Cinta Sang Psikopat
Raiden Al Farez adalah pemuda yang baru menginjak usia 19 tahun. Dia adalah sosok pemuda yang dingin dan arogan. Di kampusnya banyak sekali gadis-gadis yang berusaha mendekatinya, tapi Raiden selalu tak acuh. Karena baginya, wanita itu merepotkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, Raiden seperti memiliki kepribadian ganda, Ia akan berubah menjadi pemuda yang penuh perhatian jika sedang berada di tengah keluarganya. Kini dia menetap di negara Adidaya.
Raiden tipe pria yang selalu cuek dengan lingkungan di sekitarnya apalagi dengan kehadiran para gadis yang mencoba mencuri perhatiannya. Bagi Raiden, cukuplah ibu dan kakaknya yang menjadi wanita terpenting di hidupnya.
Namun, setelah dia bertemu Zafia, semua kebekuan dan sifat dingin Raiden perlahan-lahan mulai mencair. Meski sebenarnya hubungan keduanya rumit, tapi Raiden tak peduli. Bagi Raiden, Zafia adalah gadis istimewa.
Zafia sendiri adalah seorang gadis berusia 19 tahun. Usianya bahkan lebih tua beberapa bulan dari Raiden. Zafia adalah adik satu ibu dari kakak perempuan Raiden yaitu Zafrina.
Zafia mampu membuat Raiden bertingkah konyol dan cari perhatian. Seperti pagi ini, hanya karena semalaman chatnya tidak dibalas oleh Zafia, Raiden mendatangi apartemen Zafia dengan sebuket bunga di tangannya.
Zafia yang semalaman belum tidur menutup telinganya dengan bantal, karena merasa terganggu dengan bunyi bel apartemennya.
Matanya masih setengah terpejam, tapi hatinya terus merutuki dalam hati, siapa gerangan tamu tak diundang yang mengganggu tidurnya pagi ini.
Bunyi bel pintu tak lagi terdengar. Namun, suaranya berubah menjadi gedoran yang cukup mengganggu. Dengan malas Zafia bangun dari ranjangnya dan berjalan dengan malas menuju pintu.
Saat pintu terbuka, wajah Zafia sudah berhadapan langsung dengan buket yang dibawa oleh Raiden.
"Untukmu," ujar Raiden dengan tubuh setengah menerobos masuk apartemen Zafia. Zafia menghela napas panjang melihat tingkah Raiden. Setelah menutup pintu, Zafia menyusul Raiden dengan membawa buket di tangannya.
"Kamu ngapain sih, pagi-pagi kesini. Aku mau menikmati hari libur ku, Ray."
"Aku khawatir, kamu sejak semalam sulit dihubungi."
"Kamu tahu kan aku sibuk?" Zafia duduk di samping Raiden, pria itu bertingkah seolah berada di apartemennya sendiri. Dia mengambil remot televisi dan menyalakannya.
"Sesibuk apapun kamu, jangan mengabaikan panggilan dariku. Aku benar-benar cemas. Kakak menitipkan dirimu padaku. Jangan abaikan panggilanku."
"Raiden, di samping apartemen ini, ada kak Zafa yang tinggal di sana. Apa yang perlu kamu khawatirkan?"
"Dirimu. Aku mengkhawatirkan dirimu. Aku khawatir sakitmu kambuh, aku khawatir kamu kurang istirahat lalu sakit, jadi aku mohon beri aku kabar."
Zafia hanya diam mendengar ucapan Raiden itu. Baginya Raiden itu terlalu berlebihan, tapi Zafia juga tidak tega menolak kebaikan Raiden.
Zafia meletakkan buket bunganya dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Melihat hal itu, Raiden menarik kepala Zafia dengan lembut dan membaringkan nya di atas pangkuannya.
"Kamu tidak takut pacarmu marah?"
"Aku tidak punya pacar. Kalau pun nanti ada, aku mau itu kau, Fia."
"Bercandamu itu engga lucu. Kita ini saudara."
"Aku tidak mau jadi saudaramu. Aku mau jadi kekasihmu."
"Terserah," ujar Zafia dengan mata yang mulai terpejam erat. Dia benar-benar sangat ngantuk sekali. Napasnya mulai terdengar berhembus teratur. Raiden tersenyum sembari mengusap surai rambut Zafia.
"Kapan kau akan menganggapku serius, Fia?"
Raiden akhirnya ikut terpejam. Satu tangannya masih berada di rambut Zafia sedang tangan yang lain menggenggam jemari Zafia.
Keduanya jatuh ke alam mimpi, sampai-sampai tanpa sadar mereka tidur selama 5 jam.
Raiden terbangun karena mendengar dering ponselnya. Dengan malas dia mengangkat panggilan yang entah dari siapa. Raiden tak melihat nama si pemanggil.
"Halo, ada apa menghubungiku?"
"Apa? siapa yang berani menyerang?"
"Baiklah, aku akan segera kesana."
Raiden menggenggam erat ponselnya. Sorot matanya memancarkan kemarahan. Zafia membuka mata dan menatap Raiden dari bawah.
"Apa terjadi sesuatu?"
"Hmm, ya. Sepertinya malam ini aku tidak jadi menemanimu. Aku harus mengurus tikus-tikus itu."
"Tidak bisakah kamu berhenti saja dari duniamu itu?"
"Aku punya banyak anak buah yang harus aku pikirkan nasibnya."
"Jika ini mengenai pekerjaan, aku bisa membantumu. Mereka juga punya keluarga yang butuh perhatian juga. Lagi pula jangan sampai kamu kenapa-kenapa, kak Inna pasti sedih kalau terjadi sesuatu yang buruk denganmu," kata Zafia.
"Bagaimana denganmu? apa kamu juga akan sedih jika terjadi sesuatu padaku?"
"Tentu saja, kamu adalah saudara kakakku. Itu artinya kamu juga saudaraku."
"Aku tidak mau. Aku mau hubungan kita lebih dari saudara," ujar Raiden, dia menarik kepala Zafia yang berada di pangkuannya dan Raiden membenamkan ciuman dalam di bibir Zafia.
Gadis itu menahan napas. Matanya melebar mendapat ciuman dadakan dari Raiden. Setelah Raiden mengurai ciumannya, Zafia langsung duduk dan memukul lengan Raiden dengan keras.
"Beraninya kamu!!" ujar Zafia kesal sembari menunjuk wajah Raiden.
"Kamu milikku. Jika ada yang berani mendekatimu, aku akan pastikan akan ada pertumpahan darah. Aku pergi dulu, mi amore."
Raiden pergi begitu saja meninggalkan Zafia yang masih terpaku di sofa. Sungguh hatinya kesal dengan kelakuan Raiden yang seenaknya sendiri, tapi sialnya dirinya juga tidak bisa menolak semua perlakuan Raiden padanya.
Zafia masuk ke kamar untuk mandi. Dia juga perlu makan untuk bisa berpikir jernih. Sepertinya terus terusan berada di dekat Raiden bisa membuat syaraf otaknya tidak bekerja dengan maksimal.
***
Raiden telah tiba di markas besar King Devils. King Devils sendiri adalah sebuah kelompok mafia yang dibangun ayahnya dulu saat masih muda dan kini mau tak mau Raiden harus mewarisi tahta penerus pemimpin King Devils. Buruknya lagi, tak hanya warisan tahta pemimpin klan mafia itu yang di dapat Raiden. Dia juga memiliki sisi jiwa Psikopat yang sulit dia kendalikan.
"Berapa orang?"
"Tiga, Bos."
"Dari kelompok mana?"
"Black Eagle. Kelompok mereka dulu juga pernah berseteru dengan White Tiger."
Raiden masuk ke ruang eksekusi. Tiga pria tergantung terbalik di ruangan itu dalam keadaan pingsan.
"Guyur mereka," Perintah Raiden.
Salah seorang anak buah Raiden mengambil ember air dan mengguyurkannya pada ketiga orang itu.
Tiga orang tadi gelagapan. Apalagi posisi mereka terbalik begitu. sebagian air masuk ke hidung mereka.
Ketiga orang itu menatap Raiden dengan wajah tak gentar. Raiden tersenyum tipis.
"Siapa yang menyuruh kalian?"
"Kami tidak akan katakan?"
"Apakah bandot tua itu? David?"
"Kami tidak akan katakan apapun padamu."
"Oh begitu, Raiden mengambil pedangnya. Bunyi gesekan ujung pedang yang diseret itu membuat siapapun yang mendengarnya merasa merinding.
"Tidak mau mengatakannya, ya?" Raiden mengangkat pedangnya yang panjangnya hampir mencapai 1 meter. Pedang yang besarnya melebihi katana itu tampak berkilau di depan ketiga penyerang tadi.
"D-david. Tuan David yang menyuruh kami."
Raiden menyeringai, "Tarik lidah mereka," perintah Raiden. Ketiga pria penyerang tadi seketika memberontak, tapi karena tangan dan kaki mereka terikat, mereka hanya bisa meronta.
Raiden keluar dari ruangan itu dengan menyeret pedangnya yang sudah berlumur darah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Rita
sadisss
2024-10-08
0
Rita
blm apa2 dah bucin n posesif, mampir thor
2024-10-08
0
Bola nasi
author nya keren sekali, dr semua cerita dengan beda judul tp semua masih nyambung, dengan cerita romansa mereka sendiri2/Smile//Smile/
2024-10-06
0