Grace merebahkan tubuhnya di sofa setelah berjam-jam membersihkan apartemen milik bosnya. Ia kelelahan karena luas rumah Liam empat kali lipat dari tempat tinggalnya. "Kenapa dia tidak memakai jasa asisten rumah tangga saja? Melelahkan sekali. " Gumam Grace. Saking lelahnya Grace bahkan ketiduran di sofa ruang Televisi Liam. Liam yang baru selesai mandi celingukan mencari keberadaan Grace, asisten sementaranya. Matanya tertuju pada seonggok tubuh tergeletak di sofa. Wajah damainya menarik perhatian Liam untuk mendekat.
"Dia manis sekali. " Lirih Liam merapikan anak rambut yang menutupi wajah cantik Grace. Grace memiliki mata hitam yang indah, hidung minimalis dan bibir merah ranum tidak tebal tidak juga tipis. Bentuk tubuh Grace tergolong ideal dengan tinggi badannya. Mungkin karena gerah dua kancing kemeja kotak-kotak Grace terbuka, menampilkan dua gundukan sintal membuat Liam menelan salivanya susah payah.
"Hey bangunlah! " Bisik Liam ke telinga Grace, ia tidak tega membangunkan seorang perempuan dengan kasar. Sekali, tidak ada respon dari Grace. Lalu Liam berinisiatif menempelkan bibir mereka untuk memancing Grace.
"Apa yang tuan lakukan? " Belum sempat mendarat bibir Liam Grace sudah membuka matanya, ia bahkan melotot tajam pada pria yang sudah menindih nya.
"Kau susah bangun seperti orang pingsan." Liam berdehem kemudian berdiri dengan hanya mengenakan handuk. Tapi Grace seakan tidak peduli hal itu. Ia bangun lalu merapikan kembali bantalan sofa bekasnya tidur.
"Aku sudah selesai, mana upah ku? " Tangan Grace mengulur bersiap menerima bayarannya dari Liam.
"Setelah kau menemaniku makan malam." Ucapnya tanpa rasa bersalah, padahal Grace sudah berharap akan segera pulang. "Tidak mau! " Tolak Grace melangkah menuju pintu masuk rumah Liam.
"Maka kau tidak akan mendapatkan uangnya. " Kata kata Liam berhasil menghentikan niat Grace. Menghela nafas, Grace mencoba bersabar menghadapi bosnya. "Baiklah, hanya menemani saja lalu aku akan pulang." Liam mengangguk santai merasa puas sudah bisa mengancam Grace.
Liam tidak tahu kenapa dia sangat betah Grace ada di sekitar nya. Padahal sejak empat tahun lalu Liam anti sekali pada perempuan. Hanya demi pekerjaan dia bisa berinteraksi dengan perempuan sebatas menjunjung sikap profesional.
Sebelum pergi ke restoran tujuan, Liam mengajak Grace ke salon kecantikan dimana dia ingin Grace tampil berbeda. Grace hanya bisa menurut karena Liam selalu mengancam soal upah miliknya.
Selang beberapa menit Grace sudah siap dengan balutan dress musim panas bewarna hijau motif bunga chrysantemum berukuran kecil. Merupakan salah satu koleksi hits LA collection, Grace begitu seksii dengan belahan dada berbentuk huruf V.
Liam yang duduk di sofa bahkan terperanga menatap sosok Grace dari atas sampai bawah. "Tuan aku sudah siap. " Teriak Grace yang sejak tadi memanggil Liam, namun laki laki itu malah bengong saja.
"Baiklah, kau yang menyetir. " Liam bangun dari duduk nya lalu melemparkan kunci mobil pada Grace.
"Dia selalu mengatur ku ini itu. " Grace menggerutu namun tetap melakukan tugasnya. Awas saja kalau Liam ingkar janji, Grace tidak akan segan mencekik lehernya walau hanya dalam bayangannya saja. Ia sungguh tidak berani.
Liam duduk begitu saja di kursi salah satu restoran Italia ternama. Sementara Grace berdiri bingung harus berbuat apa. Tak lama seorang perempuan datang dan menatap Liam penuh damba.
"Maaf membuatmu menunggu Liam. " Sapanya seraya mendudukkan diri di kursi sebrang. "Panggil aku Arthur **. Aku tidak suka orang asing menyebut namaku." Perintah Liam dengan intonasi dingin. Grace kasihan melihat perempuan itu menelan ludah.
"Oh ya, perkenalkan dia kekasihku namanya Grace. Dan aku menolak mentah-mentah perjodohan ini. " Bagaikan di sambar petir, tubuh Grace membeku mendengar penuturan bosnya. Sejak kapan mereka menjalin hubungan? Terus kenapa dia malah melibatkan Grace agar dapat terhindar dari teman kencan buta nya.
Perempuan itu menatap tajam Grace dari ujung kepala hingga kaki. Ia pikir Grace hanya seorang sekretaris Liam, ternyata dugaan nya salah. Pantas saja Grace sangat elegan dengan dress itu.
"Kau sangat merendahkan ku tuan Arthur **. " Umpatnya lalu pergi begitu saja dengan perasaan kecewa tidak bisa menaklukkan pria berdarah dingin incarannya.
"Tuan kau menyulitkan posisiku." Grace tidak Terima kalau Liam memperalat kehadirannya.
"Tenang saja, aku akan hitung upah peran mu tadi." Tanpa menoleh kesamping Liam memberi sebuah amplop berwarna coklat tepat di hadapan Grace. Grace memutar bola matanya jengah terpaksa menerima uang itu. Kalau saja Grace sedang tidak kepepet ia malas bekerja dengan pria seperti Liam.
"Aku akan mengantarmu pulang." Liam berdiri dengan gagah merapikan kancing kemejanya. Namun ternyata Grace sudah berjalan lebih dulu keluar restoran. "Perempuan itu tidak punya sopan santun." Liam berdecak kesal segera menyusul langkah Grace.
Di depan restoran Grace tanpa sengaja menabrak seseorang yang sedang buru buru. "Maaf." Ucap Grace ramah. Ia terkesiap melihat siapa yang berada di hadapannya. "Hoho rupanya kau punya banyak uang, baju mahalmu dan kau juga datang ke restoran berkelas. Mana hutang mu selama tiga bulan hah? " Tanyanya penuh dengan nada menuntut.
"Minggir kau Bill, aku hanya akan memberikannya pada nyonya Emma." Segera Grace menyembunyikan amplop pemberian Liam tak ingin Bill merebutnya. "Kemarikan! Itu uang kan? " Bill segera mencari lengan Grace tapi tangan seseorang segera menahan dorongan tubuh Bill yang akan menyerang Grace.
"Hentikan dude, jangan ganggu dia! " Perintah Liam, tatapan matanya begitu tajam menantang Bill. "Rupanya kau dapat uang dengan menjual diri ya hah? Kenapa kau tidak bilang padaku, aku akan memberimu gratis biaya sewa jika kau mau tidur bersamaku. " Bill adalah putra nyonya Emma, pemilik apartemen yang ia sewa. Dia begitu arogan, tukang minum, dan juga kasar. Kadang Grace harus bisa memutar otak untuk tidak bertemu dengan Bill. Bill sangat berbahaya baginya.
"Enough! " Liam meninju perut Bill layaknya Sandsack miliknya untuk berlatih. Grace menutup mulutnya tak percaya jika Liam akan membelanya.
"Siall kau! " Tak Terima, Bill segera mengayunkan lengannya untuk membalas Liam, namun Liam dengan cepat menghindar.
"Jangan ganggu dia lagi! " Liam memperingati Bill. Tanpa aba aba pria dingin itu menarik tangan Grace lalu menyetop taksi lewat.
"Pulanglah. Aku tunggu kau di kasino." Liam sedikit membungkuk untuk bisa bicara dengan Grace sebelum ia pergi.
"Baik tuan." Sahut Grace. Lalu mobil melaju meninggalkan Liam yang masih mematung. Banyak rencana yang ingin ia lakukan dengan gadis cantik itu. Apapun akan Liam berikan agar bisa menarik Grace ke dalam dekapannya.
Di depan standing mirror Grace menatap dirinya. Apa dia memiliki daya tarik sehingga Liam begitu membelanya? Liam memang dingin, datar tanpa ekspresi apa lagi kata kata yang pernah pria itu bisikan saat pemotretan. Grace berpikir Liam bukan pria baik baik entah dalam segi apapun. Mungkin Liam membutuhkan Grace hanya untuk sebuah fungsi semata.
Sebelum berangkat ke kasino Grace menyempatkan diri mengunjungi flat nyonya Emma di lantai dasar. Ia melunasi tunggakan tiga bulan kemarin dan membayar satu bulan kedepan. Ternyata Liam memberi lebih karena Grace sudah berperan sebagai kekasihnya.
"Oh thank you sweety, aku bersyukur tidak jadi mengusirmu. Semoga kau selalu bahagia girl. " Nyonya Emma meraih Grace untuk memeluknya. Wanita paruh baya berbadan gembul di hadapan Grace sangat baik hati, sayangnya Bill putranya sangat berandalan.
"Terima kasih nyonya kau sudah sabar menampung ku. Aku harus pergi sekarang." Grace segera pamit sebelum ia terlambat.
Grace harus bekerja dengan fokus meski pikirannya di jajah oleh sosok Liam bosnya. Dia berjanji akan menemuinya namun batang Hidung Liam belum muncul sampai waktu istirahat tiba.
Grace menikmati sepotong sandwich tanpa berselera. Masalah selalu saja muncul di hidupnya. Grace melarikan diri dari pantauan sang ayah hanya karena satu masalah. Padahal ayahnya selalu menawarkan kebaikan tapi Grace enggan menerima karena pria paruh baya itu akan meminta imbalan.
Pertemuannya dengan ayahnya kemarin di luar perkiraan Grace. Mungkinkah Liam merupakan kolega tuan Rodrigo? Liam bahkan tidak menaruh curiga jika dirinya adalah Puteri lawan main judi bosnya.
"Aku ingin minum, siapkan semuanya. " Tiba tiba suara bariton membuyarkan lamunan Grace. Teman teman Grace yang berada di pantry menoleh bersamaan. Sekaligus takjub saat melihat bos mereka mendatangi tempat karyawan nya.
"Baik tuan." Bukan Grace yang menjawab melainkan rekan wanita Grace.
"Aku ingin dia." Ternyata Liam menunjuk wajah Grace di sebrang sana. Rekan kerja Grace merasa kecewa karena gagal mendapat kesempatan untuk bisa dekat dengan bosnya.
Suasana Kasino menjadi ramai dengan beberapa permainan judi kelas kakap. Mereka para pengusaha datang hanya untuk bersenang-senang tanpa takut hartanya akan habis. Sementara di lantai atas Liam sudah menunggu kedatangan Grace. Grace tiba dengan membawa nampan berisi ember es batu dan red lable kesukaan Liam.
"Grace kau sedang apa di sini? " Ethan menahan langkah Grace yang hendak menaiki anak tangga. "Ethan kau di sini? " Bukannya menjawab Grace malah balik bertanya. "Apa ini yang kau maksud pekerjaan tambahan? Grace aku bisa membantu jika kau mau." Ethan seolah tak menyetujui pilihan Grace soal pekerjaannya. "Ethan maaf aku harus segera mengantarkan ini, next time kita bahas lagi." Ucapan Grace mengingatkan Ethan tentang obrolan mereka. Harusnya dia memaksa memberi bantuan supaya Grace tidak perlu bekerja di tempat seperti itu.
Grace meremang melihat Liam yang menatap tajam ke arahnya. Tentu bosnya marah karena sudah menunggu lama pesanannya. Setelah meletakan minuman tanpa kata Grace tercengang ketika Liam menarik lengannya hingga ia terduduk dipangkuan Liam. "Tuan,,, " Grace ingin lepas dari kungkungan Bosnya tapi Liam menahan pinggangnya dengan kencang. "Beraninya kau membuatku menunggu." Bisiknya tepat di daun telinga Grace membuat pemiliknya merinding. "Maaf tuan, ada sedikit masalah tadi." Jawab Grace jujur. "Apa kau bertemu bosmu? " Tanya Liam bisa menebak. Grace hanya mengangguk pelan.
Adegan keduanya mendapat tatapan iri dari para wanita malam yang bertugas menemani dan melayani tamu. Seorang dealer bahkan berani menggoda pemilik kasino tempatnya bekerja.
"Tuan aku harus kembali bekerja atau aku akan di pecat." Pinta Grace berharap Liam akan melepaskannya. Pria itu malah terkekeh pelan. "Aku bosmu, jadi kau tidak perlu cemas. " Liam malah menyandarkan kepalanya dipunggung Grace. Ia merasa aroma tubuh Grace sangat menenangkan pikirannya.
"Pergilah, aku tidak ingin kau berakhir di tempat tidur. " Liam segera menyadarkan pikiran nakalnya. Ia mendorong tubuh Grace untuk berdiri, kali ini Liam melepaskannya dengan mudah.
Grace di buat bingung dengan perlakuan Liam terhadapnya. Ia merasa terjebak karena sudah meminta gaji di muka. Tak ingin terlibat lebih jauh dengan sang bos Grace memutar otak mencari cara mendapat pinjaman lain. Kini hidupnya seperti gali lubang tutup lubang. Grace merapikan penampilannya bersiap untuk pulang. Tepat pukul tiga dini hari Grace akhirnya menyelesaikan seluruh pekerjaannya di kasino.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments