Proses pemotretan untuk sebuah brand pakaian tengah berlangsung. Seorang gadis berbadan tinggi dengan rambut diikat kuncir kuda begitu sibuk menata peralatan kamera. Matanya cukup terkesima melihat model perempuan kini bersiap untuk memamerkan lekuk tubuhnya di hadapan kamera.
"She's so beautifull... " Lirih nya.
"Grace stay focus! " Teriak atasannya yang merupakan photograper handal seantero kota Paris. Banyak brand yang telah memakai jasanya selama ini. "Sorry,, " Sahut Grace yang berdiri di dekat meja perlengkapan.
Tiba tiba semua orang yang terlibat menjadi tegang melihat sesosok pria berbadan tegap memasuki area photoshoot. Aura ruangan berubah mencekam hingga bulu kuduk ikut berdiri.
"Good morning sir, have you breakfast? " Tanya perempuan yang Grace ketahui sebagai marketing manager brand pakaian tersebut.
"We don't talk about breakfast Cathy. Apa kalian tidak becus hingga jadwal launching harus di undur? "
Nada bicaranya tenang namun begitu menusuk di telinga.
"We are so sorry sir, the model has been ill. She need a recovery. Aku berjanji ini akan segera selesai." Cathy seolah tahu tuannya tidak suka yang namanya keterlambatan.
"Dia menakutkan." Batin Grace menatap punggung pria itu. Sayangnya ia tidak bisa melihat wajah tampannya.
"Grace come on, I need my new lens. Hurry up! " Lagi lagi Grace malah bengong membuat bosnya sedikit tak sabar.
Grace was was ketika pria yang ternyata anak pemilik perusahaan brand ternama itu mulai mendekat ke arahnya. Tubuhnya seolah kaku tanpa bisa ia gerakan.
"Pecat saja dia jika menghambat pekerjaanmu." Titahnya tanpa perasaan.
Grace hanya mampu menunduk tak ada keberanian untuk menatap klien VIP bosnya.
"Aku masih membutuhkan tenaganya Sir. " Tidak disangka Grace, pria yang sudah menjadi bosnya selama tiga tahun terakhir membelanya.
"Then be smart... " Grace sedikit memundurkan tubuhnya ketika pria itu berbisik kearah telinganya.
Orang orang tampak heran kenapa juga pria dingin itu malah mengganggu seseorang yang bukan dari bagian perusahaan.
Di jam makan siang pemotretan berhenti sejenak untuk istirahat. Grace dan bosnya memilih cafe perusahaan LA collection sebagai tujuan mereka.
"What would you like to eat Ethan? Aku akan membelikan untukmu." Tanya Grace mencoba menawarkan bantuan. "American burger set with coke." Jawab Ethan bosnya Grace.
"I'll be right back." Kemudian Grace mengantri di belakang karyawan perusahaan LA collection.
Gracia, gadis berusia dua puluh dua lulusan LaSalle college yang belajar fashion business setelah lulus di senior highschool. Ia memutuskan mandiri dengan hidup sendiri di sebuah flat berukuran empat petak setelah mendapat pekerjaan. Ia bekerja untuk Ethan hampir tiga tahun. Ternyata lepas dari orang tua tidaklah mudah bagi Grace.
Grace tinggal di kawasan Le Marais yang harga apartemennya mencapai seribu lima ratus franc Swiss perbulan. Setengah dari gajinya harus Grace pakai untuk biaya sewa. Kini ia berusaha memutar otak untuk mendapat uang tambahan dengan merayu Ethan.
"Here's your meal." Grace menyodorkan nampan berisi burger dan kentang goreng milik Ethan.
"Thank you." Ucap Ethan namun ia bingung karena Grace tidak membeli makan siangnya.
"I'm on diet." Mengetahui Ethan mengkhawatirkannya Grace asal menjawab.
"Ethan, I think I need another part time job. You knew my situation, tapi aku sangat menghargai keputusanmu apapun itu." Seketika Ethan menghentikan kegiatan makannya.
"Yah dan kau pasti sedang kesulitan. Aku mengerti Grace, kau bisa memakai uangku dulu untuk membayar sewa. " Penawaran Ethan memang akan menyelesaikan masalahnya. Tapi Grace tidak ingin membebani bos sekaligus temannya.
"Tidak Ethan, aku sangat berterima kasih kau sudah banyak membantuku. Maaf jika aku kurang fokus beberapa hari ini, aku bekerja di malam hari setelah dari sini." Grace tersenyum getir mengingat pekerjaan barunya selama beberapa malam terakhir.
"Grace sorry aku tidak tahu. Jika pekerjaanmu lebih baik dari pada bersamaku aku rela melepasmu. Meski aku tidak tahu apa akan mendapat pengganti yang lebih baik darimu." Sorot mata Ethan memancarkan rasa peduli pada karyawannya. Usia mereka terpaut lima tahun namun keduanya sudah seperti teman.
"Aku masih menyukai pekerjaan ini, tapi jika aku hanya mengacaukan mu aku akan mundur." Lanjut Grace.
"Makan lah dulu, next time kita bahas lagi." Ethan memberikan kentang goreng yang masih utuh untuk Grace.
Malam harinya Grace bersiap untuk bekerja. Ia berpakaian rapi mengenakan jeans ketat dan kemeja putih lengan pendek. Ia cukup berjalan sekitar lima belas menit untuk sampai ke tempat kerjanya.
Ini merupakan malam ke empat nya bekerja di salah satu kasino yang baru buka lima bulan yang lalu.
"Grace prepare yourself. Bos akan bermain bersama teman temannya." Perintah pemimpin kasino menghampiri Grace yang baru tiba. Ia harus mengenakan rompi hitam seragam seorang dealer. Grace bertugas membagikan kartu.
"Baiklah." Kata Grace lalu ia menyanggul rambut pirangnya dan memakai dasi kupu kupu berwarna hitam.
Kasino baru saja buka tepat pukul tujuh malam namun para pengunjung sudah ramai berdatangan. Grace masih enggan menghadapi pemain tua bangka seperti kemarin malam. Dia selalu mengeluh Grace melakukan kecurangan saat pria tua yang botak dan gendut itu terus terusan kalah.
Pria yang di maksud atasan Grace kini mulai berjalan mengelilingi setiap sudut kasino. Matanya tajam memeriksa setiap pemain yang tengah berjudi. Seringai kepuasan muncul menandakan ia sedang bahagia.
"Bisa kita mulai sekarang Sir Arthur **. ? " Pria paruh baya membuyarkan lamunannya.
"Tentu tuan Rodrigo." Jawabnya pasti menerima tantangan.
Gracia berjalan menuju meja kerjanya. Ia akan memainkan permainan kartu blackjack bersama tamu VIP. Gracia tidak bisa menutupi keterkejutan nya ketika melihat dua pria di kedua sisinya.
"Damn it. " Batin Gracia mengumpat.
"Play." Perintah Arthur Junior. Lantas Grace langsung memulai permainan. Ia membagikan masing masing dua kartu untuk pemain.
"Split." Grace tertawa puas ketika pria seumuran daddynya mendapat kartu kembar. Dia akan menggandakan taruhan tentunya.
Permainan berakhir dengan sengit, dimana Arthur Junior menang dengan cukup telak. Sementara lawannya malah tertawa seakan tidak pernah ambil pusing kekalahannya. "You're a smart boy Liam, akhirnya ada yang berani mengalahkanku. " Tuan Rodrigo menepuk pundak lawan mainnya.
"Anggap saja ini pembalasanku atas penghinaan anak perempuanmu. " Liam Arthur Junior, merupakan putera sahabat Rodrigo yaitu Arthur Louis mulai merasa kesal jika mengingat masa lalunya.
"Haha,,, empat tahun kau masih menyimpan dendam mu. Lain kali aku akan mengajak puteri ku dan ya kau tahu, siapa tahu dia berubah pikiran. " Perbincangan berakhir setelah utusan tuan Rodrigo tiba menjemputnya.
Liam berkacak pinggang, bayangan dealer perempuan tadi kini hadir kembali. Ia memanggil salah satu pelayan yang melewatinya. "Kau, dimana dealer perempuan yang tadi di meja ku? " Tanya Liam dengan wajah datarnya. Pelayan pria itu menunduk tanpa berani melihat tuannya. "Dia sedang mengantar beberapa minuman di ruang VIP tuan. " Jawabnya hati hati. Tanpa menanggapi Liam segera berjalan menuju ruang yang di maksud.
"Kau pasti suruhan bosmu kan? Kau sengaja membuatku kalah bitchh. " Pria botak yang pernah Grace temui kembali mengganggu dirinya. Tangan Grace masih di cekal dengan cukup keras.
"Tuan kau memang payah dalam bermain, jangan limpahkan kekalahan mu padaku." Sewot Grace menarik paksa lengannya, jelas sudah memerah. "Kau,,," Pria tua bangka dengan perut besar, botak pula hendak menampar pipi Grace. Namun tangannya terhenti di udara setelah seseorang menahannya.
"Aku tidak suka ada keributan di tempatku. Pergi atau aku habisi kalian. " Perintahnya dengan menatap tajam siapapun yang ada di ruangan itu. Lantas semuanya pergi tanpa ba bi bu.
Grace menunduk seraya mengucapkan Terima kasih pada pria yang sudi membantunya. "You, serve me! " Titahnya dengan nada tegas dan mengancam. Grace segera mendongak karena ia pikir salah mendengar.
"Excuse me sir? " Tak... Grace malah mendapat sentilan keras dan panas di keningnya. Ia meringis mengusap berkali-kali untuk meringankan rasa sakitnya.
"Kau tuli atau pura pura bodoh hah? Aku ingin kau menjamu ku dengan minuman terbaik disini. " Katanya penuh penekanan, Gracia menelan salivanya susah payah berusaha menyembunyikan kegugupanya.
"Baiklah tuan Liam. " Grace pasrah saja menuruti perintah bosnya. Liam diketahui sebagai pemilik LA Cassino, bar and karaoke room yang menyediakan tempat berjudi di dalamnya.
Grace keluar menuntun Liam menuju ruang VIP baru. Liam menunggu di sofa dengan tak sabar, berkali-kali matanya menuju pintu masuk menanti kembalinya Grace.
"Siall, kenapa aku seperti mengharapkan nya? Dia berhasil mengganggu pikiranku. " Liam mengingat kembali aroma tubuh Grace, ternyata selain menjadi asisten Ethan perempuan itu juga bekerja di bar miliknya.
Ketika pintu terbuka Liam hampir saja mengumpat Grace namun lidahnya keluh setelah melihat sosok yang berdiri di hadapannya.
"Dad? " Sapa Liam penuh rasa terkejut pasalnya ia tahu kalau ayahnya masih berada di luar kota.
"Kau malah di sini rupanya, bukannya pergi ke acara kencan malam ini hah? " Sir Arthur menjewer telinga anak laki lakinya cukup keras hingga empunya meringis kesakitan.
Gelak tawa terdengar, Garace meledek kejadian itu di tempat ia berdiri yaitu di ambang pintu. Bahkan perutnya menjadi sakit akibat terus tertawa.
"Who are you girl? " Tanya Sir Arthur menatap Grace, tangannya masih memegang telinga kiri Liam.
"Sorry sir, aku hanya seorang pegawai disini. " Grace segera merapatkan bibirnya menahan tawa. Sementara Liam menyipitkan matanya mengancam Grace hanya dengan sebuah tatapan.
"Apa dia menggangu mu? " Tanya Sir Arthur menyelidik. "No, dia hanya menyentil keningku." Berani beraninya Grace mengadukan perbuatan Liam pada ayahnya.
"Kau boleh pergi, aku akan menyuruhmu di pindahkan ke kantorku. " Ucapan Sir Arthur membuat Grace juga Liam bingung. "Tapi aku hanya bisa bekerja di malam hari sir, maaf. " Grace menunduk menolak perintah ayah dari bosnya. Sir Arthur berjalan mendekati Grace. Ia menyentuh pundak perempuan itu.
"Seorang perempuan tidak baik bekerja di tempat seperti ini. Pikirkan lagi keputusanmu, jika kau siap datanglah ke LA collection kapanpun kau mau. " Mendengar nama brand itu mulut Grace menganga tak percaya. Jadi mereka adalah pemilik perusahaan fashion terbesar di kota Paris?
"Dad, you're too much. Dia hanya pegawai biasa. " Liam menolak tidak setuju atas apa yang ayahnya inginkan. "Shut up Liam, lebih baik kau mulai memikirkan calon pendamping. Atau aku akan memindahkan semua saham atas namamu menjadi milik temanku. " Ancaman ayahnya berhasil membuat Liam geram. Usai kepergian sir Arthur tinggalah Grace yang masih mematung menunggu perintah bosnya.
"Aku akan pergi. " Liam merapikan jasnya lalu berlalu begitu saja melewati Grace. Grace sangat suka bulu bulu halus yang menghiasi wajah Liam. Apa lagi warna mata Liam yang berwarna grey, Liam bagaikan sosok dewa cinta dari cerita kerajaan Yunani kuno.
"Ah kau ini Grace. Hentikan khayalan mu itu." Grace kembali ke bar untuk membatalkan pesanan bosnya. Saat ia ingin mengantar minuman sir Arthur datang marah marah mencari keberadaan pemilik kasino. Grace yang polos langsung membimbing nya menuju ruangan bosnya. Ia tidak tahu jika pria paruh baya itu adalah ayah dari Liam.
***
Keesokan harinya Grace terbangun sebelum jam makan siang. Ethan menelpon saat dirinya baru pulang bekerja bahwa hari itu mereka libur karena tidak ada pekerjaan. Grace mengacak-acak rambutnya frustasi, itu artinya ia kehilangan seratus dolar. Harus kemana lagi ia mencari pinjaman untuk menutupi tunggakan sewa apartemen nya. Di kasino ia akan di bayar setelah satu minggu kerja.
"Tidak, aku tidak akan mengemis pada daddy. Aku malu kalau harus melakukannya." Grace menggelengkan kepala membuang jauh jauh pikirannya. Lebih baik ia mandi dan bersiap pergi, ia butuh menenangkan perasaannya.
Grace sering berjalan kaki kemanapun tujuannya pergi. Ia perlu menghemat ongkos naik taksi, bahkan kartu transportasi miliknya sudah lama tidak di isi saldo.
"Apa daddy mengenal pria itu? Kenapa bisa dia bertarung dengannya semalam." Grace bergumam sembari menyusuri jalanan kota. Ia ingin membeli sepotong sandwich untuk mengganjal perutnya.
"Kenapa nasibku sial begini,,, " Kesal meratapi kesulitannya Grace menendang kaleng ksong di hadapannya hingga terbang mengenai kening seseorang tak jauh darinya.
"Hey apa yang kau lakukan? " Teriak pria dengan nada penuh amarah. Grace menutup mulutnya merutuki perbuatannya yang tercela.
"Sir Liam? " Grace segera meraih kepala Liam dan meneliti luka gores di kening bosnya. Sebuah kebodohan Grace mencelakai Liam tanpa sengaja.
"Kenapa aku selalu sial setiap bertemu denganmu. " Liam malah menarik pinggang Grace untuk ia dekap, Grace bahkan harus berjinjit demi memeriksa luka Liam. Tinggi badan Grace sejajar dengan pundak Liam yang tingginya mencapai seratus delapan puluh sembilan centi.
"Aku akan mengobati lukamu tuan, tapi kita membutuhkan kotak obat. " Grace yang terkejut dengan posisi mereka akhirnya mundur selangkah menghindari Liam. "Kalau begitu ikutlah ke rumahku, kau obati lukaku disana. " Seperti mendapat angin segar, Liam ingin memanfaatkan situasi itu untuk memaksa Grace ikut dengannya.
.
.
.
Mau tidak mau Grace menuruti perintah Liam. Kini ia masuk kedalam rumah mewah bosnya, matanya takjub melihat desain interior yang sangat berkelas. Tapi beberapa sudut sangat berantakan seperti area dapur, sofa ruang TV dan Grace bisa mengintip tempat tidur Liam juga penuh dengan pakaian kotor.
"Siapa namamu? " Liam menempelkan minuman dingin ke lengan Grace menyadarkan lamunannya.
"Grace, namaku Gracia. " Grace menerima pemberian Liam Tanpa berniat meminumnya.
"Look, seperti apa yang kau lihat aku membutuhkan seseorang untuk menjadi asisten rumah. Apa kau memiliki kenalan untuk melakukannya? " Sebenarnya Liam sengaja membahas soal pekerjaan rumah. Waktu dirinya hendak pergi dari kasino dia sempat mendengar percakapan Grace di telpon kalau perempuan itu sedang membutuhkan uang.
"Aku bisa melakukannya. Berapa bayaran yang akan kau berikan padaku?" Sudah tidak ada cara lain untuk mendapat uang tambahan. Grace terpaksa menawarkan diri menjadi seorang asisten.
"Lima ratus dolar untuk sekali kau membersihkan seluruh isi rumah. " Liam tersenyum sinis merasa rencananya berhasil. "Aku ingin uang di muka, tiga ribu dolar untuk enam kali membersihkan rumah tuan. " Mencoba bernegosiasi, jika Grace berhasil membujuk Liam maka uangnya akan cukup untuk membayar sewa apartemen selama tiga bulan kemarin.
Tampak berpikir, Liam tidak mempermasalahkan uang yang menurutnya setara dengan harga satu stel jas kerjanya. Berdehem, Liam mendekat kearah Grace hingga mengunci tubuh Grace ke meja makan.
"Beri aku jaminan kalau kau tidak akan kabur. " Pinta Liam menuntut. Grace mengalihkan pandangan tak ingin beradu tatap dengan bosnya.
"Akan ku beri tahu alamat rumahku, kau bahkan bisa memecat ku dari tempatku bekerja. " Bagi Grace mencari uang dengan hasil keringatnya sendiri akan lebih baik di banding mengemis pada ayahnya atau bahkan menjual tubuhnya.
"Deal. Sekarang lakukan tugasmu dengan baik, aku akan menyiapkan uangnya. " Grace dengan berani mendorong dada Liam dan mulai mengatur alur pekerjaannya. Liam melipat kedua tangannya memperhatikan gerak gerik tubuh Grace.
Grace merebahkan tubuhnya di sofa setelah berjam-jam membersihkan apartemen milik bosnya. Ia kelelahan karena luas rumah Liam empat kali lipat dari tempat tinggalnya. "Kenapa dia tidak memakai jasa asisten rumah tangga saja? Melelahkan sekali. " Gumam Grace. Saking lelahnya Grace bahkan ketiduran di sofa ruang Televisi Liam. Liam yang baru selesai mandi celingukan mencari keberadaan Grace, asisten sementaranya. Matanya tertuju pada seonggok tubuh tergeletak di sofa. Wajah damainya menarik perhatian Liam untuk mendekat.
"Dia manis sekali. " Lirih Liam merapikan anak rambut yang menutupi wajah cantik Grace. Grace memiliki mata hitam yang indah, hidung minimalis dan bibir merah ranum tidak tebal tidak juga tipis. Bentuk tubuh Grace tergolong ideal dengan tinggi badannya. Mungkin karena gerah dua kancing kemeja kotak-kotak Grace terbuka, menampilkan dua gundukan sintal membuat Liam menelan salivanya susah payah.
"Hey bangunlah! " Bisik Liam ke telinga Grace, ia tidak tega membangunkan seorang perempuan dengan kasar. Sekali, tidak ada respon dari Grace. Lalu Liam berinisiatif menempelkan bibir mereka untuk memancing Grace.
"Apa yang tuan lakukan? " Belum sempat mendarat bibir Liam Grace sudah membuka matanya, ia bahkan melotot tajam pada pria yang sudah menindih nya.
"Kau susah bangun seperti orang pingsan." Liam berdehem kemudian berdiri dengan hanya mengenakan handuk. Tapi Grace seakan tidak peduli hal itu. Ia bangun lalu merapikan kembali bantalan sofa bekasnya tidur.
"Aku sudah selesai, mana upah ku? " Tangan Grace mengulur bersiap menerima bayarannya dari Liam.
"Setelah kau menemaniku makan malam." Ucapnya tanpa rasa bersalah, padahal Grace sudah berharap akan segera pulang. "Tidak mau! " Tolak Grace melangkah menuju pintu masuk rumah Liam.
"Maka kau tidak akan mendapatkan uangnya. " Kata kata Liam berhasil menghentikan niat Grace. Menghela nafas, Grace mencoba bersabar menghadapi bosnya. "Baiklah, hanya menemani saja lalu aku akan pulang." Liam mengangguk santai merasa puas sudah bisa mengancam Grace.
Liam tidak tahu kenapa dia sangat betah Grace ada di sekitar nya. Padahal sejak empat tahun lalu Liam anti sekali pada perempuan. Hanya demi pekerjaan dia bisa berinteraksi dengan perempuan sebatas menjunjung sikap profesional.
Sebelum pergi ke restoran tujuan, Liam mengajak Grace ke salon kecantikan dimana dia ingin Grace tampil berbeda. Grace hanya bisa menurut karena Liam selalu mengancam soal upah miliknya.
Selang beberapa menit Grace sudah siap dengan balutan dress musim panas bewarna hijau motif bunga chrysantemum berukuran kecil. Merupakan salah satu koleksi hits LA collection, Grace begitu seksii dengan belahan dada berbentuk huruf V.
Liam yang duduk di sofa bahkan terperanga menatap sosok Grace dari atas sampai bawah. "Tuan aku sudah siap. " Teriak Grace yang sejak tadi memanggil Liam, namun laki laki itu malah bengong saja.
"Baiklah, kau yang menyetir. " Liam bangun dari duduk nya lalu melemparkan kunci mobil pada Grace.
"Dia selalu mengatur ku ini itu. " Grace menggerutu namun tetap melakukan tugasnya. Awas saja kalau Liam ingkar janji, Grace tidak akan segan mencekik lehernya walau hanya dalam bayangannya saja. Ia sungguh tidak berani.
Liam duduk begitu saja di kursi salah satu restoran Italia ternama. Sementara Grace berdiri bingung harus berbuat apa. Tak lama seorang perempuan datang dan menatap Liam penuh damba.
"Maaf membuatmu menunggu Liam. " Sapanya seraya mendudukkan diri di kursi sebrang. "Panggil aku Arthur **. Aku tidak suka orang asing menyebut namaku." Perintah Liam dengan intonasi dingin. Grace kasihan melihat perempuan itu menelan ludah.
"Oh ya, perkenalkan dia kekasihku namanya Grace. Dan aku menolak mentah-mentah perjodohan ini. " Bagaikan di sambar petir, tubuh Grace membeku mendengar penuturan bosnya. Sejak kapan mereka menjalin hubungan? Terus kenapa dia malah melibatkan Grace agar dapat terhindar dari teman kencan buta nya.
Perempuan itu menatap tajam Grace dari ujung kepala hingga kaki. Ia pikir Grace hanya seorang sekretaris Liam, ternyata dugaan nya salah. Pantas saja Grace sangat elegan dengan dress itu.
"Kau sangat merendahkan ku tuan Arthur **. " Umpatnya lalu pergi begitu saja dengan perasaan kecewa tidak bisa menaklukkan pria berdarah dingin incarannya.
"Tuan kau menyulitkan posisiku." Grace tidak Terima kalau Liam memperalat kehadirannya.
"Tenang saja, aku akan hitung upah peran mu tadi." Tanpa menoleh kesamping Liam memberi sebuah amplop berwarna coklat tepat di hadapan Grace. Grace memutar bola matanya jengah terpaksa menerima uang itu. Kalau saja Grace sedang tidak kepepet ia malas bekerja dengan pria seperti Liam.
"Aku akan mengantarmu pulang." Liam berdiri dengan gagah merapikan kancing kemejanya. Namun ternyata Grace sudah berjalan lebih dulu keluar restoran. "Perempuan itu tidak punya sopan santun." Liam berdecak kesal segera menyusul langkah Grace.
Di depan restoran Grace tanpa sengaja menabrak seseorang yang sedang buru buru. "Maaf." Ucap Grace ramah. Ia terkesiap melihat siapa yang berada di hadapannya. "Hoho rupanya kau punya banyak uang, baju mahalmu dan kau juga datang ke restoran berkelas. Mana hutang mu selama tiga bulan hah? " Tanyanya penuh dengan nada menuntut.
"Minggir kau Bill, aku hanya akan memberikannya pada nyonya Emma." Segera Grace menyembunyikan amplop pemberian Liam tak ingin Bill merebutnya. "Kemarikan! Itu uang kan? " Bill segera mencari lengan Grace tapi tangan seseorang segera menahan dorongan tubuh Bill yang akan menyerang Grace.
"Hentikan dude, jangan ganggu dia! " Perintah Liam, tatapan matanya begitu tajam menantang Bill. "Rupanya kau dapat uang dengan menjual diri ya hah? Kenapa kau tidak bilang padaku, aku akan memberimu gratis biaya sewa jika kau mau tidur bersamaku. " Bill adalah putra nyonya Emma, pemilik apartemen yang ia sewa. Dia begitu arogan, tukang minum, dan juga kasar. Kadang Grace harus bisa memutar otak untuk tidak bertemu dengan Bill. Bill sangat berbahaya baginya.
"Enough! " Liam meninju perut Bill layaknya Sandsack miliknya untuk berlatih. Grace menutup mulutnya tak percaya jika Liam akan membelanya.
"Siall kau! " Tak Terima, Bill segera mengayunkan lengannya untuk membalas Liam, namun Liam dengan cepat menghindar.
"Jangan ganggu dia lagi! " Liam memperingati Bill. Tanpa aba aba pria dingin itu menarik tangan Grace lalu menyetop taksi lewat.
"Pulanglah. Aku tunggu kau di kasino." Liam sedikit membungkuk untuk bisa bicara dengan Grace sebelum ia pergi.
"Baik tuan." Sahut Grace. Lalu mobil melaju meninggalkan Liam yang masih mematung. Banyak rencana yang ingin ia lakukan dengan gadis cantik itu. Apapun akan Liam berikan agar bisa menarik Grace ke dalam dekapannya.
Di depan standing mirror Grace menatap dirinya. Apa dia memiliki daya tarik sehingga Liam begitu membelanya? Liam memang dingin, datar tanpa ekspresi apa lagi kata kata yang pernah pria itu bisikan saat pemotretan. Grace berpikir Liam bukan pria baik baik entah dalam segi apapun. Mungkin Liam membutuhkan Grace hanya untuk sebuah fungsi semata.
