamnya.
Grace keluar menuntun Liam menuju ruang VIP baru. Liam menunggu di sofa dengan tak sabar, berkali-kali matanya menuju pintu masuk menanti kembalinya Grace.
"Siall, kenapa aku seperti mengharapkan nya? Dia berhasil mengganggu pikiranku. " Liam mengingat kembali aroma tubuh Grace, ternyata selain menjadi asisten Ethan perempuan itu juga bekerja di bar miliknya.
Ketika pintu terbuka Liam hampir saja mengumpat Grace namun lidahnya keluh setelah melihat sosok yang berdiri di hadapannya.
"Dad? " Sapa Liam penuh rasa terkejut pasalnya ia tahu kalau ayahnya masih berada di luar kota.
"Kau malah di sini rupanya, bukannya pergi ke acara kencan malam ini hah? " Sir Arthur menjewer telinga anak laki lakinya cukup keras hingga empunya meringis kesakitan.
Gelak tawa terdengar, Garace meledek kejadian itu di tempat ia berdiri yaitu di ambang pintu. Bahkan perutnya menjadi sakit akibat terus tertawa.
"Who are you girl? " Tanya Sir Arthur menatap Grace, tangannya masih memegang telinga kiri Liam.
"Sorry sir, aku hanya seorang pegawai disini. " Grace segera merapatkan bibirnya menahan tawa. Sementara Liam menyipitkan matanya mengancam Grace hanya dengan sebuah tatapan.
"Apa dia menggangu mu? " Tanya Sir Arthur menyelidik. "No, dia hanya menyentil keningku." Berani beraninya Grace mengadukan perbuatan Liam pada ayahnya.
"Kau boleh pergi, aku akan menyuruhmu di pindahkan ke kantorku. " Ucapan Sir Arthur membuat Grace juga Liam bingung. "Tapi aku hanya bisa bekerja di malam hari sir, maaf. " Grace menunduk menolak perintah ayah dari bosnya. Sir Arthur berjalan mendekati Grace. Ia menyentuh pundak perempuan itu.
"Seorang perempuan tidak baik bekerja di tempat seperti ini. Pikirkan lagi keputusanmu, jika kau siap datanglah ke LA collection kapanpun kau mau. " Mendengar nama brand itu mulut Grace menganga tak percaya. Jadi mereka adalah pemilik perusahaan fashion terbesar di kota Paris?
"Dad, you're too much. Dia hanya pegawai biasa. " Liam menolak tidak setuju atas apa yang ayahnya inginkan. "Shut up Liam, lebih baik kau mulai memikirkan calon pendamping. Atau aku akan memindahkan semua saham atas namamu menjadi milik temanku. " Ancaman ayahnya berhasil membuat Liam geram. Usai kepergian sir Arthur tinggalah Grace yang masih mematung menunggu perintah bosnya.
"Aku akan pergi. " Liam merapikan jasnya lalu berlalu begitu saja melewati Grace. Grace sangat suka bulu bulu halus yang menghiasi wajah Liam. Apa lagi warna mata Liam yang berwarna grey, Liam bagaikan sosok dewa cinta dari cerita kerajaan Yunani kuno.
"Ah kau ini Grace. Hentikan khayalan mu itu." Grace kembali ke bar untuk membatalkan pesanan bosnya. Saat ia ingin mengantar minuman sir Arthur datang marah marah mencari keberadaan pemilik kasino. Grace yang polos langsung membimbing nya menuju ruangan bosnya. Ia tidak tahu jika pria paruh baya itu adalah ayah dari Liam.
***
Keesokan harinya Grace terbangun sebelum jam makan siang. Ethan menelpon saat dirinya baru pulang bekerja bahwa hari itu mereka libur karena tidak ada pekerjaan. Grace mengacak-acak rambutnya frustasi, itu artinya ia kehilangan seratus dolar. Harus kemana lagi ia mencari pinjaman untuk menutupi tunggakan sewa apartemen nya. Di kasino ia akan di bayar setelah satu minggu kerja.
"Tidak, aku tidak akan mengemis pada daddy. Aku malu kalau harus melakukannya." Grace menggelengkan kepala membuang jauh jauh pikirannya. Lebih baik ia mandi dan bersiap pergi, ia butuh menenangkan perasaannya.
