Kamulah Takdirku

Kamulah Takdirku

Awal mula

Bian membuka helm yang menutupi kepalanya di tempat parkir khusus siswa. Baru pukul enam pagi, tapi pria itu sudah berada di sekolahnya. Menjabat sebagai ketua OSIS membuatnya harus standby di awal waktu di sekolah.

Khanza yang baru turun dari mobilnya sedikit terkejut saat melihat Bian yang sedang mengibas-ngibas rambutnya. Ia meraba dadanya yang tiba-tiba berdebar melihat penampakan makhluk tampan yang masih duduk di atas motor beberapa meter di depannya.

"Assalamu'alaikum, Kak Bian." Sapanya ramah.

Bian yang terkejut langsung menoleh ke belakang. "Wa'alaikumsalam, Khanza ... udah datang juga?"

"Mm... iya, Kak. Soalnya ada tugas yang belum aku selesaikan. Mari Kak Bian, aku masuk duluan." Khanza membungkukkan sedikit badannya ke arah Bian. Hal itu membuat Bian mengangguk. Tak terasa bibirnya mengulas senyum sambil menatap kepergian gadis itu. Khanza selalu mengucapkan salam duluan saat mereka bertemu. Tapi, sejauh ini Bian belum tertarik pada gadis itu..

Khanza melirik ke arah Bian yang sedang tersenyum ke arahnya. "Huh, benar-benar deh, tatapan Kak Bian membuatku dag dig dug." Ucapnya sambil meraba-raba dadanya yang terasa berdetak lebih kencang. Khanza sering berjumpa dengan Bian parkiran siswa karena kebetulan mereka selalu datang paling pagi.

Khanza terkejut saat Amara dan Ameena tiba-tiba sudah berada di sampingnya. "Za, gue lihat lho sering tersenyum saat lho berpapasan dengan Kak Bian. Sepertinya, setiap pagi kalian selalu bertemu di parkiran." Ameena menyenggol lengan Khanza.

"Apaan sih, Na. Mana ada kayak gitu.." Khanza mencoba mengelak. "Aku dan Kak Bian bertemu karena kebetulan kami datangnya selalu barengan."

"Ya elah, kayak orang yang nggak berharap aja lu.." Amara ikut nimbrung. Tangannya menoyor kepala Khanza dari belakang.

"Amara ... please deh, lu ini sering nggak sopan sama gw.." Khanza memanyunkan bibirnya kesal. Temannya yang satu ini selalu bersikap semaunya.

"Lu kan tau si Amara ini cewek bar-bar, Za."

"Apaan sih lu, Na? Pakai bilang gue cewek bar-bar segala." Amara melirik kesal Ameena.

"Udah ah, kenapa malah debat sih. Kita ke kelas sekarang. Ada tugas untuk praktek nanti siang yang harus segera di selesaikan." Khanza menarik tangan kedua sahabatnya.

"Selalu mengalah membuatku selalu kagum padamu, Khanza. Walaupun lho yang dizalimi sama gue." Amara tertawa lepas dan pasrah saja ditarik Khanza. Hal itu membuat Khanza dan Ameena hanya menggeleng-geleng lemah seraya menghela nafas berat.

"Guys, kalian masuk duluan ya, gue mau sarapan dulu di Kafe." Amara melepaskan genggaman tangan Khanza saat mereka sudah sampai di pertigaan yang akan menentukan tujuan mereka.

"Lu kenapa nggak pernah sarapan di rumah sih, Mara?!" Ameena berkata kesal sambil menangkap tas yang dilempar Amara.

"Gue nggak punya Nyak kayak lu berdua. Kalau mau sesuatu harus mempersiapkan semuanya sendirian." Amara langsung berlalu setelah menyelesaikan kalimatnya.

"Za, lho nggak kasihan sama si Amara. Nggak punya nyokap pasti sangat tidak enak rasanya." Ameena kembali membuka percakapan setelah Amara hilang dari pandangan.

Khanza menatap Ameena. "Kasihan sih, tapi mau bagaimana lagi. Itu kan sudah takdir yang digariskan Allah untuknya. Lagian dia kan punya ibu tiri. Tapi ... nggak taulah, Na. Kamu sendiri kan tau, Amara itu orangnya gimana. Nggak serek kayaknya dia dengan si ibu tiri."

Ameena hanya mengangkat bahu. Ia meletakkan tas Amara di atas mejanya. Sedangkan Khanza memilih duduk dan mulai mengerjakan tugasnya yang belum selesai.

Sementara itu, Amara bergegas menuju Kafe yang baru saja dibuka. Ia duduk dengan tergesa sambil mengikat rambutnya asal. "Bu, satu porsi seperti biasa ya..." pintanya tanpa menatap lawan bicara.

"Kenapa tidak mengikat rambut dari rumah, biar tidak sibuk saat mau makan."

Amara menoleh menatap pria yang berucap di sebelahnya. Laki-laki itu tidak menatapnya, tetapi ucapannya membuat Amara terusik. Amara ingin menimpali ucapan pria itu, tetapi ia urungkan saat mengetahui kalau laki-laki itu adalah Bian. "Eh, Kak Bian. Maaf kalau gerakanku membuat Kak Bian terganggu."

Bian tersenyum kecil. "Bukan begitu maksudku. Tapi, kamu terlihat tergesa. Tergesa itu tidak baik. Lakukan semua pekerjaan dengan tenang agar hasil yang didapatkan memuaskan." Bian menarik nafas panjang. "Maaf kalau ucapanku mengganggumu. Aku akan pindah biar kamu bisa sarapan dengan tenang."

"Mm..." Amara menggaruk-garuk kepalanya bingung. Sebenarnya, dia bingung mau menimpali dengan apa ucapan Bian itu. Amara yang selalu bisa menimpali ucapan orang lain, tiba-tiba saja suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Dia hanya bisa menatap punggung Bian yang memilih tempat duduk dengan posisi membelakanginya.

__________

Sejak kejadian di Kafe itu, Amara akan berubah menjadi wanita pendiam jika sudah berada di hadapan Bian. Beberapa kali mngikuti rapat OSIS, dia hanya memperhatikan Bian jika pria itu sedang memberikan arahan. Sejak saat itu juga, dia mengakui kalau dirinya fans berat seorang Bian Putra Arianto.

Siang itu...

"Khanza, gw boleh numpang pulang nggak?"

"Hah..?" Khanza yang terkejut menatap Amara dengan tatapan aneh. "Tumben banget kamu minta izin. Biasanya kamu akan langsung masuk dan minta diantar pulang."

"Sssttt..." Amara langsung membekap mulut Khanza dan mendorongnya masuk ke dalam mobil. "Lho ini nggak bisa diajak kompromi deh.." melepaskan bekapan tangannya setelah mereka masuk.

"Maksud kamu apa, aku nggak ngerti. Memang biasanya kamu nggak pernah izin kan?" Khanza mengusap-usap mulutnya karena terasa agak aneh setelah dibekap Amara tadi.

"Heh, lho ini kok nggak paham-paham sih. Tadi itu gue sengaja bilang gitu. Gue mau melihat reaksi Kak Bian pas mendengar gue nggak ada teman pulang."

Sepersekian detik Khanza melongo mencoba mencerna ucapan Amara. "Kamu bilang, kamu mau cari perhatian Kak Bian?" Khanza tertawa kecil.

"Mm ... kenapa emangnya?" Amara melirik Khanza dengan kesal. Hidungnya pun sampai kembang kempis karena tidak rela melihat Khanza menertawakan kebodohannya.

"Hahaha ... mimpi kamu ketinggian, Mara. Mau sampai jungkir balik pun, kamu cari perhatian kayak tadi, Kak Bian tidak akan merespon. Dia itu kayak gimana gitu sama wanita. Kak Bian itu kaku orangnya. Dia memang sih, nggak pernah cuek sama kita. Tapi pernah nggak, kamu dengar dia punya gebetan atau deket dengan wanita selama ini?" Khanza menjelaskan berapi-api. Tatapan matanya menatap ke arah Bian yang akan bersiap meninggalkan parkiran siswa. "Dia itu tidak mau mengenal wanita sampai saat ini, Mara." Khanza hanya melirik Amara lalu kembali menatap ke arah Bian. Bagaimanapun juga, dia sudah berusaha untuk dekat dengan laki-laki yang menjabat sebagai ketua OSIS mereka itu. Tapi, sampai sejauh ini Khanza belum mendapatkan respon dari Bian. Bian memang selalu tersenyum saat dia menyapanya. Tapi, Bian jarang sekali menyapanya duluan. Kalau dia mengirim pesan pun, Bian hanya membalas seperlunya saja.

"Za, ikutin aja motornya Kak Bian." Ucapan Amara membuyarkan lamunan Khanza.

"Eh, ngapain?" Khanza jadi panik saat Amara memutar kunci mobilnya.

