Keturunan Sultan, kah?

Bian membuka jaketnya setelah memarkirkan kendaraannya di parkiran siswa. Ia melihat pantulan wajahnya di kaca spion mobilnya. Takutnya ada sesuatu yang mengusik ketampanannya dan membuatnya terlihat tidak sempurna.

Beberapa siswa yang sudah hadir melihat ke arah dua pria yang baru turun dari mobil itu. Bahkan banyak dari siswi yang tertegun melihat seorang Bian keluar dari mobil. Bian yang biasanya membawa motor Honda V**** versi lama, kini datang ke sekolah dengan mobil BMW I8 C****. Mobil itu adalah hadiah ulang tahunnya dari sang kakek saat usianya tepat tujuh belas tahun kemarin.

Bisik-bisik mulai terdengar karena semakin banyak siswa yang berkerumun melihat mobil ketua OSIS mereka. Bian mendesah karena tidak menyukai situasi itu. Dia paling benci melihat wanita berkerumun. Apalagi itu karena mereka mengagumi seorang pria.

"Nik, buruan ... kenapa malah diam disana?" Bian melirik kesal ke arah Niko yang masih berdiri bersandar di mobilnya.

"Eh, sekali-kali jadi pusat perhatian, itu menyenangkan, Bi." Niko berjalan santai mendekati Bian.

"But, I don't like it.." Bian melengos seraya berlalu meninggalkan Niko yang tertawa melihat kekesalannya.

"Gila, Bi. Sepertinya mobil lho itu mobil mahal deh. Lihat ekspresi para cewek tadi. Fans lho akan bertambah pesat kalau kayak gini." Niko terus berjalan mengikuti Bian yang berjalan cepat tanpa berniat menimpali ucapannya. Dia juga kagum melihat mobil itu. Ini adalah pertama kalinya Bian membawa mobil keren itu. Dia hanya beberapa kali membawa mobil ibunya dulu.

"Aku nggak butuh yang begituan, Nik. Lagian, aku juga nggak tau berapa harga mobil itu. Itu hanya hadiah ulang tahunku dari Kakek."

"What ...?!" Niko menganga lebar. "Ulang tahun aja lho dapat hadiah sekeren ini, Bi. Mm.. bagaimana kalau lho menikah nanti?"

"Dasar lu ..." Bian meletakkan tasnya di atas meja karena mereka sudah sampai di kelas. "Perjalanan masih panjang, Nik. Belum aja lulus SMA, lho udah memikirkan pernikahan."

"Hehehe... bercanda, Bi."

"Kita ke Kantin, yuk..." Bian mengeluarkan dompet dari dalam tasnya. Memasukkan ke dalam saku belakang celananya.

"Apa sebenarnya lho ini keturunan Sultan, Bi?" Niko menatap Bian dalam. Pertanyaan konyol itu tiba-tiba saja terlontar dari mulutnya.

Bian menghentikan langkahnya seraya berbalik menatap Niko. "Aku hanya anak manusia, Niko. Sama seperti kamu. Kita dilahirkan oleh wanita perkasa. Keturunan Sultan apaan? Makanan aja sama kayak kamu." Bian melengos seraya berlalu meninggalkan Niko. Niko tersenyum getir seraya berjalan cepat mengikuti Bian. Jika tidak mengikuti Bian, maka pria itu tidak akan mentraktirnya pagi ini. Makan barang gratisan dari Bian adalah hal yang hampir tidak pernah ia tinggalkan.

Niko mendengus saat melihat Amara yang tergesa menuju Kantin. "Cewek udik itu selalu aja seperti itu. Kucel ..."

"Jangan menilai orang dari luar saja, Nik. Oh iya, kamu mau ikut jalan-jalan nggak, nanti siang?"

"Jalan-jalan kemana?"

"Bilang, mau ikut atau tidak. Jangan bertanya mau kemana." Bian berkata dengan ekspresi datar. Ia menoleh saat melihat Khanza dan satu temannya yang lain ikut masuk ke Kantin mengikuti Amara.