Grace sering berjalan kaki kemanapun tujuannya pergi. Ia perlu menghemat ongkos naik taksi, bahkan kartu transportasi miliknya sudah lama tidak di isi saldo.
"Apa daddy mengenal pria itu? Kenapa bisa dia bertarung dengannya semalam." Grace bergumam sembari menyusuri jalanan kota. Ia ingin membeli sepotong sandwich untuk mengganjal perutnya.
"Kenapa nasibku sial begini,,, " Kesal meratapi kesulitannya Grace menendang kaleng ksong di hadapannya hingga terbang mengenai kening seseorang tak jauh darinya.
"Hey apa yang kau lakukan? " Teriak pria dengan nada penuh amarah. Grace menutup mulutnya merutuki perbuatannya yang tercela.
"Sir Liam? " Grace segera meraih kepala Liam dan meneliti luka gores di kening bosnya. Sebuah kebodohan Grace mencelakai Liam tanpa sengaja.
"Kenapa aku selalu sial setiap bertemu denganmu. " Liam malah menarik pinggang Grace untuk ia dekap, Grace bahkan harus berjinjit demi memeriksa luka Liam. Tinggi badan Grace sejajar dengan pundak Liam yang tingginya mencapai seratus delapan puluh sembilan centi.
"Aku akan mengobati lukamu tuan, tapi kita membutuhkan kotak obat. " Grace yang terkejut dengan posisi mereka akhirnya mundur selangkah menghindari Liam. "Kalau begitu ikutlah ke rumahku, kau obati lukaku disana. " Seperti mendapat angin segar, Liam ingin memanfaatkan situasi itu untuk memaksa Grace ikut dengannya.
.
.
.
Mau tidak mau Grace menuruti perintah Liam. Kini ia masuk kedalam rumah mewah bosnya, matanya takjub melihat desain interior yang sangat berkelas. Tapi beberapa sudut sangat berantakan seperti area dapur, sofa ruang TV dan Grace bisa mengintip tempat tidur Liam juga penuh dengan pakaian kotor.
"Siapa namamu? " Liam menempelkan minuman dingin ke lengan Grace menyadarkan lamunannya.
"Grace, namaku Gracia. " Grace menerima pemberian Liam Tanpa berniat meminumnya.
"Look, seperti apa yang kau lihat aku membutuhkan seseorang untuk menjadi asisten rumah. Apa kau memiliki kenalan untuk melakukannya? " Sebenarnya Liam sengaja membahas soal pekerjaan rumah. Waktu dirinya hendak pergi dari kasino dia sempat mendengar percakapan Grace di telpon kalau perempuan itu sedang membutuhkan uang.
"Aku bisa melakukannya. Berapa bayaran yang akan kau berikan padaku?" Sudah tidak ada cara lain untuk mendapat uang tambahan. Grace terpaksa menawarkan diri menjadi seorang asisten.
"Lima ratus dolar untuk sekali kau membersihkan seluruh isi rumah. " Liam tersenyum sinis merasa rencananya berhasil. "Aku ingin uang di muka, tiga ribu dolar untuk enam kali membersihkan rumah tuan. " Mencoba bernegosiasi, jika Grace berhasil membujuk Liam maka uangnya akan cukup untuk membayar sewa apartemen selama tiga bulan kemarin.
Tampak berpikir, Liam tidak mempermasalahkan uang yang menurutnya setara dengan harga satu stel jas kerjanya. Berdehem, Liam mendekat kearah Grace hingga mengunci tubuh Grace ke meja makan.
"Beri aku jaminan kalau kau tidak akan kabur. " Pinta Liam menuntut. Grace mengalihkan pandangan tak ingin beradu tatap dengan bosnya.
"Akan ku beri tahu alamat rumahku, kau bahkan bisa memecat ku dari tempatku bekerja. " Bagi Grace mencari uang dengan hasil keringatnya sendiri akan lebih baik di banding mengemis pada ayahnya atau bahkan menjual tubuhnya.
"Deal. Sekarang lakukan tugasmu dengan baik, aku akan menyiapkan uangnya. " Grace dengan berani mendorong dada Liam dan mulai mengatur alur pekerjaannya. Liam melipat kedua tangannya memperhatikan gerak gerik tubuh Grace.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments