Kaulah Matahariku

Kaulah Matahariku

Jung Yun dan Melva

Korea, musim dingin, pertengahan tahun 800an -

Jung Yun tidur melingkar di dipan gubuknya. Bocah berumur sepuluh tahun itu menggigil kedinginan sambil memeluk perutnya. Ia kelaparan.

Di musim dingin ini, seharusnya orang tuanya menghidangkan daging hasil buruan mereka. Daging sangat berguna untuk menghangatkan tubuh mereka. Namun jangankan membawa daging; beras, gandum, roti maupun sayur saja jarang dibawa pulang oleh orang tuanya. Mungkin karena semua kepala keluarga di kampung mereka semakin rajin berburu sehingga jumlah hewan pendaging di hutan mereka banyak berkurang. Dan keluarga Jung terlalu miskin untuk membeli daging. Paling ayahnya bisa membawa pulang sedikit beras atau gandum hasil membarternya dengan kayu bakar.

Sehari-hari ayah Jung Yun masih dapat menanam sayur-sayuran di halaman kecil rumah mereka, namun tanaman-tanaman itu mati dimusim dingin seperti ini. Alhasil, keluarga ini sering kekurangan bahan makanan di musim dingin.

Tok.. Tok.. Jung Yun mendengar suara pintu rumahnya diketuk. Siapa yang datang ke gubuk sederhana mereka?

Jung Yun berjalan perlahan menuju pintu rumahnya dan membukanya. Tampaklah seorang wanita yang sangat cantik, menggunakan gaun sutera berwarna putih panjang hingga kemata kakinya. Dikepalanya teranyam sebuah mahkota dari dedaunan yang diselingi bunga berwarna ungu. Wanita itu tersenyum menatap Jung Yun.

“Noona, mencari siapa?” Tanya Jung Yun sopan.

“Apa orang tuamu ada?” Tanya wanita itu.

Jung Yun menggelengkan kepalanya. “Mereka sedang mencari makanan dan belum pulang.” Ujarnya perlahan sambil mengelus perutnya yang sakit karena lapar.

“Kamu lapar?” Tanya wanita itu.

Belum sempat Jung Yun menjawab, wanita itu menunduk dan mengambil segenggam salju, lalu masuk ke gubuk sederhana keluarga Jung.

Wanita tersebut langsung melangkah menuju dapur. Dengan segenggam salju yang ia bawa, ia mempersiapkan panci dan kayu bakar. Lalu meraih tas yang ia bawa, mengeluarkan dedaunan dari tasnya. Mata Jung Yun melebar, ia baru menyadari wanita itu membawa sebuah tas berisi banyak daun sejenis sayuran.

Wanita itu langsung mengolah daun-daunan itu dengan peralatan dan bumbu sederhana yang ada di dalam dapur tersebut, menjadi sebuah menu yang aromanya menggugah selera. Mata Jung Yun tidak lepas dari wanita itu selama ia mengolah makanan.

“Makanlah.” Wanita itu meletakkan sayur hasil masakannya di piring di hadapan Jung Yun. Tanpa ragu, Jung Yun segera meraihnya dan melahapnya. Wanita itu duduk di hadapan Jung Yun selama Jung Yun makan, menatapnya sambil tersenyum.

Rasa hangat sayur itu segera menjalar dari mulut hingga perut Jung Yun. Lama kelamaan badannya pun mulai hangat, ia tidak menggigil kedinginan lagi. Pipinya juga mulai bersemu merah.

Jung Yun menatap wanita itu dengan penuh terima kasih.

“Terima kasih, Noona.” Ucap Jung Yun sambil menundukkan kepalanya, kemudian ia tersenyum.

“Kamu sudah kenyang? Sayurnya belum habis.” Wanita itu menunjuk panci yang masih berisi sayuran.

Jung Yun menggelengkan kepalanya.

“Ayah dan Ibu belum pulang, mereka masih mencari makanan. Aku tidak tahu mereka berhasil mendapatkan bahan makanan atau tidak. Jadi, sayur itu biar untuk Ayah dan Ibuku, Noona. Untukku sudah cukup.” Ujar Jung Yun perlahan.

Wanita itu tersenyum sambil mengelus kepala Jung Yun.

“Kamu anak yang sangat baik. Tidak pernah memikirkan kepentinganmu sendiri. Terimalah ini,” wanita itu menyodorkan sekantung kecil biji-bijian. “Tanamlah ini bila menjelang musim dingin, ia akan tumbuh selama musim dingin dan dapat mencukupi kebutuhan makan keluargamu. Bila nanti tanamanmu tumbuh, ambillah bijinya untuk kau tanam bila menjelang musim dingin berikutnya.” Tambah wanita itu lagi.

“Noona harus pergi.” Wanita itu beranjak dari duduknya. “Teruslah jadi anak baik, berbaktilah pada orang tuamu.” Ia mengelus kepala Jung Yun lagi.

“Tinggallah dulu, Noona, sampai orang tuaku kembali. Mereka pasti mau berterima kasih atas kebaikan Noona.” Ujar Jung Yun, menahan wanita itu agar tidak cepat meninggalkan gubuknya.

Wanita itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. “Waktu Noona sudah habis, jangan lupa pesan Noona ya?” Ujarnya lagi.

Jung Yun terpaksa mengangguk. “Baiklah Noona, terima kasih karena Noona sudah sangat baik padaku. Boleh aku tahu nama Noona?”

“Panggil saja aku Melva.” Jawab wanita itu sambil keluar dari gubuk keluarga Jung, lalu ia melambaikan tangannya. “Selamat tinggal Jung Yun, jadilah anak baik!” Serunya.

Jung Yun terjengat kaget. Noona tahu namaku? Aku bahkan belum memberitahukan namaku!

Namun belum sempat Jung Yun berteriak ke arah Melva, angin salju yang cukup besar bertiup hingga Jung Yun terpaksa memalingkan wajahnya. Pada saat ia melihat ke arah Melva lagi, Melva sudah lenyap.

 

...🌻🌻🌻...

... ...

Jung Yun menggenggam kantong kecil pemberian Melva. Ia masih terduduk di kursi meja makannya yang sangat sederhana. Rasanya tidak percaya, Melva muncul begitu saja dan menyelamatkannya dari kelaparan. Jung Yun terus berpikir, siapakan Melva itu? Seingatnya tidak ada kerabat ayah atau ibunya yang bernama Melva. Selain itu, gaun indah Melva menandakan kelas ekonomi Melva yang pasti jauh diatas keluarganya. Bila diperhatikan, penampilan Melva seperti putri raja yang bila sedang berjalan di jalan-jalan desanya selalu ditemani para dayangnya.

Tiba-tiba pintu rumah Jung Yun terbuka. Jung Yun menoleh, ia melihat ayah dan ibunya yang sudah pulang dengan wajah tersenyum.

“Appa! Eomma!” Jung Yun berjalan dan memeluk orang tuanya. Orang tuanya balas memeluknya dan mengelus punggungnya.

“Maaf, kami pergi lama. Kamu lapar?” Ibu menunjuk  ayahnya. “Kami menemukan bahan makanan.”

Mata Jung Yun kembali melebar. Ia melihat ayahnya menggenggam tumbuhan yang sama dengan yang tadi Melva bawa.

“Tanaman ini… Dari mana Appa dapat?” Tanyanya pada ayahnya.

“Tanaman ini tumbuh sendiri di depan pintu pagar kita. Eomma-mu sudah mengujinya, ini tidak beracun, jadi bisa kita makan.” Jawab ayahnya.

“Jung Yun.. Siapa yang baru memasak?” Tanya ibunya yang sudah berdiri disamping meja makan dan menunjuk ke panci yang masih berisi sayur.

Jung Yun segera menceritakan mengenai Melva kepada kedua orang tuanya. Ia bahkan memperlihatkan kantong kecil yang diberikan oleh Melva  dan juga menceritakan pesan Melva padanya untuk menanam biji-bijian itu menjelang musim dingin.

Kedua orang tua itu termenung bingung, siapa wanita yang datang untuk menyelamatkan anak mereka? Sudah dipastikan wanita itu bukan kerabat mereka, namun mereka sangat bersyukur akan kehadiran Melva menyelamatkan Jung Yun.

Mereka menganggap Melva sebagai titisan dewi tumbuhan. Mereka langsung berdoa untuk mengucapkan syukur dan berterima kasih untuk pertolongan Melva.

Karena daun-daunan yang dibawa oleh ayahnya cukup banyak, jadilah ibunya memasak kembali daun-daunan itu. Akhirnya hari itu, keluarga kecil ini dapat makan sampai kenyang sekaligus menghangatkan tubuh mereka.

 

🌻🌻🌻

 

Demikianlah terjadi apa yang dipesankan oleh Melva. Sejak saat itu, setiap menjelang musim dingin, Jung Yun akan menanam biji-bijian itu. Seberapa banyak pun biji yang ia tanam, tumbuhan yang dihasilkan hanya akan mencukupi kebutuhan makan keluarga itu selama musim dingin. Setelah musim dingin berakhir, tanaman itu menghilang seakan-akan mati.

Bila tumbuhan itu diberikan kepada orang lain, tumbuhan itu akan langsung layu dan tidak dapat diolah lagi. Begitupun bijinya, tidak dapat tumbuh bila bukan Jung Yun yang menanamnya dan juga tidak dapat tumbuh bila ditanam di luar pekarangan gubuk mereka. Jadilah biji-bijian tersebut akhirnya hanya dapat digunakan oleh keluarga Jung saja.

Karena itu, dari tahun ke tahun, setiap musim dingin Jung Yun selalu mengingat pertemuannya dengan Melva. Namun Melva tidak pernah muncul lagi. Jung Yun tidak dapat melupakannya, dia selalu ingat wajah Melva yang cantik, senyumannya, pakaiannya, mahkota daunnya dan masakannya. Jung Yun selalu berdoa dan berterima kasih atas kebaikan Melva yang setiap tahun selalu melindungi keluarganya dari kelaparan melalui tumbuhan itu. Seringkali Jung Yun juga menyelipkan doa, sekiranya Melva dapat datang lagi ke rumahnya. Namun hingga akhirnya Jung Yun menua dan menutup usia, Melva tidak pernah muncul lagi. Dan dengan berpulangnya Jung Yun, tanaman itu juga tidak pernah lagi muncul di pekarangan rumah keluarga Jung.

 

🌻🌻🌻

Terpopuler

Comments

Tiwi Ramadhani

Tiwi Ramadhani

kalau di indonesia mungmin Melva adalag peri ya? hihihi
bagus banget penulisannya thor
salam kenal ya thor
kalau ada keluangan waktu mampir ya ke karya ku Izora.
semoga nanti aku bisa nulis sebagus kamu thor

2023-01-28

1

LalaLolita

LalaLolita

Hai Readers, ini novel ke-2 othor... Mohon dukungannya ya 🙏🙏 dengan likes, vote dan kadonya.. Othor juga terima masukan dari readers sekalian, supaya novel ini bisa semakin baik kedepannya... terima kasih, selamat membaca 🙏🙏

2022-11-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!