Bian mendengar Amara memesan sesuatu. Tapi, ia sengaja duduk di bangku yang agak jauh dari ketiga gadis itu. Rasa penasarannya pada gadis itu semakin menjadi-jadi.

"Gila, Mara. Mak lampir itu menyiksa lu sampai kayak gini. Kalau gw pasti akan melaporkan dia ke polisi." Ameena berkata dengan berapi-api. " Bekas kukunya sampai nancap gini." Menyingkap rambut Amara yang menutupi luka di pipinya.

"Pakai plaster aja untuk menutupinya. Nanti gw temani lu memeriksanya." Khanza menatap temannya dengan prihatin. "Lu pasti menimpali omongannya ya, makanya sampai kayak gini."

Bian pindah tempat duduk agar bisa mendengar dengan lebih leluasa. Ketiga gadis itu tidak memperdulikan keberadaannya karena terlalu fokus pada Amara.

"Gw kan pulang telat kemarin. Pas gw pulang, Tante gw langsung menjewer telinga gw. Terus, dia nggak mau mendengar penjelasan gw sama sekali. Untung aja papa cepat pulang. Kalau telat sebentar saja, mungkin gw udah nggak sadarkan diri karena di siram air es oleh Tante."

Ameena melengos kesal. "Dapat dimana coba, papa lu wanita sekejam itu?"

"Udah ah, nggak usah bahas itu lagi. Aku mau menikmati sarapan dulu. Laparnya di tahan dari tadi malam. Muka gw kaku semalam gara-gara luka ini. Terus pas ke dapur, tidak ada makanan yang bisa dimakan untuk mengganjal perut. Za, gw pinjem uang lu hari ini ya. Besok gw ganti kalau papa sudah nggak marah lagi sama gw."

"Tidak usah diganti juga nggak apa-apa. Gw bayarin makanan lu patungan dengan Khanza. Lu makan aja yang kenyang biar ada tenaga untuk belajar nanti."

"Makasih ya, kalian berdua memang sahabat terbaik."

Bian menelan ludahnya mendengar cerita Amara. Ia memejamkan matanya menahan rasa kesal yang tiba-tiba memenuhi pikirannya. Kejadian yang sempat ia lihat kemarin kembali terngiang dalam ingatannya. Niko hanya menatapnya dengan tatapan bingung. Ia juga sedang menikmati setangkup roti tawar. Tetapi, roti itu sulit ia telan karena melihat ekspresi Bian yang berubah.

Tiba-tiba Bian bangkit dan langsung menuju kasir. "Bi, saya mau bayar makanan yang dimakan tiga gadis itu." Tangannya menunjuk asal ke arah Khanza, Amara dan Ameena. "Ditambah dengan teh hangat yang saya pesan tadi dan tiga tangkup roti tawar milik Niko." Bian menyerahkan selembar uang seratus ribuan pada Ibu Kantin. "Cukup atau masih kurang, Bi?"

"Cukup, Nak Bian. Ini malah susuknya masih banyak." Bu Kantin menyerahkan susuk untuk Bian.

"Bibi berikan saja yang lima puluh ribu itu untuk Amara ya. Jangan bilang kalau itu dari saya. Sisanya buat Bibi saja." Bian langsung berlalu. Ibu Kantin tersenyum sumringah. Bian selalu baik pada teman-temannya, itu yang membuatnya kagum pada pria itu.

Ibu Kantin mendekati Amara setelah Bian pergi. Ia memasukkan uang pemberian Bian ke saku baju Amara dan membisikkan sesuatu di telinga gadis itu.

"Waaahh ... Alhamdulillah, terimakasih, Bi. Mudah-mudahan malaikat itu selalu dilancarkan rizkinya. Ahahaha..." Amara menutup mulutnya. Ia sampai tidak bisa berkata-kata lagi saking senangnya.

"Ada apa, Mara?" Khanza dan Ameena bertanya serentak.

"Hahaha ... ada Malaikat yang berbaik hati membayarkan makanan kita." Amara menyuapkan satu sendok besar nasi ke dalam mulutnya."

Khanza dan Ameena saling tatap karena bingung. Mereka saling mengangkat bahu. Khanza kembali menatap Amara yang masih terlihat sangat bahagia dengan Rizki nomplok itu. Ia mengedarkan pandangannya untuk mencari seseorang yang mungkin melakukan hal itu. Tapi, tidak ada orang yang dimaksud hatinya di tempat itu.

********

"Kita mau kemana, Bi?" Niko terus mengekor di belakang Bian.

"Kamu pulang aja, Nik. Aku mau ke rumah Kakakku sebentar."

"Tadi pagi lho bilang mau mengajak gue mendatangi tempat yang gue tidak boleh menanyakan tempat apa itu."

"Diam!" Bian menyerahkan uang sepuluh ribu pada Niko. "Pakai uang itu untuk membayar ojol. Kamu nggak usah ikut aku kali ini."

"Ya elah jahat bener lu. Masa kasih gue ongkos cuman segini. Ini mah pas-pasan, Bi. Mana cukup untuk beli rokok satu batang nanti."

"Aku kan memang bilang untuk ongkos ojol, Nik. Aku nggak bilang mau kasih kamu uang jajan. Makanya jangan sok-sokan belajar merokok kalau untuk ongkos ojek aja kamu nggak punya uang. Udah pergi sana..!" Bian segera masuk ke dalam mobilnya karena melihat Khanza dan Amara sudah masuk ke dalam mobil. Bian sudah membulatkan tekadnya untuk mengikuti Khanza dan Amara.

Tapi ...

Di tengah perjalanan, mobil Bian dihentikan oleh sekelompok penjaga suruhan kakeknya.

"Ck ... ngapain sih mereka." Bian membuang nafas kasar. "Astagfirullah ..." mengusap wajahnya kasar seraya menggigit bibir bawahnya. Terpaksa membuka kaca mobil karena terus di gedor oleh pria bertubuh tegap yang selalu mengikutinya kemanapun dia pergi.

"Tuan Muda mau kemana?" Pria bertubuh tegap yang ternyata bernama Anton itu langsung melontarkan pertanyaan begitu Bian membuka kaca mobilnya.

"Pak Anton kayak nggak ada kerjaan aja ngikutin aku terus."

"Kerjaan saya memang menjaga Tuan. Arah kendaraan Tuan berlawanan arah dengan ruang Tuan. Itulah mengapa saya menghentikan kendaraan Tuan. Maaf membuat Tuan tidak nyaman."

"Saya cuma mau ke rumah teman, Pak Anton."

"Lebih baik Tuan pulang terlebih dahulu untuk minta izin pada Bu Santi."

"Saya udah minta izin lewat pesan, Pak."

"Tuan tidak membawa handphone. Lokasi handphone Tuan saat ini adalah rumah Tuan sendiri."

Bian berdecak kesal. Gagal sudah rencannya untuk bisa mengikuti Amara dan Khanza. Dia hampir lupa, kalau dirinya bukanlah seperti orang lain yang bisa berpergian semaunya.

*******

Terpopuler

Comments

Sadiah

Sadiah

sultan beda bian, kasian sama amara mudah²Ann penderitaan nya cepet berakhir..

2022-11-23

0

lihat semua
Episodes
1 Awal mula
2 Wanita ceroboh
3 Kamu membingungkan
4 Rencana
5 Keturunan Sultan, kah?
6 Diantar berobat seperti kencan
7 Perasaan berbunga-bunga Amara
8 Hidup tidak akan berarti kalau tidak shalat
9 Prasangka Amara
10 Percakapan singkat membuka sedikit tabir
11 Hidayah
12 Ternyata dia bermuka dua
13 Ketulusan
14 Cemburu atau apa?
15 Hadiah untuk orang yang tulus
16 Hidup Amara lebih berwarna
17 Kekesalan salah kaprah
18 Berubahlah karena Allah
19 Sifat Amara masih membingungkan
20 Mereka menggunjing Amara
21 Penderitaan Amara
22 Perlakuan Bian
23 Harus mengalah demi kebaikan
24 Dilema Bian
25 Nasehat untuk Amara
26 Ujian pertemanan
27 Penilaian Bian
28 Kebaikan seorang Bian
29 Pertikaian
30 Pertikaian part 2
31 Isi hati masing-masing
32 Kekhawatiran Bian
33 Di Apartemen Bian
34 Wanita rakus
35 I don't understand
36 Kacamata Besar Amara
37 Sahabat baru untuk Amara
38 Makanan galonnya tidak bergizi
39 Asiten Kak Ayra kepoan
40 Keputusan Amara
41 Adzra rindu berat
42 Canggung
43 Tidak mau menyakiti wanita
44 Reaksi Bian
45 Bersiap patah hati
46 Amara, beginilah rasanya
47 Amara masih galau
48 Salah diartikan
49 Kelembutan Ibu
50 Pesan dari Ibu
51 Bian Cemburu kah?
52 Gengsi dibilang cemburu
53 Pesona Seorang Bian
54 Salah jalur atau lupa jalur
55 Jangan pura-pura berubah
56 Pengakuan Bian
57 Akal cerdas Bian
58 Sikap Aneh Bian
59 Bian ingin bertemu
60 Akal Bulus Ameena
61 Pertemuan manis
62 Pertemuan manis sesungguhnya
63 Pertemuan Manis Sesungguhnya (part 2)
64 Satpam Menyebalkan
65 Soulmate
66 Arti Menjaga Versi Bian
67 Ameena yang banyak bicara
68 Terciduk
69 Terciduk 2
70 Kak Ayra Cerewet
71 Keterbukaan
72 Pertimbangan
73 Kedatangan Kakek dan Nenek
74 Sifat Asli Bian
75 Masakan Penuh Cinta
76 Tamu Tak Diundang Kena Mental
77 Ngaku Maco tapi KO
78 Tawakal pada Allah
79 Penentangan Bian
80 Rara ... kamu dimana?
81 Pertemuan dengan Calon Mertua
82 Ra, Nikah yuk!
83 Hadiah dari Kakek
84 Pesan Kakek untuk Amara
85 Kejutan untuk Bian
86 Cobaan untuk Bian
87 Keputusan Amara
88 Suasana baru
89 Ditindas Calon Kakak Ipar
90 Semua Bisa diperbaiki Selama Mau Belajar
91 Tragedi di Acara Makan Malam
92 Pertikaian Masih Berlanjut
93 Maafkan Aku, Ra
94 Sebuah Janji Setia
95 Sulit Menyembunyikan Semuanya
96 Surprise...
97 Kecewa Tingkat Dewa
98 Akhir dari Sebuah Drama
99 Dalam Masa Pemulihan
100 Kaku atau Malu
101 Pengobat Hati Penawar Rindu
102 Ketulusan
103 Datang tak dijemput Pulang tak diantar
104 Jangan Sentuh Milikku
105 Bukan Kesalahan tapi Kecelakaan
106 Pembicaraan Serius
107 Saling Menjaga Aset itu Penting
108 Nenek Pengacau
109 Tidak Selemah itu
110 Status Aman Selama Suami Masih Cinta
111 Kecurigaan Bian
112 Menemui Kakek
113 Amara...
114 Amara hilang
115 Allah Membayar Tunai
116 Tempat Asing
117 Perjuangan
118 Kebenaran untuk Myta
119 Ketegasan Bian
120 Seberkas Cahaya Harapan
121 Nomor Telepon Asing
122 Mencari Tau
123 Saran Daniel
124 Kecelakaan Pembawa Berkah
125 Kesalahan Daniel
126 Ajakan Bian
127 Kebahagiaan Bian
128 Kabar dari Orang-Orang Tersayang
129 Mengambil Pelajaran dari Daniel
130 Ilmu yang Utama, Wajah Tampan Hanya Pelengkap
131 Kakek Memprihatinkan
132 Amara Bimbang
133 Proses yang Tidak Mudah
134 Pengorbanan Demi Cinta
135 Perjuangan Daniel
136 Ketakutan Myta
137 Ada Apa dengan Bian
138 Omelan Pedas Chayra
139 Menuju Sidang Isbat
140 Sidang Isbat Penentuan Jumlah Mahar
141 Butuh Waktu Berdua
142 Akad Nikah
143 Kenyataan Pahit untuk Bian
144 Aku Suamimu, Ra
145 Bulan Madu di Rumah Sakit
146 Kekurangan Asupan Gizi
147 Perawatan Lengkap
148 One Night with You
149 One Night with You part 2
150 Sakitnya Berlaku untuk yang Pertama Kali Saja
151 Posesifnya over dosis
152 Kedatangan Tamu tak diundang
153 Pil Kontrasepsi
154 Masalahnya Tidak Sesimpel yang di Bayangkan
155 Kode Ingin Honeymoon
156 Salah diartikan
157 Berani Melawan
158 Kamu Tidak Bersalah, Ra
159 Kok Nenek yang Sewot
160 Keputusan Kakek
161 Bayangan Kehidupan Masa Depan
162 Wanita adalah Ratu dalam Rumah Tangga
163 Ikhtiarnya Belum Membuahkan Hasil
164 Dari Poweranger menjadi Powermanja
165 Kado Terindah untuk Bian
166 Surprise...
167 Belajar Menjadi Pawang Singa
168 Pesta Keluarga Akmal
169 Sakit tapi Tidak Berdarah
170 Menyepelekan Keadaan
171 Nasehat Ibu Mertua
172 Tanggung Akibatnya Sendiri
173 Ancaman Maut
174 Pengorbanan Seorang Sahabat
175 Memaafkan itu Indah
176 Lembaran Baru
177 Bian Manja Lagi
178 Wanita itu Ternyata Dia
179 Memiliki Cara Tersendiri
180 Kamu Menyebalkan
181 Membandingkan Dia dengan Kamu
182 Fakta di Balik Berita
183 Dia Benar-benar Putra Ari
184 Berdiskusi dengan Kepala Dingin
185 Ini adalah Bukti Sekaligus Hasil
186 Adu Kuat
187 Amara Sakit
188 Permintaan Aneh Amara
189 Perjuangan Seorang Suami
190 Perjuangan Seorang Suami Part 2
191 Karena Aku Mencintaimu
192 Rencana Terselubung Dua Pria
193 Butuh Waktu Berdua
194 Kamu Berarti untukku
195 Rencana Siapa?
196 Membalas Cerdas
197 Bukan Wanita Bersumbu Pendek
198 Bahagia itu Sederhana
199 Sarapan Sehat Ala Bian
200 Mau Menyalahkan Siapa?
201 Cerita di Balik Layar
202 Kenyataan Pahit untuk Bian
203 Kenyataan Pahit untuk Bian part 2
204 Ketegasan Bian
205 Tindakan Kakek
206 Keputusan yang Tidak Bisa di Gugat
207 Hadiah Kecil dari Kakek
208 Aqiqah Sekaligus Pemberian Nama
209 Perdebatan
210 Permohonan Edward
211 Berita Duka
212 Akan Indah pada Waktunya
213 Bertemu dengan Khanza
214 Permintaan Maaf Khanza
215 Buah dari Sebuah Kesabaran
216 Ektra Part
Episodes

Updated 216 Episodes

1
Awal mula
2
Wanita ceroboh
3
Kamu membingungkan
4
Rencana
5
Keturunan Sultan, kah?
6
Diantar berobat seperti kencan
7
Perasaan berbunga-bunga Amara
8
Hidup tidak akan berarti kalau tidak shalat
9
Prasangka Amara
10
Percakapan singkat membuka sedikit tabir
11
Hidayah
12
Ternyata dia bermuka dua
13
Ketulusan
14
Cemburu atau apa?
15
Hadiah untuk orang yang tulus
16
Hidup Amara lebih berwarna
17
Kekesalan salah kaprah
18
Berubahlah karena Allah
19
Sifat Amara masih membingungkan
20
Mereka menggunjing Amara
21
Penderitaan Amara
22
Perlakuan Bian
23
Harus mengalah demi kebaikan
24
Dilema Bian
25
Nasehat untuk Amara
26
Ujian pertemanan
27
Penilaian Bian
28
Kebaikan seorang Bian
29
Pertikaian
30
Pertikaian part 2
31
Isi hati masing-masing
32
Kekhawatiran Bian
33
Di Apartemen Bian
34
Wanita rakus
35
I don't understand
36
Kacamata Besar Amara
37
Sahabat baru untuk Amara
38
Makanan galonnya tidak bergizi
39
Asiten Kak Ayra kepoan
40
Keputusan Amara
41
Adzra rindu berat
42
Canggung
43
Tidak mau menyakiti wanita
44
Reaksi Bian
45
Bersiap patah hati
46
Amara, beginilah rasanya
47
Amara masih galau
48
Salah diartikan
49
Kelembutan Ibu
50
Pesan dari Ibu
51
Bian Cemburu kah?
52
Gengsi dibilang cemburu
53
Pesona Seorang Bian
54
Salah jalur atau lupa jalur
55
Jangan pura-pura berubah
56
Pengakuan Bian
57
Akal cerdas Bian
58
Sikap Aneh Bian
59
Bian ingin bertemu
60
Akal Bulus Ameena
61
Pertemuan manis
62
Pertemuan manis sesungguhnya
63
Pertemuan Manis Sesungguhnya (part 2)
64
Satpam Menyebalkan
65
Soulmate
66
Arti Menjaga Versi Bian
67
Ameena yang banyak bicara
68
Terciduk
69
Terciduk 2
70
Kak Ayra Cerewet
71
Keterbukaan
72
Pertimbangan
73
Kedatangan Kakek dan Nenek
74
Sifat Asli Bian
75
Masakan Penuh Cinta
76
Tamu Tak Diundang Kena Mental
77
Ngaku Maco tapi KO
78
Tawakal pada Allah
79
Penentangan Bian
80
Rara ... kamu dimana?
81
Pertemuan dengan Calon Mertua
82
Ra, Nikah yuk!
83
Hadiah dari Kakek
84
Pesan Kakek untuk Amara
85
Kejutan untuk Bian
86
Cobaan untuk Bian
87
Keputusan Amara
88
Suasana baru
89
Ditindas Calon Kakak Ipar
90
Semua Bisa diperbaiki Selama Mau Belajar
91
Tragedi di Acara Makan Malam
92
Pertikaian Masih Berlanjut
93
Maafkan Aku, Ra
94
Sebuah Janji Setia
95
Sulit Menyembunyikan Semuanya
96
Surprise...
97
Kecewa Tingkat Dewa
98
Akhir dari Sebuah Drama
99
Dalam Masa Pemulihan
100
Kaku atau Malu
101
Pengobat Hati Penawar Rindu
102
Ketulusan
103
Datang tak dijemput Pulang tak diantar
104
Jangan Sentuh Milikku
105
Bukan Kesalahan tapi Kecelakaan
106
Pembicaraan Serius
107
Saling Menjaga Aset itu Penting
108
Nenek Pengacau
109
Tidak Selemah itu
110
Status Aman Selama Suami Masih Cinta
111
Kecurigaan Bian
112
Menemui Kakek
113
Amara...
114
Amara hilang
115
Allah Membayar Tunai
116
Tempat Asing
117
Perjuangan
118
Kebenaran untuk Myta
119
Ketegasan Bian
120
Seberkas Cahaya Harapan
121
Nomor Telepon Asing
122
Mencari Tau
123
Saran Daniel
124
Kecelakaan Pembawa Berkah
125
Kesalahan Daniel
126
Ajakan Bian
127
Kebahagiaan Bian
128
Kabar dari Orang-Orang Tersayang
129
Mengambil Pelajaran dari Daniel
130
Ilmu yang Utama, Wajah Tampan Hanya Pelengkap
131
Kakek Memprihatinkan
132
Amara Bimbang
133
Proses yang Tidak Mudah
134
Pengorbanan Demi Cinta
135
Perjuangan Daniel
136
Ketakutan Myta
137
Ada Apa dengan Bian
138
Omelan Pedas Chayra
139
Menuju Sidang Isbat
140
Sidang Isbat Penentuan Jumlah Mahar
141
Butuh Waktu Berdua
142
Akad Nikah
143
Kenyataan Pahit untuk Bian
144
Aku Suamimu, Ra
145
Bulan Madu di Rumah Sakit
146
Kekurangan Asupan Gizi
147
Perawatan Lengkap
148
One Night with You
149
One Night with You part 2
150
Sakitnya Berlaku untuk yang Pertama Kali Saja
151
Posesifnya over dosis
152
Kedatangan Tamu tak diundang
153
Pil Kontrasepsi
154
Masalahnya Tidak Sesimpel yang di Bayangkan
155
Kode Ingin Honeymoon
156
Salah diartikan
157
Berani Melawan
158
Kamu Tidak Bersalah, Ra
159
Kok Nenek yang Sewot
160
Keputusan Kakek
161
Bayangan Kehidupan Masa Depan
162
Wanita adalah Ratu dalam Rumah Tangga
163
Ikhtiarnya Belum Membuahkan Hasil
164
Dari Poweranger menjadi Powermanja
165
Kado Terindah untuk Bian
166
Surprise...
167
Belajar Menjadi Pawang Singa
168
Pesta Keluarga Akmal
169
Sakit tapi Tidak Berdarah
170
Menyepelekan Keadaan
171
Nasehat Ibu Mertua
172
Tanggung Akibatnya Sendiri
173
Ancaman Maut
174
Pengorbanan Seorang Sahabat
175
Memaafkan itu Indah
176
Lembaran Baru
177
Bian Manja Lagi
178
Wanita itu Ternyata Dia
179
Memiliki Cara Tersendiri
180
Kamu Menyebalkan
181
Membandingkan Dia dengan Kamu
182
Fakta di Balik Berita
183
Dia Benar-benar Putra Ari
184
Berdiskusi dengan Kepala Dingin
185
Ini adalah Bukti Sekaligus Hasil
186
Adu Kuat
187
Amara Sakit
188
Permintaan Aneh Amara
189
Perjuangan Seorang Suami
190
Perjuangan Seorang Suami Part 2
191
Karena Aku Mencintaimu
192
Rencana Terselubung Dua Pria
193
Butuh Waktu Berdua
194
Kamu Berarti untukku
195
Rencana Siapa?
196
Membalas Cerdas
197
Bukan Wanita Bersumbu Pendek
198
Bahagia itu Sederhana
199
Sarapan Sehat Ala Bian
200
Mau Menyalahkan Siapa?
201
Cerita di Balik Layar
202
Kenyataan Pahit untuk Bian
203
Kenyataan Pahit untuk Bian part 2
204
Ketegasan Bian
205
Tindakan Kakek
206
Keputusan yang Tidak Bisa di Gugat
207
Hadiah Kecil dari Kakek
208
Aqiqah Sekaligus Pemberian Nama
209
Perdebatan
210
Permohonan Edward
211
Berita Duka
212
Akan Indah pada Waktunya
213
Bertemu dengan Khanza
214
Permintaan Maaf Khanza
215
Buah dari Sebuah Kesabaran
216
Ektra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!