"Ikutin aja, Za. Gue ingin tau, Kak Bian itu anak orang kaya atau tidak. Soalnya selama ini Kak Bian nggak pernah bawa mobil kayak yang lain."

"Kamu udah gila ya, Mara. Aku nggak mau, ah." Khanza mematikan kembali mobilnya.

"Ayolah, Za. Gue mohon sama lho, bantu gue untuk kali ini saja. Nanti kalau Papa gue udah nggak pelit lagi dan ngizinin gue bawa kendaraan sendiri, gue nggak akan ngerepotin lho lagi." Amara mengusap-usap lengan Khanza untuk membujuk gadis itu.

Khanza memutar bola matanya seraya melirik Amara. Hampir dua tahun mereka sekolah bersama, tidak pernah sekalipun ia melihat papanya Amara tersenyum. Bahkan, kumis yang dibiarkan tumbuh membuatnya terkesan seperti penjahat sangar. "Kayaknya kamu mimpi deh, bisa bawa kendaraan sendiri. Bukankah papa kamu orangnya sangat tidak perduli, Mara? Aku aja takut melihat kumisnya . Sebenarnya sih, penampilan seseorang tidak bisa dijadikan ukuran. Tapi ... iya.. selama ini yang aku tau papa kamu itu lempeng sama kamu." Khanza memejamkan matanya sambil menggeleng-geleng.

Senyuman dan tatapan harapan yang ditujukan Amara seketika memudar ketika mendengar ucapan Khanza. "Jangan diperjelas, Za.." ucapnya lemah seraya menunduk.

*******

Terpopuler

Comments

hanum hanania

hanum hanania

mampir ceritanya bian kyaknya bkal seru...semangat trus kk 💪💪

2022-11-10

0

lihat semua
Episodes
1 Awal mula
2 Wanita ceroboh
3 Kamu membingungkan
4 Rencana
5 Keturunan Sultan, kah?
6 Diantar berobat seperti kencan
7 Perasaan berbunga-bunga Amara
8 Hidup tidak akan berarti kalau tidak shalat
9 Prasangka Amara
10 Percakapan singkat membuka sedikit tabir
11 Hidayah
12 Ternyata dia bermuka dua
13 Ketulusan
14 Cemburu atau apa?
15 Hadiah untuk orang yang tulus
16 Hidup Amara lebih berwarna
17 Kekesalan salah kaprah
18 Berubahlah karena Allah
19 Sifat Amara masih membingungkan
20 Mereka menggunjing Amara
21 Penderitaan Amara
22 Perlakuan Bian
23 Harus mengalah demi kebaikan
24 Dilema Bian
25 Nasehat untuk Amara
26 Ujian pertemanan
27 Penilaian Bian
28 Kebaikan seorang Bian
29 Pertikaian
30 Pertikaian part 2
31 Isi hati masing-masing
32 Kekhawatiran Bian
33 Di Apartemen Bian
34 Wanita rakus
35 I don't understand
36 Kacamata Besar Amara
37 Sahabat baru untuk Amara
38 Makanan galonnya tidak bergizi
39 Asiten Kak Ayra kepoan
40 Keputusan Amara
41 Adzra rindu berat
42 Canggung
43 Tidak mau menyakiti wanita
44 Reaksi Bian
45 Bersiap patah hati
46 Amara, beginilah rasanya
47 Amara masih galau
48 Salah diartikan
49 Kelembutan Ibu
50 Pesan dari Ibu
51 Bian Cemburu kah?
52 Gengsi dibilang cemburu
53 Pesona Seorang Bian
54 Salah jalur atau lupa jalur
55 Jangan pura-pura berubah
56 Pengakuan Bian
57 Akal cerdas Bian
58 Sikap Aneh Bian
59 Bian ingin bertemu
60 Akal Bulus Ameena
61 Pertemuan manis
62 Pertemuan manis sesungguhnya
63 Pertemuan Manis Sesungguhnya (part 2)
64 Satpam Menyebalkan
65 Soulmate
66 Arti Menjaga Versi Bian
67 Ameena yang banyak bicara
68 Terciduk
69 Terciduk 2
70 Kak Ayra Cerewet
71 Keterbukaan
72 Pertimbangan
73 Kedatangan Kakek dan Nenek
74 Sifat Asli Bian
75 Masakan Penuh Cinta
76 Tamu Tak Diundang Kena Mental
77 Ngaku Maco tapi KO
78 Tawakal pada Allah
79 Penentangan Bian
80 Rara ... kamu dimana?
81 Pertemuan dengan Calon Mertua
82 Ra, Nikah yuk!
83 Hadiah dari Kakek
84 Pesan Kakek untuk Amara
85 Kejutan untuk Bian
86 Cobaan untuk Bian
87 Keputusan Amara
88 Suasana baru
89 Ditindas Calon Kakak Ipar
90 Semua Bisa diperbaiki Selama Mau Belajar
91 Tragedi di Acara Makan Malam
92 Pertikaian Masih Berlanjut
93 Maafkan Aku, Ra
94 Sebuah Janji Setia
95 Sulit Menyembunyikan Semuanya
96 Surprise...
97 Kecewa Tingkat Dewa
98 Akhir dari Sebuah Drama
99 Dalam Masa Pemulihan
100 Kaku atau Malu
101 Pengobat Hati Penawar Rindu
102 Ketulusan
103 Datang tak dijemput Pulang tak diantar
104 Jangan Sentuh Milikku
105 Bukan Kesalahan tapi Kecelakaan
106 Pembicaraan Serius
107 Saling Menjaga Aset itu Penting
108 Nenek Pengacau
109 Tidak Selemah itu
110 Status Aman Selama Suami Masih Cinta
111 Kecurigaan Bian
112 Menemui Kakek
113 Amara...
114 Amara hilang
115 Allah Membayar Tunai
116 Tempat Asing
117 Perjuangan
118 Kebenaran untuk Myta
119 Ketegasan Bian
120 Seberkas Cahaya Harapan
121 Nomor Telepon Asing
122 Mencari Tau
123 Saran Daniel
124 Kecelakaan Pembawa Berkah
125 Kesalahan Daniel
126 Ajakan Bian
127 Kebahagiaan Bian
128 Kabar dari Orang-Orang Tersayang
129 Mengambil Pelajaran dari Daniel
130 Ilmu yang Utama, Wajah Tampan Hanya Pelengkap
131 Kakek Memprihatinkan
132 Amara Bimbang
133 Proses yang Tidak Mudah
134 Pengorbanan Demi Cinta
135 Perjuangan Daniel
136 Ketakutan Myta
137 Ada Apa dengan Bian
138 Omelan Pedas Chayra
139 Menuju Sidang Isbat
140 Sidang Isbat Penentuan Jumlah Mahar
141 Butuh Waktu Berdua
142 Akad Nikah
143 Kenyataan Pahit untuk Bian
144 Aku Suamimu, Ra
145 Bulan Madu di Rumah Sakit
146 Kekurangan Asupan Gizi
147 Perawatan Lengkap
148 One Night with You
149 One Night with You part 2
150 Sakitnya Berlaku untuk yang Pertama Kali Saja
151 Posesifnya over dosis
152 Kedatangan Tamu tak diundang
153 Pil Kontrasepsi
154 Masalahnya Tidak Sesimpel yang di Bayangkan
155 Kode Ingin Honeymoon
156 Salah diartikan
157 Berani Melawan
158 Kamu Tidak Bersalah, Ra
159 Kok Nenek yang Sewot
160 Keputusan Kakek
161 Bayangan Kehidupan Masa Depan
162 Wanita adalah Ratu dalam Rumah Tangga
163 Ikhtiarnya Belum Membuahkan Hasil
164 Dari Poweranger menjadi Powermanja
165 Kado Terindah untuk Bian
166 Surprise...
167 Belajar Menjadi Pawang Singa
168 Pesta Keluarga Akmal
169 Sakit tapi Tidak Berdarah
170 Menyepelekan Keadaan
171 Nasehat Ibu Mertua
172 Tanggung Akibatnya Sendiri
173 Ancaman Maut
174 Pengorbanan Seorang Sahabat
175 Memaafkan itu Indah
176 Lembaran Baru
177 Bian Manja Lagi
178 Wanita itu Ternyata Dia
179 Memiliki Cara Tersendiri
180 Kamu Menyebalkan
181 Membandingkan Dia dengan Kamu
182 Fakta di Balik Berita
183 Dia Benar-benar Putra Ari
184 Berdiskusi dengan Kepala Dingin
185 Ini adalah Bukti Sekaligus Hasil
186 Adu Kuat
187 Amara Sakit
188 Permintaan Aneh Amara
189 Perjuangan Seorang Suami
190 Perjuangan Seorang Suami Part 2
191 Karena Aku Mencintaimu
192 Rencana Terselubung Dua Pria
193 Butuh Waktu Berdua
194 Kamu Berarti untukku
195 Rencana Siapa?
196 Membalas Cerdas
197 Bukan Wanita Bersumbu Pendek
198 Bahagia itu Sederhana
199 Sarapan Sehat Ala Bian
200 Mau Menyalahkan Siapa?
201 Cerita di Balik Layar
202 Kenyataan Pahit untuk Bian
203 Kenyataan Pahit untuk Bian part 2
204 Ketegasan Bian
205 Tindakan Kakek
206 Keputusan yang Tidak Bisa di Gugat
207 Hadiah Kecil dari Kakek
208 Aqiqah Sekaligus Pemberian Nama
209 Perdebatan
210 Permohonan Edward
211 Berita Duka
212 Akan Indah pada Waktunya
213 Bertemu dengan Khanza
214 Permintaan Maaf Khanza
215 Buah dari Sebuah Kesabaran
216 Ektra Part
Episodes

Updated 216 Episodes

1
Awal mula
2
Wanita ceroboh
3
Kamu membingungkan
4
Rencana
5
Keturunan Sultan, kah?
6
Diantar berobat seperti kencan
7
Perasaan berbunga-bunga Amara
8
Hidup tidak akan berarti kalau tidak shalat
9
Prasangka Amara
10
Percakapan singkat membuka sedikit tabir
11
Hidayah
12
Ternyata dia bermuka dua
13
Ketulusan
14
Cemburu atau apa?
15
Hadiah untuk orang yang tulus
16
Hidup Amara lebih berwarna
17
Kekesalan salah kaprah
18
Berubahlah karena Allah
19
Sifat Amara masih membingungkan
20
Mereka menggunjing Amara
21
Penderitaan Amara
22
Perlakuan Bian
23
Harus mengalah demi kebaikan
24
Dilema Bian
25
Nasehat untuk Amara
26
Ujian pertemanan
27
Penilaian Bian
28
Kebaikan seorang Bian
29
Pertikaian
30
Pertikaian part 2
31
Isi hati masing-masing
32
Kekhawatiran Bian
33
Di Apartemen Bian
34
Wanita rakus
35
I don't understand
36
Kacamata Besar Amara
37
Sahabat baru untuk Amara
38
Makanan galonnya tidak bergizi
39
Asiten Kak Ayra kepoan
40
Keputusan Amara
41
Adzra rindu berat
42
Canggung
43
Tidak mau menyakiti wanita
44
Reaksi Bian
45
Bersiap patah hati
46
Amara, beginilah rasanya
47
Amara masih galau
48
Salah diartikan
49
Kelembutan Ibu
50
Pesan dari Ibu
51
Bian Cemburu kah?
52
Gengsi dibilang cemburu
53
Pesona Seorang Bian
54
Salah jalur atau lupa jalur
55
Jangan pura-pura berubah
56
Pengakuan Bian
57
Akal cerdas Bian
58
Sikap Aneh Bian
59
Bian ingin bertemu
60
Akal Bulus Ameena
61
Pertemuan manis
62
Pertemuan manis sesungguhnya
63
Pertemuan Manis Sesungguhnya (part 2)
64
Satpam Menyebalkan
65
Soulmate
66
Arti Menjaga Versi Bian
67
Ameena yang banyak bicara
68
Terciduk
69
Terciduk 2
70
Kak Ayra Cerewet
71
Keterbukaan
72
Pertimbangan
73
Kedatangan Kakek dan Nenek
74
Sifat Asli Bian
75
Masakan Penuh Cinta
76
Tamu Tak Diundang Kena Mental
77
Ngaku Maco tapi KO
78
Tawakal pada Allah
79
Penentangan Bian
80
Rara ... kamu dimana?
81
Pertemuan dengan Calon Mertua
82
Ra, Nikah yuk!
83
Hadiah dari Kakek
84
Pesan Kakek untuk Amara
85
Kejutan untuk Bian
86
Cobaan untuk Bian
87
Keputusan Amara
88
Suasana baru
89
Ditindas Calon Kakak Ipar
90
Semua Bisa diperbaiki Selama Mau Belajar
91
Tragedi di Acara Makan Malam
92
Pertikaian Masih Berlanjut
93
Maafkan Aku, Ra
94
Sebuah Janji Setia
95
Sulit Menyembunyikan Semuanya
96
Surprise...
97
Kecewa Tingkat Dewa
98
Akhir dari Sebuah Drama
99
Dalam Masa Pemulihan
100
Kaku atau Malu
101
Pengobat Hati Penawar Rindu
102
Ketulusan
103
Datang tak dijemput Pulang tak diantar
104
Jangan Sentuh Milikku
105
Bukan Kesalahan tapi Kecelakaan
106
Pembicaraan Serius
107
Saling Menjaga Aset itu Penting
108
Nenek Pengacau
109
Tidak Selemah itu
110
Status Aman Selama Suami Masih Cinta
111
Kecurigaan Bian
112
Menemui Kakek
113
Amara...
114
Amara hilang
115
Allah Membayar Tunai
116
Tempat Asing
117
Perjuangan
118
Kebenaran untuk Myta
119
Ketegasan Bian
120
Seberkas Cahaya Harapan
121
Nomor Telepon Asing
122
Mencari Tau
123
Saran Daniel
124
Kecelakaan Pembawa Berkah
125
Kesalahan Daniel
126
Ajakan Bian
127
Kebahagiaan Bian
128
Kabar dari Orang-Orang Tersayang
129
Mengambil Pelajaran dari Daniel
130
Ilmu yang Utama, Wajah Tampan Hanya Pelengkap
131
Kakek Memprihatinkan
132
Amara Bimbang
133
Proses yang Tidak Mudah
134
Pengorbanan Demi Cinta
135
Perjuangan Daniel
136
Ketakutan Myta
137
Ada Apa dengan Bian
138
Omelan Pedas Chayra
139
Menuju Sidang Isbat
140
Sidang Isbat Penentuan Jumlah Mahar
141
Butuh Waktu Berdua
142
Akad Nikah
143
Kenyataan Pahit untuk Bian
144
Aku Suamimu, Ra
145
Bulan Madu di Rumah Sakit
146
Kekurangan Asupan Gizi
147
Perawatan Lengkap
148
One Night with You
149
One Night with You part 2
150
Sakitnya Berlaku untuk yang Pertama Kali Saja
151
Posesifnya over dosis
152
Kedatangan Tamu tak diundang
153
Pil Kontrasepsi
154
Masalahnya Tidak Sesimpel yang di Bayangkan
155
Kode Ingin Honeymoon
156
Salah diartikan
157
Berani Melawan
158
Kamu Tidak Bersalah, Ra
159
Kok Nenek yang Sewot
160
Keputusan Kakek
161
Bayangan Kehidupan Masa Depan
162
Wanita adalah Ratu dalam Rumah Tangga
163
Ikhtiarnya Belum Membuahkan Hasil
164
Dari Poweranger menjadi Powermanja
165
Kado Terindah untuk Bian
166
Surprise...
167
Belajar Menjadi Pawang Singa
168
Pesta Keluarga Akmal
169
Sakit tapi Tidak Berdarah
170
Menyepelekan Keadaan
171
Nasehat Ibu Mertua
172
Tanggung Akibatnya Sendiri
173
Ancaman Maut
174
Pengorbanan Seorang Sahabat
175
Memaafkan itu Indah
176
Lembaran Baru
177
Bian Manja Lagi
178
Wanita itu Ternyata Dia
179
Memiliki Cara Tersendiri
180
Kamu Menyebalkan
181
Membandingkan Dia dengan Kamu
182
Fakta di Balik Berita
183
Dia Benar-benar Putra Ari
184
Berdiskusi dengan Kepala Dingin
185
Ini adalah Bukti Sekaligus Hasil
186
Adu Kuat
187
Amara Sakit
188
Permintaan Aneh Amara
189
Perjuangan Seorang Suami
190
Perjuangan Seorang Suami Part 2
191
Karena Aku Mencintaimu
192
Rencana Terselubung Dua Pria
193
Butuh Waktu Berdua
194
Kamu Berarti untukku
195
Rencana Siapa?
196
Membalas Cerdas
197
Bukan Wanita Bersumbu Pendek
198
Bahagia itu Sederhana
199
Sarapan Sehat Ala Bian
200
Mau Menyalahkan Siapa?
201
Cerita di Balik Layar
202
Kenyataan Pahit untuk Bian
203
Kenyataan Pahit untuk Bian part 2
204
Ketegasan Bian
205
Tindakan Kakek
206
Keputusan yang Tidak Bisa di Gugat
207
Hadiah Kecil dari Kakek
208
Aqiqah Sekaligus Pemberian Nama
209
Perdebatan
210
Permohonan Edward
211
Berita Duka
212
Akan Indah pada Waktunya
213
Bertemu dengan Khanza
214
Permintaan Maaf Khanza
215
Buah dari Sebuah Kesabaran
216
Ektra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!