Keesokan harinya.
Elaine sedang berada di kolam ikan di taman samping Rumah Sakit, tempat ia bertemu Ellio kemarin. Diwajahnya tidak ada senyuman hari ini, hatinya sedih.
Dari kunjungan dokter semalam, dokter mengatakan Elaine sudah memerlukan serum lagi dalam waktu dekat ini. Pemberian serum sebelumnya yang berjarak enam bulan, membuat tubuhnya semakin kekurangan sel-sel otaknya. Karena itu dokter sangat berharap Papa Dylan dapat segera memberikan serbuk bunga matahari lebih cepat di bulan ini.
Darimana lagi Papa harus mendapat serbuk itu, Ma? Suara bisikan lirih papa semalam kepada mama, tertangkap oleh telinga Elaine semalam. Setelah bisikan papa itu, Elaine tidak mendengar kedua orang tuanya berbicara lagi. Ia hanya mendengar isak tangis tertahan dari keduanya.
Tuhan, kenapa aku membuat Papa dan Mama menderita? Kalau memang aku ditakdirkan tidak bisa bertahan di dunia, lebih baik segera bawa aku pergi. Jangan buat tubuhku bertahan lebih lama, lebih baik Kau buat aku jatuh koma dan cabutlah nyawaku. Elaine menangis dalam diam. Ia merasa bebas mengungkapkan perasaannya karena tidak ada papa dan mama disekitarnya.
“Halo, Elaine.”
Suara lembut itu membuat Elaine tersentak. Ellio! Ia segera menghapus air matanya, lalu menoleh ke Ellio sambil tersenyum.
“Hai, Ellio.”
Ellio mengamati mata Elaine yang masih berkaca-kaca dan pucuk hidungnya yang memerah. Ellio tersenyum lalu duduk di conblock di samping kursi roda Elaine, seperti posisinya kemarin.
“Bagaimana kabarmu hari ini? Sudah merasa lebih baik?” Tanya Ellio.
Elaine menggelengkan kepalanya. “Kunjungan dokter kemarin, tidak membawa berita baik.” Ujarnya pelan. Lalu dengan perlahan, Elaine menceritakan ke Ellio mengenai permintaan dokter pada papa mamanya.
“Aku ingin pergi saja dari dunia ini. Kasihan Papa dan Mama, sudah dua tahun ini aku membuat hidup mereka susah. Mereka menjagaku kalau aku tiba-tiba drop. Mereka juga harus kemana-mana mencari serbuk bunga matahari. Uang yang dikeluarkan juga tidak sedikit.” Elaine menusap hidungnya yang basah dan air matanya yang mulai mengalir lagi. “Kalau aku bertahan hanya untuk membuat mereka menderita, lebih baik aku pergi.”
Sunshine… Sunshine…
Bring the light for the earth…
Bring joyfull and happiness…
Bring us smile, fill our hearth with warmth
Grow everything in our world
Brightening the skies, brightening our future
My flower, my flower, please grow well
Filling our needs and happiness
My flower, my flower, please grow plenty
Filling our needs and happiness
Tiba-tiba Ellio menyanyikan sebuah lagu lembut sambil matanya menerawang menatap kolam. Elaine terdiam mendengar Ellio menyanyi. Ia memejamkan matanya, merasa terhibur dan lebih tenang.
Kemudian tangan Ellio terulur, memetik sebuah bunga ungu yang tumbuh dipinggir kolam. Kemudia ia mengulurkan bunga itu kepada Elaine.
Elaine tersenyum saat Ellio mengulurkan sebuah bunga ungu kepadanya. Segera diterimanya bunga itu, dan didekapnya didadanya.
“Terima kasih.” Ucap Elaine senang, pipinya bersemu merah. Baru kali ini dia menerima bunga dari seorang anak laki-laki. Walaupun bunga yang ia terima sangat sederhana dan hanya setangkai, namun cukup membuat jantungnya berdebar. Ia tersipu malu.
“Jangan khawatir, keperluanmu akan tercukupi. Bernyanyilah setiap hari, bahagiakan hatimu. Hati yang bahagia juga adalah obat. Setelah itu, serahkan pada semesta yang akan mencukupi kebutuhanmu. Papa dan mamamu sudah berusaha keras. Hasil tidak akan mengkhianati usaha.” Ujar Ellio lagi.
Tiba-tiba Ellio menggenggam kedua tangan Elaine. Elaine terkejut, ia memandang mata Ellio.
“Berjanjilah kamu tidak akan menyerah. Apapun yang terjadi, jangan menyerah. Sudah lama aku menantikan bertemu dengan kamu, menantikan momen ini. Simpanlah energi kehidupanmu untukku. Aku akan mendampingimu, mambantumu semaksimal yang aku bisa. Cuma satu yang aku minta, jangan menyerah. Kamu janji?” Tegas Ellio. Elaine menganggukkan kepalanya walaupun sebenarnya ia bingung dengan apa yang dikatakan Ellio. Yang ia ingat hanya intinya, yaitu ‘jangan menyerah.’
“Aku harus pergi,” Ucap Ellio ketika melihat Papa Dylan menghampiri mereka, “Mungkin besok aku tidak datang, tapi jangan pernah merasa aku meninggalkan kamu. Aku selalu ada di samping kamu, pegang janjiku. Kalau kamu sedih, nyanyikan lagu yang aku ajarkan tadi. Ingatlah aku kalau kamu menyanyikannya. Bisa?” Tanya Ellio lagi.
Elaine menganggukkan kepalanya. Ellio melepaskan genggaman tangannya dari tangan Elaine.
“Ellio, apa kabar?” Papa Dylan menyapanya.
“Baik, Om. Mohon maaf Om, saya harus pergi. Elaine, aku pamit ya.” Ellio menundukkan sedikit badannya ke arah Papa Dylan, lalu mengangguk sedikit ke Elaine. Lalu ia meninggalkan taman itu.
“Ah, dia sudah pergi. Buru-buru sekali. Baru saja Papa mau tanya, apakah dia sedang jenguk omanya lagi?” Tanya Papa Dylan, seakan-akan berbicara dengan dirinya sendiri.
Elaine baru teringat, ia juga lupa harus bertanya pada Ellio mengenai diri Ellio sendiri.
🌻🌻🌻
Seorang anak laki-laki dengan sayap mungilnya duduk di hamparan ladang bunga matahari. Ia menyanyi kecil sambil membelai bunga-bunga disekelilingnya. Sesekali tangan mungilnya menebarkan sesuatu dan tampak percikan embun segar keluar dari telapak tangannya. Semua bunga matahari disekelilingnya membuka kelopaknya dengan lebar, seakan menyambut tetasan embun yang ditebarkan oleh anak itu.
Sunshine… Sunshine…
Bring the light for the earth…
Bring joyfull and happiness…
Bring us smile, fill our hearth with warmth
Grow everything in our world
Brightening the skies, brightening our future
My flower, my flower, please grow well
Filling our needs and happiness
My flower, my flower, please grow plenty
Filling our needs and happiness
Anak laki-laki itu berdiri dari duduknya, lalu sayap kecilnya mulai mengepak dan mengangkat tubuh kecilnya ke udara. Dari atas hamparan ladang bunga matahari itu, dia terbang kian kemari sambil terus menyebarkan embunnya. Seluruh kawasan ladang dilewatinya tanpa lelah, ia terus menyebarkan embunnya.
“Aku memerlukan serbuk kalian! Serbuk yang banyak! Aku perlu serbuk kalian, serbuk yang banyak!” Serunya berkali-kali kepada ladang itu dari langit. Bunga-bunga matahari yang ada dibawahnya seperti mengangguk-angguk mengerti, lalu terlihatlah serbuk-serbuk bunga matahari seperti menguap ke udara, memancar dari setiap kelopak bunga matahari yang terbuka lebar menghadap langit. Dengan gembira, si anak laki-laki segera melepaskan kantung kain yang terikat di ikat pinggangnya dan kembali terbang hilir mudik, mengumpulkan serbuk sari tersebut.
“Terima kasih… Terima kasih!” Serunya berulang-ulang hingga seluruh serbuk dapat dikumpulkannya. Dengan senyum dibibirnya, didekapnya kantong tersebut dan ia segera terbang menuju ufuk barat, tempat sebuah bunga matahari raksasa berkembang, bunga yang merupakan tempat tinggal anak laki-laki tersebut.
Dengan hati-hati, diletakkannya kantong itu di pucuk mahkota bunga matahari raksasanya. Kemudian ia berbaring di antara putik bunga matahari dan menyelimuti tubuhnya dengan lembaran helai bunga matahari. Anak itu memejamkan matanya, ia lelah setelah beberapa hari belakangan sibuk menyebarkan embun dan mengumpulkan serbuk bunga matahari. Bibirnya tersenyum dalam tidurnya, dia bermimpi, memimpikan seorang gadis kecil berambut pirang ikal sedang tersenyum kepadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Tiwi Ramadhani
apakah ellio ini sebangsa tinkerbele?
2023-01-30
0