“Halo.”
Eline yang sedang duduk di kolam ikan besar menoleh, ketika sebuah suara terdengar menyapanya. Ia melihat seorang anak laki-laki yang sebaya dengannya, sedang menatapnya sambil tersenyum. Matanya yang menatap Elaine bersinar ramah, senyumnya menampakkan lesung di pipi kanannya. Rambutnya yang terpotong rapi, sedikit melambai-lambai dibelai angin.
Anak itu mengulurkan tangannya. “Aku Ellio.” Ucapnya.
Eline terdiam menatap tangan Ellio yang terulur, namun kemudian ia tersenyum lalu menyambut uluran tangan itu setelah ia sejenak berpikir.
“Aku Elaine. Kita sudah pernah bertemu, di taman dalam ya?” Tanya Elaine. Ellio menganggukkan kepalanya.
“Iya, kita bertemu bulan lalu, di taman dalam.” Jawab Ellio. “Kamu masih ada dirumah sakit ini, belum selesai opname?”
Elaine tersenyum tipis.
“Aku drop kemarin. Jadi semalam masuk ke sini lagi.” Ucapnya dengan nada datar, seakan-akan ini adalah hal yang biasa.
“O… Memangnya kamu sakit apa?” Tanya Ellio.
“Aku kekurangan sel otak.” Jawab Elaine tenang sambil mengamati wajah Ellio. Ia ingin tahu, apakah ada pancaran rasa kasihan seperti yang biasa ia dapatkan dari orang-orang yang baru mengetahui penyakitnya. Namun, rasa kasihan itu tidak ada diwajah Ellio. Ia hanya menganggukkan kepalanya.
“O… Begitu. Bawaan dari lahir?” Tanyanya lagi.
Elaine menggelengkan kepalanya. “Aku mengalami kecelakaan.” Katanya lagi, sambil memperhatikan penampilan Ellio. Kaus tshirt yang agak kotor terkena tanah, celana pendek jeans yang juga sedikit terkena tanah, sepatu kets. Penampilan yang sederhana, namun melihat pancaran mata Ellio yang tulus, Elaine merasa Ellio tidak berbahaya. Ellio sepertinya dapat dijadikan teman.
“Mau kuceritakan?” Sambung Elaine lagi, lalu menatap mata Ellio sambil tersenyum. Ellio ikut tersenyum dan menganggukkan kepalanya, lalu duduk di conblock yang dipergunakan sebagai pembatas taman.
Elaine menceritakan kejadian yang menimpanya pada saat karyawisata dua tahun yang lalu. Ellio mendengarkannya tanpa menyelanya sama sekali. Sesekali ia hanya menganggukkan kepalanya.
“Serbuk bunga matahari?” Ujarnya ketika Elaine menceritakan mengenai pengobatan yang ia butuhkan. Elaine menganggukkan kepalanya.
“Begitulah, Papa selalu berusaha mencarinya tapi sangat sulit. Kamu bayangkan saja, dalam satu kuntum bunga matahari, berapa banyak serbuk yang bisa dihasilkan? Itu terlalu sedikit. Bahkan sampai Papa menghubungi perkebunan bunga mataharipun, serbuk yang dikumpulkan tidak bisa cukup untuk kebutuhanku sebulan. Kadang baru tiga sampai empat bulan, aku mendapatkan serumnya. Yang terakhir kemarin, malah enam bulan.” Ujar Elaine lagi sambil matanya menatap riakan awan dilangit.
“Tapi aku ga apa.” Sambungnya sambil menoleh kearah Ellio, lalu tersenyum. “Aku hanya perlu bersabar menunggu. Papa selalu berusaha, aku hanya perlu bertahan sedikit lagi. Dengan seperti ini saja, perkembanganku sudah sangat baik.”
Ellio menatap wajah Elaine yang tersenyum, ia kembali ikut tersenyum.
“Kamu hebat, kamu kuat. Kamu pasti bisa sembuh. Mulai saat ini, kita berteman, ya? Aku akan selalu menunggu kamu di sini. Kapan saja kamu berobat, kita bisa bertemu. Terserah kamu mau cerita atau bermain apapun, aku akan temani kamu.” Ujar Ellio sambil mengulurkan jari kelingkingnya.
Elaine tersenyum lagi, matanya yang menyipit membuat wajahnya yang putih semakin manis saat tersenyum. Ellio terpaku saat Elaine juga mengulurkan kelingkingnya dan mengaitkannya ke kelingking Ellio.
“Aku pegang janjimu. Mulai sekarang, kita berteman ya? Jangan lupa temani aku setiap kali aku disini.” Senyum Elaine lagi.
Mereka lalu duduk berdampingan sambil menatap ke kolam ikan dihadapan mereka. Ellio tetap duduk di conblock, Elaine duduk di kursi rodanya. Mereka bercerita macam-macam, mulai dari kegiatan sehari-hari Elaine, mata pelajaran yang Elaine pelajari saat ini, bahkan karakter guru private-nya juga Elaine ceritakan. Sesekali Ellio menimpali cerita Elaine dengan leluconnya, membuat Elaine tertawa tergelak-gelak. Ternyata Ellio sangat pendai memutarbalikkan cerita Elaine hingga akhirnya Elaine tertawa kegelian.
“Elaine?” Suara seorang pria terdengar dari belakang mereka. Mereka menoleh serentak, melihat kearah papa Elaine yang sedang menatap aneh ke mereka. Baru kali ini papa Elaine mendengar putrinya tertawa begitu gembira tanpa dibuat-buat. Selama ini, papa sebenarnya tahu bahwa Elaine selalu menyembunyikan kesedihannya dan menutupinya dengan senyuman.
Papa Elaine sontak menatap Ellio yang baru kali ini dilihatnya. Siapa anak ini? Kenapa Elaine bisa begitu gembira bersamanya?
“Papa!” Senyum Elaine, menyambut kedatangan papanya. Ia lalu menunjuk pada Ellio, “Kenalkan, Pa, ini teman Elaine, namanya Ellio. Ellio, ini papaku.” Elaine juga mengenalkan Ellio pada papanya.
“Selamat sore, Om.” Ellio menyodorkan tangannya, mengajak papa Elaine bersalaman. “Saya Ellio. Apa kabar, Om?” Sambungnya lagi.
“Oh, halo, Ellio. Saya papanya Elaine, panggil saja Om Dylan.” Ujar Om Dylan sambil menjabat tangan Ellio. “Dengan siapa kamu disini?” Tanya Om Dylan lagi kepada Ellio.
“Dengan mama, Om. Mama sedang diatas, membesuk oma.” Jawab Ellio.
Om Dylan menganggukkan kepalanya, lalu mengalihkan pandangannya kepada Elaine. “El, kita kembali kekamar ya? Sebentar lagi dokter akan datang.” Lalu beliau menolehkan wajahnya ke Ellio. “Ellio, kami pamit dulu ya, besok baru main-main lagi.” Sambungnya.
Ellio mengangguk, lalu menatap Elaine. “Aku akan datang lagi besok.” Katanya sambil tersenyum, memandang dalam ke mata Elaine. Elaine tertegun sejenak, lalu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Aku tunggu.” Jawab Elaine.
Kening Om Dylan berkerut. Apakah anak ini akan menjenguk omanya lagi besok? Kenapa ia berjanji pada Elaine, kalau dia tidak datang besok bukankan Elaine akan sedih?
Namun Om Dylan tidak mengucapkan apa-apa lagi, dia langsung memutar kursi roda Elaine dan mengarahkannya ke kamar rawat inap Elaine. Elaine dan Ellio saling melambaikan tangan, mereka berharap bisa berjumpa lagi besok.
Ellio memandang punggung Om Dylan dan Elaine yang mulai meninggalkan taman itu. Mata Ellio berkaca-kaca.
Demi aku, kamu berkorban sampai seperti ini.
Sudah lama aku nantikan perjumpaan ini,
ribuan tahun aku menanti.
Tapi sekalinya kita bertemu, kamu berada dalam kondisi tersakiti.
Pengorbananmu, akan kugantikan berpuluh-puluh kali lipat.
🌻🌻🌻
“Siapa anak itu?” tanya Papa Dylan kepada Elaine.
Elaine menggelengkan kepalanya. “Baru bertemu tadi, Pa.” Jawabnya pelan.
“Hati-hati ya, Nak,” mama Angel, yang adalah mama Elaine, memperingati putrinya, “Kita harus tetap waspada, jaga diri kita sendiri baik-baik. Jangan gampang percaya pada orang lain.”
Elaine menekur, mempermainkan jarinya. Ya, kenapa aku cepat percaya pada Ellio? Siapa dia sebenarnya?
Elaine mengingat-ingat lagi, tadi selama ngobrol dengan Ellio, mereka lebih banyak membicarakan tentang Elaine. Elaine tidak mengetahui apapun tentang Ellio, yang diketahuinya hanya Ellio bersama mamanya sedang menjenguk omanya di rumah sakit ini. Aku harus bertanya lebih banyak tentangnya, batin Elaine. Namun demikian, kesan yang ditinggalkan Ellio masih bisa membuat Elaine tersenyum. Elaine juga merasa aman bila dekat dengan Ellio, walaupun mama telah memberikan peringatannya.
“Ya, Ma.” Akhirnya hanya itu yang keluar dari bibir Elaine. Ia mengingatkan dirinya sendiri untuk bertanya dengan Ellio mengenai dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Tiwi Ramadhani
kok gemesh ya sama kemisteriusan si ellio😄
2023-01-30
0