Sebelum berangkat ke kasino Grace menyempatkan diri mengunjungi flat nyonya Emma di lantai dasar. Ia melunasi tunggakan tiga bulan kemarin dan membayar satu bulan kedepan. Ternyata Liam memberi lebih karena Grace sudah berperan sebagai kekasihnya.
"Oh thank you sweety, aku bersyukur tidak jadi mengusirmu. Semoga kau selalu bahagia girl. " Nyonya Emma meraih Grace untuk memeluknya. Wanita paruh baya berbadan gembul di hadapan Grace sangat baik hati, sayangnya Bill putranya sangat berandalan.
"Terima kasih nyonya kau sudah sabar menampung ku. Aku harus pergi sekarang." Grace segera pamit sebelum ia terlambat.
Grace harus bekerja dengan fokus meski pikirannya di jajah oleh sosok Liam bosnya. Dia berjanji akan menemuinya namun batang Hidung Liam belum muncul sampai waktu istirahat tiba.
Grace menikmati sepotong sandwich tanpa berselera. Masalah selalu saja muncul di hidupnya. Grace melarikan diri dari pantauan sang ayah hanya karena satu masalah. Padahal ayahnya selalu menawarkan kebaikan tapi Grace enggan menerima karena pria paruh baya itu akan meminta imbalan.
Pertemuannya dengan ayahnya kemarin di luar perkiraan Grace. Mungkinkah Liam merupakan kolega tuan Rodrigo? Liam bahkan tidak menaruh curiga jika dirinya adalah Puteri lawan main judi bosnya.
"Aku ingin minum, siapkan semuanya. " Tiba tiba suara bariton membuyarkan lamunan Grace. Teman teman Grace yang berada di pantry menoleh bersamaan. Sekaligus takjub saat melihat bos mereka mendatangi tempat karyawan nya.
"Baik tuan." Bukan Grace yang menjawab melainkan rekan wanita Grace.
"Aku ingin dia." Ternyata Liam menunjuk wajah Grace di sebrang sana. Rekan kerja Grace merasa kecewa karena gagal mendapat kesempatan untuk bisa dekat dengan bosnya.
Suasana Kasino menjadi ramai dengan beberapa permainan judi kelas kakap. Mereka para pengusaha datang hanya untuk bersenang-senang tanpa takut hartanya akan habis. Sementara di lantai atas Liam sudah menunggu kedatangan Grace. Grace tiba dengan membawa nampan berisi ember es batu dan red lable kesukaan Liam.
"Grace kau sedang apa di sini? " Ethan menahan langkah Grace yang hendak menaiki anak tangga. "Ethan kau di sini? " Bukannya menjawab Grace malah balik bertanya. "Apa ini yang kau maksud pekerjaan tambahan? Grace aku bisa membantu jika kau mau." Ethan seolah tak menyetujui pilihan Grace soal pekerjaannya. "Ethan maaf aku harus segera mengantarkan ini, next time kita bahas lagi." Ucapan Grace mengingatkan Ethan tentang obrolan mereka. Harusnya dia memaksa memberi bantuan supaya Grace tidak perlu bekerja di tempat seperti itu.
Grace meremang melihat Liam yang menatap tajam ke arahnya. Tentu bosnya marah karena sudah menunggu lama pesanannya. Setelah meletakan minuman tanpa kata Grace tercengang ketika Liam menarik lengannya hingga ia terduduk dipangkuan Liam. "Tuan,,, " Grace ingin lepas dari kungkungan Bosnya tapi Liam menahan pinggangnya dengan kencang. "Beraninya kau membuatku menunggu." Bisiknya tepat di daun telinga Grace membuat pemiliknya merinding. "Maaf tuan, ada sedikit masalah tadi." Jawab Grace jujur. "Apa kau bertemu bosmu? " Tanya Liam bisa menebak. Grace hanya mengangguk pelan.
Adegan keduanya mendapat tatapan iri dari para wanita malam yang bertugas menemani dan melayani tamu. Seorang dealer bahkan berani menggoda pemilik kasino tempatnya bekerja.
"Tuan aku harus kembali bekerja atau aku akan di pecat." Pinta Grace berharap Liam akan melepaskannya. Pria itu malah terkekeh pelan. "Aku bosmu, jadi kau tidak perlu cemas. " Liam malah menyandarkan kepalanya dipunggung Grace. Ia merasa aroma tubuh Grace sangat menenangkan pikirannya.
"Pergilah, aku tidak ingin kau berakhir di tempat tidur. " Liam segera menyadarkan pikiran nakalnya. Ia mendorong tubuh Grace untuk berdiri, kali ini Liam melepaskannya dengan mudah.
Grace di buat bingung dengan perlakuan Liam terhadapnya. Ia merasa terjebak karena sudah meminta gaji di muka. Tak ingin terlibat lebih jauh dengan sang bos Grace memutar otak mencari cara mendapat pinjaman lain. Kini hidupnya seperti gali lubang tutup lubang. Grace merapikan penampilannya bersiap untuk pulang. Tepat pukul tiga dini hari Grace akhirnya menyelesaikan seluruh pekerjaannya di kasino.
Grace bangun dengan keadaan tubuh yang remuk. Pekerjaannya di kasino sangat melelahkan karena ia harus naik turun tangga mengenakan high heels. Sejak tadi ponsel nya berbunyi menandakan pesan masuk. Ethan mengajak dirinya bertemu di jam makan siang di Terres de Cafe, kedai kopi tak jauh dari apartemen Grace.
Grace mengacak rambutnya pusing, apa ia harus menurunkan harga diri dengan meminjam uang pada Ethan? Tapi ia malu, selama ini Ethan baik padanya.
"Maaf menunggu lama, tadi aku baru bangun." Grace duduk di hadapan Ethan yang sudah memesankan hot americano untuknya. "Tidak masalah, aku juga baru tiba." Jawab Ethan menyunggingkan senyum manisnya. "So, apa kau ingin menjelaskan sesuatu? " Hati hati Ethan bertanya perihal pekerjaan baru Grace. "Maafkan aku Ethan mungkin aku tidak akan bekerja lagi denganmu." Kata Grace penuh nada penyesalan. "Tapi kenapa, apa gaji yang ku beri kurang? " Ethan masih belum mengerti pemikiran Grace.
"Tidak, karena kau sudah sangat baik padaku. Kau bahkan memberiku lebih dari seharusnya. Aku hanya lelah menjalani dua pekerjaan dalam sehari itu saja." Ada rasa kecewa dalam hati Ethan ketika Grace mengundurkan diri.
"Baiklah, tapi kau harus bisa menjaga diri baik baik. Dunia malam itu sangat keras. Jangan sampai kau kehilangan sesuatu yang berharga di sana." Grace menelan ludah mendengar nasehat Ethan teman sekaligus mantan bosnya. Sejauh ini Grace memang bisa menjaga diri tapi ia tidak tahu kedepannya bagaimana.
"Thanks Ethan. Kau memang teman terbaik yang ku miliki." Rania menggenggam tangan Ethan singkat tanda Terima kasih mendalam.
"Ethan aku harus pergi menemui daddyku." Sebelum pergi Grace menyeruput minuman yang sudah Ethan belikan untuknya. Ia tidak ingin Ethan merasa tersinggung.
"Aku antar bagaimana? " Tawar Ethan ingin mengantar perempuan satu satunya yang dekat dengannya selama tiga tahun terakhir.
"Terima kasih Ethan, tapi kau harus menghadiri seminar bukan? " Grace memang mengetahui jadwal Ethan beberapa hari ke depan. Keduanya berpelukan hangat seakan mengerti tidak akan bertemu dalam waktu dekat karena kesibukan masing-masing.
"Take care Grace. " Lirih Ethan melepaskan pelukan mereka.
Grace menaiki bus tujuan Hauts-de-Seine dimana tempat tinggal ayahnya berada yaitu kawasan Nanterre. Butuh waktu empat puluh lima menit untuk sampai di pemberhentian. Setelah itu ia akan menaiki taksi sekitar lima belas menit. Hari ini Grace tidak kuat untuk berjalan kaki.
Menatap rumah keluarganya di depan gerbang, Grace tidak menyangka akan pulang setelah kabur selama tiga tahun. Penjaga rumah menunduk menyapa nona muda anak pemilik rumah. "Selamat siang nona Gracia." Grace hanya tersenyum getir menanggapinya.
"Apa daddy ada di dalam? " Grace tetap bertanya meski ia tahu jawabannya. "Silakan nona, tuan Rodrigo sudah menanti kedatangan nona." Penjaga membuka gerbang agar Grace segera masuk ke dalam.
Rumah keluarga Grace begitu asri dengan pepohonan di sekitar halaman. Rumah dua lantai berwarna cream terlihat kokoh dan megah di pandang.
Beberapa pelayan wanita menyambut kedatangan Grace. Grace Puteri kesayangan Tuan Rodrigo kini kembali pulang. Mungkin ia akhirnya menyerah karena tidak mandiri seperti tekadnya dulu.
"Oh my lil girl, welcome back Gracia..." Tuan Rodrigo merentangkan tangannya meminta Grace memberi pelukan.
"I miss you dad, to the moon and back." Karena sikap profesional Grace bahkan tidak sempat menyapa ayahnya saat di kasino. Grace sangat merindukan kasih sayang ayahnya.
"Apa kau sudah makan siang? " Tanya Tuan Rodrigo enggan melepaskan dekapannya. "Aku sangat lapar dad, aku sengaja tidak makan agar bisa makan siang bersamamu." Seakan ikatan batin berbicara, ayahnya pun belum berselera menyantap hidangan yang sudah di siapkan juru masak.
Keduanya menikmati makanan dengan sesekali berbincang ringan. Tuan Rodrigo memuji keberanian anaknya yang ingin hidup mandiri. Tiga tahun lamanya Grace bahkan sekalipun tidak membutuhkan bantuannya.
"Kau tahu, laki laki yang kau tolak itu masih dendam padaku. Sepertinya dia trauma menjalin hubungan karena perjodohan kalian batal begitu saja." Karena sudah di menu penutup obrolan berubah menjadi lebih serius.
"Dad, aku masih delapan belas saat itu. Mana mau memikirkan soal menikah. Lagi pula itu salahnya kenapa malah menyuruh asistennya yang datang." Grace mencibir kelakuan mantan calon suaminya di masa lalu. Ayahnya hanya tertawa lepas merasa sikap anaknya menggemaskan.
"Apa kau ingin tahu siapa dia? Mungkin daddy masih bisa mengatur perjodohan ulang." Tuan Rodrigo menduga jika Grace tidak tahu kalau bosnya adalah laki laki yang hampir menjadi suaminya. Ia sengaja tak berniat memberitahu keduanya. Toh hubungan mereka sudah lama berakhir. Bahkan sir Arthur juga mungkin tengah sibuk menyiapkan beberapa calon untuk menjadi menantunya.
"Never dad, aku akan mencari pasangan yang mencintaiku apa adanya tanpa peduli status sosial keluargaku." Jawab Grace mantap dan yakin.
Ayah Grace merupakan pebisnis di bidang berlian dan jam tangan. Siapa yang tidak mengetahui sepak terjangnya dalam meraup laba bersih berkali-kali lipat. Tapi meski demikian Grace tak serta merta menyombongkan diri. Ia malah insecure saat bergaul dengan teman sekolahnya. Grace memilih merahasiakan identitas sangat ayah dari orang orang.
"Ayo, daddy ada satu hadiah untukmu." Tuan Rodrigo menarik tangan Grace menuju ruang kerjanya. Di sana Grace menyaksikan ayahnya membuka sebuah brangkas rahasia di balik karpet bulu tepat di bawah sofa. Grace tidak heran sama sekali, rumahnya bahkan memiliki sistem keamanan tingkat tinggi. Karena di rumah itulah beberapa koleksi berlian di kerjakan oleh ayahnya sendiri.
"Here it is... " Grace mengambil alih sebuah liontin berbentuk bunga dengan blue sapphire kecil di tengahnya. "Itu peninggalan mommy mu, daddy ingin kau mulai memakainya Grace. Untuk kalungnya kau bisa memilih di galeri." Tuan Rodrigo memintanya pulang untuk memberikan kenangan terakhir mendiang istrinya untuk Grace. Sebelum Grace lahir kehidupan mereka cukup berat, jual beli emas yang di geluti Tuan Rodrigo berkali-kali jatuh bangun dan hampir bangkrut. Namun setelah kehadiran puterinya seakan memberi keberuntungan tiada akhir. Delapan belas tahun lamanya Rodrigo mencoba berbisnis berlian akhirnya menjadikannya orang terkaya di Nanterre.
"Ini cantik sekali dad, aku rasa mommy sangat cantik ketika mengenakannya." Tak terasa air mata Grace terjatuh mengingat sosok ibunya yang hanya bisa dilihat melalui foto. Alice wafat ketika Grace baru duduk di bangku sekolah dasar akibat komplikasi. Sang ayah langsung meraih pundak Grace untuk memeluknya memberi kehangatan. "Aku sangat merindukan nya dad. " Lirih Grace tak kuasa menahannya lagi. "Mengikhlaskan memang mudah, tapi melupakan kenangannya yang sulit." Dan karena rasa cintanya hingga hari ini ayahnya Grace tidak berniat menikah lagi. Sebetulnya Grace tidak melarang hanya saja tuan Rodrigo enggan menjalin hubungan.
Grace berjalan jalan sebentar menuju galeri milik ayahnya. Ia ingin mencari pasangan dari liontin indah pemberian tuan Rodrigo. Bersenandung ria Grace melepaskan sejenak beban hidupnya. Grace akan meminjam uang pada ayahnya untuk mengembalikan pinjaman yang Liam beri. Ia sudah tak mau berjumpa dengan pria itu lagi. Kata kata Ethan selalu menghantuinya.
"Astaga, aku lupa harus membersihkan apartemennya." Langkah Grace terhenti mengingat pekerjaannya masih tersisa lima kali. "Ah biarkan saja, lagi pula aku akan mengembalikan uangnya. " Grace mengangkat kedua bahunya acuh tak ingin ambil pusing.
tiba tiba suara ponsel Grace berbunyi tanda panggilan masuk. ia merogoh saku celananya kemudian menerima panggilan dari bosnya. apakah gajinya sudah cair? tebak Grace penasaran.
"Halo bos, apa ada kabar baik? " Sapa Grace kegirangan.
"kabar buruk Grace, sejak tadi bos marah marah di siang bolong bahkan saat kasino masih belum bersih. dia memintaku menghubungi mu, cepatlah kau temui dia di apartemen nya. sepertinya kau sudah melakukan kesalahan besar hingga membuatnya marah." manajer kasino yang dikenal Grace bernama Adam berbicara dengan sangat cepat tanpa titik dan koma.
Grace menggigit bibirnya khawatir. pasalnya jarak dari tempat tinggal ke rumah Liam tidaklah dekat. salahnya juga lupa waktu. "aku sedang berada jauh bos, akan ku usahakan untuk menemuinya." Grace memutus sambungan secara sepihak. ia bergegas menuju galeri agar bisa cepat kembali ke Le marais.
perasaan takut kembali menghantuinya, Grace ingat betul tatapan sipit mata Liam saat marah. "aku butuh uang lima ribu, my dad akan membayarnya nanti." tak ada waktu untuk menemui tuan Rodrigo kini Grace seperti seorang perampok saja. karyawan toko memang hafal siapa Grace tapi itu menyalahi aturan tentunya. setelah manajer menelpon bosnya ia terpaksa memberi apa yang Grace inginkan.
"tolong sampaikan padanya kalau aku akan membayar hutang ku nanti, tapi entah nanti itu kapan. " Grace nyengir menampilkan gigi rapi dan putihnya. para karyawan perempuan hanya menggeleng tak percaya jika anak orang kaya itu di luar perkiraan.
Grace menunggu bisa tujuannya. Ia khawatir tidak memiliki cukup waktu, apa lagi merapikan rumah Liam bukan hal yang mudah. bahkan setelah itu Grace harus kembali bekerja di kasino miliknya. "tamatlah riwayatmu Grace." Grace menggigit kuku-kukunya tak sabar ingin segera pergi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!