Bian membawa kakaknya menuju pusat perbelanjaan dengan santai. Hal ini sudah menjadi aktifitas rutinnya ketika kakaknya itu butuh bantuan. Musibah buruk yang menimpa kakaknya beberapa tahun yang lalu membuatnya ekstra menjaga kakaknya itu. Sebenarnya bukan hanya Bian, seluruh anggota keluarga yang lain selalu memberikan perhatian yang lebih pada Chayra. Bahkan, kakek mereka yang merupakan seorang pengusaha sukses dan sangat terkenal sudah mengirimkan pasukan khusus untuk menjaga kedua cucunya.
"Ya Allah, ngapain sih mereka pakai ngikutin kita segala, Kak?! Ish.." Bian mendesah saat mobil hitam di belakang mobil mereka terus saja melaju mengikuti arah kendaraannya.
"Istighfar, Dek. Biarin aja kenapa. Toh, mereka hanya mengikuti kita, tapi mereka tidak mengganggu kita kan?"
"Tetap saja aku tidak nyaman, Kak. Ada penjaga itu menyebalkan. Kayak anak sultan aja, mesti di jaga seperti ini." Bian melengos sambil terus memperhatikan mobil di belakangnya.
"Jangan ngeluh, Dek. Ini adalah usaha Kakek untuk menjaga kita. Syukur-syukur kita punya Kakek yang sangat sayang sama kita."
"Tapi akunya nggak nyaman, Kak. Beberapa kali teman-teman aku sampai terkejut saat ada laki-laki tegap yang terus mengikutiku. Mereka pikir aku akan diculik. Mau jelasin kalau itu penjaga aku, nggak enak juga. Mereka malah mengira aku anak sok kaya nanti."
"Tidak usah diperhatikan makanya. Kalau kamu perhatikan terus, kamu akan merasa terganggu." Chayra mengalihkan perhatiannya ke benda gepeng di tangannya.
Bian kembali fokus menyetir. Tetapi...
"Loh, itu kan temen aku yang tadi, Kak." Bian menepikan kendaraannya saat melihat Amara yang sedang duduk di pinggir jalan. Chayra mengangkat wajahnya, menatap orang yang dimaksud adiknya.
"Iya, Dek. Kamu tunggu di sini, biar Kakak yang samperin."
"Aku ikut turun aja, Kak. Kalau dia nggak kenal Kak Ayra, bagaimana?"
"Teman kamu itu membingungkan, deh."
"Tadi dia sempat minta nebeng pas mau pulang. Tapi..." Bian menghentikan ucapannya saat tangan Chayra melayang di pundaknya. "Aduh, sakit, Kak!" Kak Ayra apaan sih?"
"Tega kamu sama dia. Mungkin aja tidak ada orang yang menjemputnya, makanya dia minta tolong."
"Dia itu membuat aku bingung, Kak. Di Sekolah juga penampilannya terkadang membuat teman-teman yang lain eneg sama dia. Pakaiannya kusut jarang di setrika, rambutnya juga seperti jarang di sisir. Padahal dua temannya yang lain memakai hijab. Heran aja aku, Kak."
"Udah ah, kamu samperin dia. Kakak kasihan jadinya sama dia. Kalau dia memang nggak ada teman pulang, ajak saja kemari. Kita tidak akan telat kalau hanya sekedar mengantar dia pulang."
"Wokay, Kak. Intinya aku nebeng bayar barang aku nanti sama Kakak."
"Iya, asalkan kamu tau batasan. Jangan membeli sesuatu yang sekiranya kamu tidak membutuhkannya."
Bian hanya tersenyum kecil seraya beranjak keluar. Dengan langkah gontai, ia menghampiri Amara yang sedang duduk menunduk menutup wajahnya dengan telapak tangan.
"Assalamu'alaikum.." Bian sedikit membungkukkan badannya di depan Amara.
"Wa'alai... eh, kenapa ada Kak Bian?" Amara menepuk-nepuk pipinya.
"Kenapa kamu belum pulang?" Bian tidak menghiraukan ekspresi terkejut Amara.
"Mm.. anu, Kak.."
"Kalau kamu tidak ada teman pulang, ikut saja dengan ku. Kakakku tidak keberatan kok."
"Aku tidak mau merepotkan Kak Bian."
"Nggak apa-apa kok. Daripada kamu duduk nggak jelas seperti ini. Kamu tau nggak, kalau kamu terlihat seperti siswi yang bolos sekolah. Ayo ikut aku.."
"Hmm... hehehe.." Amara akhirnya bangkit. Ia setengah berlari mengejar Bian yang berjalan dengan kecepatan penuh.
"Kamu duduk di jok belakang ya.. soalnya di depan ada kakak aku."
"Terimakasih, Kak Bian. Semoga Kak Bian semakin tampan dan mapan ke depannya."
"Hah..?" Serentak Bian dan Chayra menoleh ke arah Amara dengan ekspresi terkejut.
"Eh, aku salah ngomong ya. Mm... maaf, Kak." Amara akhirnya menggaruk-garuk kepalanya bingung.
Amara POV...
Buseeeet...
Ya ampun.. kenapa malunya sampai ke ubun-ubun seperti ini. Huh, kenapa coba aku bisa malu seperti ini. Padahal aku selalu ceplas-ceplos bicara sama orang lain. Kenapa bicara dengan Kak Bian selalu saja membuatku salah tingkah.
Aku melirik ke arah kakaknya Kak Bian. Ck, orangnya benar-benar cantik. Tadi pas pakai cadar kelihatannya biasa-biasa aja. Ternyata benar, kalau kecantikan wanita itu tersembunyi di balik cadar. Ah, aku ngomong apaan sih. Kayak orang yang menutup aurat dengan sempurna aja. Jangankan pakai cadar, pakai jilbab aja hati ini belum kebuka sampai kesana. Kakaknya Kak Bian melepas cadarnya hanya sebentar. Sepertinya dia hanya memperbaikinya saja.
Ya ampun ... rasanya meleleh melihat senyumannya. Pantas saja suaminya nemplok terus tadi. Orangnya cantik begini. Hadeh, jauh bumi dan langit kalau kayak gini ceritanya.
"Dek, rumah kamu dimana?"
"Eh, Kakak tanya aku?" Aku menunjuk diriku sendiri dengan gaya sok polos.
"Iya, rumah kamu dimana? Bian akan mengantar kamu terlebih dahulu. Setelah itu baru dia akan menemani Kakak belanja."
"Mm.. ada di jalan mangga nomor lima belas, Kak."
"Astagfirullah, rumah kamu jauh bener. Kalau begini ceritanya kita harus putar balik lagi dong, Kak. Kan jalan itu berada di sebelah Utara kantornya Kak Ardian."
"Ng.. nggak usah repot-repot, Kak. Aku nggak apa-apa kok, kalau harus ikut kalian terlebih dahulu. Nanti aku bisa minta tolong di antar setelah Kakak selesai belanja."
"Tapi kamu masih pakai seragam." Kak Bian berkata tegas padaku.
"Ng.. nggak apa-apa juga, Kak. Aku akan menunggu di dalam mobil nanti." Aku menunduk sambil menyelipkan rambutku ke belakang telinga. Benar-benar mati gaya aku kali ini. Tumben banget hati ini tidak sinkron dengan mulut. Aku melirik ke arah dua orang di depanku. Salah, bukan dua orang, tapi tiga. Ada bocah gembul yang sedang tidur di atas pangkuan ibunya. Benar-benar menggemaskan ni bocah. Pipinya sampai kembung karena terlalu gemuk.
Kak Bian terlihat fokus membawa mobil. Sedangkan kakaknya asyik menepuk-nepuk pantat anaknya sambil membacakan sholawat. Wah, benar-benar terlihat adem ayem.
"Apa orang tua kamu tidak akan marah kalau kamu terlalu telat pulangnya. Kak Ayra belanjanya lama soalnya." Kak Bian tiba-tiba membuka percakapan lagi.
"Nggak, Kak."
"Kamu ini kenapa membingungkan seperti ini. Lain kali jelaskan keadaan ini padaku. Aku tidak puas dengan jawaban kamu saat ini."
Deg..!
Jantungku terasa mau copot mendengar ucapan Kak Bian. Apakah kebohonganku terlalu kentara dari tadi, sehingga Kak Bian sampai bingung? Terus, apakah ke depannya aku akan menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Kak Bian. Aduh, kok aku jadi merasa bersalah seperti ini sih.
"Dek..." aku melirik ke depan saat mendengar suaranya Kak Ayra. Eh, benar kan namanya Kak Ayra tadi. Wanita yang anggunnya sampai membuat mulutku menganga sampai tidak sadar ada lalat yang masuk satu genggam. Hadeh, kok aku ngomong ngawur-ngelantur nggak jelas seperti ini ya..
Orangnya sedang menatap Kak Bian dengan tajam. Sepertinya dia tidak suka mendengar ucapan Kak Bian yang meminta penjelasan dariku.
"Setiap orang memiliki masalah pribadi. Kamu tidak berhak untuk ikut campur dengan masalah orang lain. Kamu ini sudah gede juga, masih aja ngomong ketus sama orang."
Waaahh ... ternyata orangnya bijak kayak gini. Aduh, kok aku jadi malu sendiri ya..
Siapa aku yang mengusik perjalanan mereka. Tapi, tadi kan aku tidak berniat untuk nebeng. Siapa suruh Kak Bian menghampiriku dan memintaku untuk ikut dengannya.
Tiba-tiba mobil berhenti di depan sebuah Masjid. Sedang azan Asar ternyata. Aku mah nggak pernah memperdulikan hal itu. Tapi ... aku malu kalau tidak ikut turun untuk shalat bersama mereka.
"Kita shalat dulu ya, Dek. Nggak apa-apa kan?" Kak Ayra menatapku lembut.
"Eh, iya, Kak. Nggak apa-apa."
"Kalau kita sudah shalat, nanti bisa belanja dengan santai." Kak Ayra turun duluan. Si gembul masih nemplok tidur dalam gendongan ibunya. "Mm.. biar adeknya sama aku dulu, Kak. Nanti kita shalatnya gantian." Aku mencoba menawarkan karena kasihan melihatnnya.
"Alhamdulillah, terimakasih ya, Dek. Mudah-mudahan Adzra tidak bangun nanti." Kak Ayra menyerahkan Adzra kepadaku. Anak itu hanya menggeliat pelan lalu kembali terlelap. Aku langsung memeluknya hangat.
**********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments