NovelToon NovelToon

Cinta Sang Psikopat

Bab 1. Raiden Al Farez

Raiden Al Farez adalah pemuda yang baru menginjak usia 19 tahun. Dia adalah sosok pemuda yang dingin dan arogan. Di kampusnya banyak sekali gadis-gadis yang berusaha mendekatinya, tapi Raiden selalu tak acuh. Karena baginya, wanita itu merepotkan.

Dalam kehidupan sehari-hari, Raiden seperti memiliki kepribadian ganda, Ia akan berubah menjadi pemuda yang penuh perhatian jika sedang berada di tengah keluarganya. Kini dia menetap di negara Adidaya.

Raiden tipe pria yang selalu cuek dengan lingkungan di sekitarnya apalagi dengan kehadiran para gadis yang mencoba mencuri perhatiannya. Bagi Raiden, cukuplah ibu dan kakaknya yang menjadi wanita terpenting di hidupnya.

Namun, setelah dia bertemu Zafia, semua kebekuan dan sifat dingin Raiden perlahan-lahan mulai mencair. Meski sebenarnya hubungan keduanya rumit, tapi Raiden tak peduli. Bagi Raiden, Zafia adalah gadis istimewa.

Zafia sendiri adalah seorang gadis berusia 19 tahun. Usianya bahkan lebih tua beberapa bulan dari Raiden. Zafia adalah adik satu ibu dari kakak perempuan Raiden yaitu Zafrina.

Zafia mampu membuat Raiden bertingkah konyol dan cari perhatian. Seperti pagi ini, hanya karena semalaman chatnya tidak dibalas oleh Zafia, Raiden mendatangi apartemen Zafia dengan sebuket bunga di tangannya.

Zafia yang semalaman belum tidur menutup telinganya dengan bantal, karena merasa terganggu dengan bunyi bel apartemennya.

Matanya masih setengah terpejam, tapi hatinya terus merutuki dalam hati, siapa gerangan tamu tak diundang yang mengganggu tidurnya pagi ini.

Bunyi bel pintu tak lagi terdengar. Namun, suaranya berubah menjadi gedoran yang cukup mengganggu. Dengan malas Zafia bangun dari ranjangnya dan berjalan dengan malas menuju pintu.

Saat pintu terbuka, wajah Zafia sudah berhadapan langsung dengan buket yang dibawa oleh Raiden.

"Untukmu," ujar Raiden dengan tubuh setengah menerobos masuk apartemen Zafia. Zafia menghela napas panjang melihat tingkah Raiden. Setelah menutup pintu, Zafia menyusul Raiden dengan membawa buket di tangannya.

"Kamu ngapain sih, pagi-pagi kesini. Aku mau menikmati hari libur ku, Ray."

"Aku khawatir, kamu sejak semalam sulit dihubungi."

"Kamu tahu kan aku sibuk?" Zafia duduk di samping Raiden, pria itu bertingkah seolah berada di apartemennya sendiri. Dia mengambil remot televisi dan menyalakannya.

"Sesibuk apapun kamu, jangan mengabaikan panggilan dariku. Aku benar-benar cemas. Kakak menitipkan dirimu padaku. Jangan abaikan panggilanku."

"Raiden, di samping apartemen ini, ada kak Zafa yang tinggal di sana. Apa yang perlu kamu khawatirkan?"

"Dirimu. Aku mengkhawatirkan dirimu. Aku khawatir sakitmu kambuh, aku khawatir kamu kurang istirahat lalu sakit, jadi aku mohon beri aku kabar."

Zafia hanya diam mendengar ucapan Raiden itu. Baginya Raiden itu terlalu berlebihan, tapi Zafia juga tidak tega menolak kebaikan Raiden.

Zafia meletakkan buket bunganya dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Melihat hal itu, Raiden menarik kepala Zafia dengan lembut dan membaringkan nya di atas pangkuannya.

"Kamu tidak takut pacarmu marah?"

"Aku tidak punya pacar. Kalau pun nanti ada, aku mau itu kau, Fia."

"Bercandamu itu engga lucu. Kita ini saudara."

"Aku tidak mau jadi saudaramu. Aku mau jadi kekasihmu."

"Terserah," ujar Zafia dengan mata yang mulai terpejam erat. Dia benar-benar sangat ngantuk sekali. Napasnya mulai terdengar berhembus teratur. Raiden tersenyum sembari mengusap surai rambut Zafia.

"Kapan kau akan menganggapku serius, Fia?"

Raiden akhirnya ikut terpejam. Satu tangannya masih berada di rambut Zafia sedang tangan yang lain menggenggam jemari Zafia.

Keduanya jatuh ke alam mimpi, sampai-sampai tanpa sadar mereka tidur selama 5 jam.

Raiden terbangun karena mendengar dering ponselnya. Dengan malas dia mengangkat panggilan yang entah dari siapa. Raiden tak melihat nama si pemanggil.

"Halo, ada apa menghubungiku?"

"Apa? siapa yang berani menyerang?"

"Baiklah, aku akan segera kesana."

Raiden menggenggam erat ponselnya. Sorot matanya memancarkan kemarahan. Zafia membuka mata dan menatap Raiden dari bawah.

"Apa terjadi sesuatu?"

"Hmm, ya. Sepertinya malam ini aku tidak jadi menemanimu. Aku harus mengurus tikus-tikus itu."

"Tidak bisakah kamu berhenti saja dari duniamu itu?"

"Aku punya banyak anak buah yang harus aku pikirkan nasibnya."

"Jika ini mengenai pekerjaan, aku bisa membantumu. Mereka juga punya keluarga yang butuh perhatian juga. Lagi pula jangan sampai kamu kenapa-kenapa, kak Inna pasti sedih kalau terjadi sesuatu yang buruk denganmu," kata Zafia.

"Bagaimana denganmu? apa kamu juga akan sedih jika terjadi sesuatu padaku?"

"Tentu saja, kamu adalah saudara kakakku. Itu artinya kamu juga saudaraku."

"Aku tidak mau. Aku mau hubungan kita lebih dari saudara," ujar Raiden, dia menarik kepala Zafia yang berada di pangkuannya dan Raiden membenamkan ciuman dalam di bibir Zafia.

Gadis itu menahan napas. Matanya melebar mendapat ciuman dadakan dari Raiden. Setelah Raiden mengurai ciumannya, Zafia langsung duduk dan memukul lengan Raiden dengan keras.

"Beraninya kamu!!" ujar Zafia kesal sembari menunjuk wajah Raiden.

"Kamu milikku. Jika ada yang berani mendekatimu, aku akan pastikan akan ada pertumpahan darah. Aku pergi dulu, mi amore."

Raiden pergi begitu saja meninggalkan Zafia yang masih terpaku di sofa. Sungguh hatinya kesal dengan kelakuan Raiden yang seenaknya sendiri, tapi sialnya dirinya juga tidak bisa menolak semua perlakuan Raiden padanya.

Zafia masuk ke kamar untuk mandi. Dia juga perlu makan untuk bisa berpikir jernih. Sepertinya terus terusan berada di dekat Raiden bisa membuat syaraf otaknya tidak bekerja dengan maksimal.

***

Raiden telah tiba di markas besar King Devils. King Devils sendiri adalah sebuah kelompok mafia yang dibangun ayahnya dulu saat masih muda dan kini mau tak mau Raiden harus mewarisi tahta penerus pemimpin King Devils. Buruknya lagi, tak hanya warisan tahta pemimpin klan mafia itu yang di dapat Raiden. Dia juga memiliki sisi jiwa Psikopat yang sulit dia kendalikan.

"Berapa orang?"

"Tiga, Bos."

"Dari kelompok mana?"

"Black Eagle. Kelompok mereka dulu juga pernah berseteru dengan White Tiger."

Raiden masuk ke ruang eksekusi. Tiga pria tergantung terbalik di ruangan itu dalam keadaan pingsan.

"Guyur mereka," Perintah Raiden.

Salah seorang anak buah Raiden mengambil ember air dan mengguyurkannya pada ketiga orang itu.

Tiga orang tadi gelagapan. Apalagi posisi mereka terbalik begitu. sebagian air masuk ke hidung mereka.

Ketiga orang itu menatap Raiden dengan wajah tak gentar. Raiden tersenyum tipis.

"Siapa yang menyuruh kalian?"

"Kami tidak akan katakan?"

"Apakah bandot tua itu? David?"

"Kami tidak akan katakan apapun padamu."

"Oh begitu, Raiden mengambil pedangnya. Bunyi gesekan ujung pedang yang diseret itu membuat siapapun yang mendengarnya merasa merinding.

"Tidak mau mengatakannya, ya?" Raiden mengangkat pedangnya yang panjangnya hampir mencapai 1 meter. Pedang yang besarnya melebihi katana itu tampak berkilau di depan ketiga penyerang tadi.

"D-david. Tuan David yang menyuruh kami."

Raiden menyeringai, "Tarik lidah mereka," perintah Raiden. Ketiga pria penyerang tadi seketika memberontak, tapi karena tangan dan kaki mereka terikat, mereka hanya bisa meronta.

Raiden keluar dari ruangan itu dengan menyeret pedangnya yang sudah berlumur darah.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bab 2. Musuh Cinta

Seusai makan, Zafia memutuskan untuk mendatangi apartemen kakaknya yang ada di samping apartemen yang dia tinggali.

Zafia menekan bel berulang-ulang, tapi pintu apartemen kakaknya tak kunjung terbuka.

"Huh, kakak kemana sih? Pasti keluar dengan kak Alexa lagi.

Zafia menghentakkan kakinya kesal. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk pergi jalan-jalan, waktu menunjukkan pukul 2 siang waktu Amerika.

Zafia memutuskan untuk berjalan-jalan di Cape Cod Beaches, Cape Cod Beach merupakan semenanjung yang bentuknya menyerupai kait yang dilindungi oleh teluk Cape Cod. Tempat ini mempunyai garis pantai dengan panjang yang mencapai sekitar 560 mil. Lokasinya populer dengan pantai pasir putihnya sehingga cocok menjadi tempat untuk berjemur.

Tidak hanya untuk menikmati keindahan laut saja, di sana rupanya juga banyak tempat makan yang menyajikan menu-menu yang menggugah selera.

Zafia ingin melewati waktunya sendiri kali ini. Dia sengaja mematikan ponselnya karena tak ingin diganggu oleh siapapun termasuk Raiden.

Tapi siapa sangka di sana dia malah bertemu dengan Ferran dan sepupunya.

"Hai, kamu di sini juga?" tanya Zafia sembari duduk bergabung dengan temannya itu.

Ferran adalah salah satu sahabat Zafia yang sebenarnya memiliki rasa untuk Zafia. Namun, meskipun mengetahui hal itu, Zafia memilih pura-pura bodoh. Dia tidak mau persahabatannya rusak karena sebuah rasa.

"Yah, Carlos dan Edmund ingin berjalan-jalan kemari sebelum kembali pulang ke Swiss."

"Apa kalian menikmati liburannya?

" Ya, begitulah, tapi Ferran terlalu sibuk. Kami tidak pergi kemana pun selain ke pantai ini."

"Kenapa tidak ambil cuti saja?" tanya Zafia pada Ferran.

"Jika aku cuti siapa yang membantumu."

"Masih ada yang lainnya, kamu jangan terlalu membebani dirimu dengan tanggung jawab yang aku berikan padamu."

"Aku tidak terbebani, Fia. Aku menikmatinya."

Zafia tersenyum tipis. Mereka akhirnya mengobrol sambil bertukar cerita. Namun, tanpa diduga oleh Zafia. Raiden sudah berdiri di belakang Zafia dan memandang Ferran dan kedua sepupunya dengan tatapan tajam.

Jangan ditanya bagaimana Raiden bisa tahu di mana Zafia berada. Pria itu menempatkan bodyguard bayangan khusus untuk gadisnya itu.

"Kamu kok sendirian kesini, engga nunggu aku?" Raiden mengalungkan tangannya di leher Zafia. Ferran mendengus kesal. Saingan cintanya selalu muncul disaat-saat yang tidak dia inginkan.

"Eh, katanya engga bisa nemenin aku."

"Urusan receh ku sudah selesai."

Raiden masih berdiri di samping Zafia. Pria itu tampak tak acuh. Dia mengabaikan keberadaan Ferran dan sepupu-sepupunya.

"Kita cari tempat duduk lain. Di sana sepertinya lebih bagus."

Zafia hanya bisa manut dengan semua intruksi Raiden. Jangan sampai gara-gara dirinya Raiden harus baku hantam dengan Ferran.

"Aku kesana dulu, ya. Have fun."

Raiden dan Zafia akhirnya meninggalkan meja Ferran. Pemuda itu membawa Zafia duduk menghadap ke arah laut.

"Kok bisa sampai di sini?"

"Karena kucing nakalku mulai mencari masalah."

"Kucing nakal? masalah? maksudmu?"

"Kamu itu kucing nakalku dan kamu sedang tebar pesona dengan mereka. Itu artinya kamu sedang mencari masalah."

Zafia hanya geleng kepala. Dia disamakan dengan kucing dan Raiden bilang dia sedang tebar pesona. Oh ayolah, dia merasa Raiden sangat-sangat posesif sekali terhadapnya.

"Jelas-jelas kami hanya mengobrol, dari mananya aku tebar pesona?"

"Kamu diam saja sudah membuat mata temanmu bercahaya. Itu artinya kamu tebar pesona."

"Terserah padamu."

Zafia memilih diam dan menyalakan ponselnya. Percuma saja dia matikan ponselnya, pada kenyataannya Raiden dengan mudah bisa menemukannya.

Raiden merebut ponsel Zafia dan mengantonginya. Dia menarik wajah Zafia dan kembali menyematkan ciuman sesuka hatinya.

Ferran yang masih berada di sana membelalakkan matanya. Tangannya seketika terkepal kuat.

"Brengs*k," umpat Ferran.

Sementara itu Zafia juga terbelalak kaget. Raiden selalu saja begini.

"Kau hanya milikku, Fia," desis Raiden.

"Jangan sembarangan mencium bibirku," protes Zafia.

"Kenapa memangnya? Aku sudah bilang pada papamu dan papiku. Jika aku mau kamu menjadi milikku.

"Tapi aku tidak mau, jadi berhentilah terus memaksakan kehendakmu padaku," ujar Zafia. Matanya kini sudah berkaca-kaca. Dia tidak mau kasar pada Raiden karena Raiden adalah adik dari kakaknya, Zafrina, tapi Raiden selalu saja melakukan sesuatu yang membuat dirinya marah.

"Aku tidak menerima penolakan, Fia."

"Kau gila, benar-benar gila."

"Ya, anggap saja aku memang seperti itu dan kau adalah tawanan cintaku. Kau tidak akan bisa melepaskan diri dariku, Fia."

Seorang pelayan datang membawa buku menu. Raiden membukanya dan memesan beberapa makanan untuknya dan juga Zafia. Zafia tampak membuang muka kesal Raiden hanya tersenyum tipis melihat tingkah Zafia.

"Jangan membuang muka seperti itu, Baby. Itu tidak sopan," ujar Raiden. Namun, Zafia tidak mengindahkan ucapan Raiden. Akhirnya Raiden mendesah berat.

"Baiklah, aku minta maaf, Ok."

Raiden kembali menarik wajah Zafia dan menangkupnya. "Aku minta maaf, Ok. Jangan buat aku cemburu lagi. Aku tidak suka melihatmu berbicara dengan laki-laki lain."

"Raiden, Ferran adalah temanku."

"Dia memang temanmu, tapi dia juga menaruh hati padamu. Aku tidak suka cara dia memandangmu."

"Aku tidak bisa melarang siapapun yang ingin menatapku. Jangan berlebihan seperti itu. Kau membuatku sulit bernapas karena keposesifanmu."

Zafia terdiam saat pelayan datang sembari membawa pesanan Raiden tadi.

"Minumlah, dulu. Aku akan mengurangi keposesifanku 2% nanti." Raiden menyerahkan segelas minuman soda pada Zafia. Zafia hanya mendengus mendengar ucapan Raiden itu.

"2% yang benar saja," batin Zafia.

Hubungan Zafia dan Raiden memang tidak seperti pasangan kekasih pada umumnya. Zafia merasa Raiden tidak pernah menyatakan perasaannya pada dirinya. Raiden hanya terus mengatakan jika Zafia adalah miliknya, siapapun tidak boleh mendekat atau memilikinya,

Raiden adalah pria paling posesif yang Zafia kenal. Bahkan suami dari kakaknya tidak ada yang seperti itu. Zayn juga posesif pada Judy, tapi kadarnya normal. Hanya Raiden yang diambang batas wajar menurut Zafia.

Raiden memotong steak yang dia pesan tadi dan lalu meletakkannya di depan Zafia.

"Makanlah, untuk melawan ku kau perlu tenaga, Baby."

Tanpa ada penolakan, Zafia menuruti perintah Raiden. Dia makan dengan tenang. Raiden lagi-lagi tersenyum. Dia mengambil gelas cola Zafia dan meminumnya.

Seusai makan, Raiden membawa Zafia pulang, saat melewati meja Ferran, Raiden menghadang pandangan Zafia agar gadis itu tidak menyapa Ferran.

Zafia hanya mendengus menanggapi keposesifan Raiden.

Raiden berhenti di samping motor sportnya. Dia nengambil satu helm yang tertaut di stang motornya dan memakaikannya di kepala Zafia.

"Helmnya hanya ada satu, kamu saja yang pakai," ujar Zafia.

"Kamu saja yang pakai, aku tidak mungkin memakai helm sementara kamu tidak. Jadi sebaiknya kamu yang gunakan helm ini."

Raiden naik ke atas motor, Saat Zafia naik, Raiden membantu menahan tangan Zafia hingga gadis itu berada di boncengannya. Raiden menarik tangan Zafia dan melingkarkan tangan Zafia di pinggangnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bab 3. Mendapat Serangan

Setibanya di basemen apartemen Zafia, keduanya turun dari motor. Raiden berjalan sembari mengaitkan sebelah tangannya di bahu Zafia.

Raiden merasa ada yang mengawasinya, tapi sebisa mungkin dia bersikap tenang. Namun, saat Raiden dan Zafia menunggu Lift menuju basemen terbuka, tiba-tiba seorang pria berpakaian serba hitam, berlari dengan cepat mengarahkan sebuah pisau pada Zafia.

Raiden yang sudah menyadari keberadaan orang itu seketika menendang tangan orang itu. Zafia dengan sigap berbalik. Ia melihat sebuah pisau lipat tergeletak di lantai, Raiden mendekati pria itu dan mulai menghajarnya dengan membabi buta. Jika saja penyerang itu mengarah dirinya mungkin dia tidak akan semarah ini.

Zafia diam melihat Raiden menghajar pria itu, dia lantas mengambil ponselnya dan menghubungi kakaknya Zafa. Beruntung panggilannya kini langsung tersambung.

"Aku butuh bantuanmu, Kak. Ada yang menyerang kami. Kami berada di depan lift basemen. Tolong kacaukan cctvnya. Jangan sampai Raiden bermasalah."

"Terima kasih, Kak."

Zafia menutup teleponnya. Dia melihat Raiden menindih pria itu. Pria yang hampir menyerangnya tadi terkapar tak berdaya.

"Ray, stop!"

"Dia hampir mencelakaimu, Baby."

"Tapi aku baik-baik saja sekarang. Hubungi orangmu sekarang untuk membawanya. Kakakku sudah mengacau CCTV di lantai ini."

Meskipun kesal, Raiden akhirnya melepas pria itu, dia menghubungi anak buahnya untuk meringkus pria penyerang itu.

Tak berapa lama, dua orang anak buah Raiden datang dengan membawa mobil mini van.

"Bos," sapa kedua anak buah Raiden.

"Bawa orang itu ke markas."

Raiden langsung kembali merangkul bahu Zafia setelah memberikan perintah pada anak buahnya. Zafia hanya diam, tapi raut wajahnya menampakkan kecemasan.

"Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa," jawab Zafia singkat.

"Kau tidak pandai berbohong kucing nakal."

"Aku bukan kucing nakal. Namaku Zafia."

"Zafia si kucing nakal," ujar Raiden sambil menyeringai.

"Jika masih menyebutku kucing nakal, aku tidak akan ijinkan kamu masuk ke apartemenku lagi," ancam Zafia.

Raiden terkekeh sembari ngusap puncak kepala Zafia. Dia semakin senang jika melihat Zafia memasang wajah kesal.

Setibanya di dalam apartemen Zafia langsung masuk ke kamarnya. Dia ingin membersihkan diri terlebih dahulu. Raiden duduk di sofa di ruang tamu. Di dalam kamar mandi, Zafia terus kepikiran dengan keselamatan Raiden. Sepertinya musuh Raiden semakin banyak. Bahkan kini ada yang menguntit sampai ke apartemennya. Zafia bukan takut akan keselamatannya, tapi dia terus kepikiran dengan keselamatan Raiden yang bisa terancam sewaktu-waktu.

Sangking tidak fokusnya Zafia menuang sabun di kepalanya.

"Oh, D*mn," gerutu Zafia. Dia segera membilas sabun yang ada di kepalanya. Zafia mulai membangun kesadarannya kembali. Dia akhirnya menyelesaikan mandinya secara kilat.

Zafia keluar dari kamar sembari membawa tablet dan laptopnya. Raiden melirik nya sekilas, tapi dia lalu kembali sibuk menonton televisi yang sedang menayangkan pertandingan sepak bola.

"Kau mau makan lagi?" tanya Zafia pada Raiden.

"Kita pesan pizza dan cola saja."

"Terlalu banyak minuman bersoda tidak bagus untuk kesehatanmu."

"Lalu minuman apa yang cocok untukku?" tanya Raiden.

"Susu," jawab Zafia. Namun, Zafia tidak menyadari Raiden menyeringai mendengar jawaban Zafia.

"Susu ya? sayangnya aku tidak suka susu sapi," kata Raiden sembari terus menatap Zafia.

"Lalu susu apa yang kamu suka?"

"Your milk."

Zafia seketika menatap Raiden tajam, sedangkan Raiden terbahak-bahak melihat reaksi Zafia.

"Pesan Pizza dan soda saja. Jangan bicarakan soal susu lagi," kata Zafia kesal.

Kenapa makin kesini Raiden semakin mesum bicaranya. Zafia sampai malu sendiri mendengar candaan Raiden.

Raiden menghubungi layanan pesan antar. Dia masih menatap Zafia sambil tersenyum tidak jelas. Zafia pura-pura menyibukkan diri dengan tablet dan laptopnya.

Tak lama Zafia memasang earphone di telinganya.

"Bagaimana?"

"Batalkan saja kerjasamanya. Aku tidak mau syarat seperti itu. Kita tidak perlu merendah untuk mendapatkan kerja sama apapun."

Zafia langsung mematikan sambungan teleponnya begitu lawan bicaranya selesai bercerita. Zafia menghela napas panjang. Rasanya kesal sekali jika ada rekan bisnis yang mengajukan kerja sama, tapi syaratnya harus menemani makan malam. Memang mereka siapa?

"Ada apa? Apa ada masalah?"

"Aku heran dengan orang-orang itu, mereka sendiri yang mendekat mau membangun kerja sama, tapi mereka mengajukan syarat yang menyebalkan. Mereka ingin aku menemani mereka makan malam. Memang mereka pikir kesuksesan yang aku raih itu hasil dari menjual diri."

"Kamu tinggal katakan saja perusahaan mana yang ingin kamu hancurkan. Aku bisa menghancurkannya untukmu. Atau kamu mau aku menghabisi orang-orang itu?" ujar Raiden. Zafia bukannya terharu malah meringis ngeri mendengar ucapan Raiden.

"Jangan terus menerus mengotori tanganmu dengan darah. Kembalilah pada kenormalan, aku takut suatu saat ada yang lebih kuat darimu yang akan menjadi lawanmu."

"Apa kamu mencemaskanku?"

"Tentu saja. Hari ini bahkan ada yang menguntit kita sampai apartemen ini. Tidak menutup kemungkinan kelak mereka akan menghadangmu di jalan."

"Kamu tenang saja. Jangan terlalu dipikirkan."

Bunyi bel pintu apartemen Zafia terdengar berdering. Gadis itu segera bangkit dan membuka pintu. Seorang kurir pengantar makanan berdiri di sana sembari membawa dua kotak pizza dan kantong plastik berisi dua cup cola.

Setelah membayar pesanannya, Zafia membawa masuk Pizza itu dan meletakkannya di meja. Zafia duduk bersila dan lalu membuka salah satu kotak Pizza itu.

"Ayo makan, nanti pizzanya dingin," kata Zafia. Raiden bangkit dan mendekat. Namun, bukannya mengambil potongan Pizza sendiri, Raiden justru menarik tangan Zafia dan menggigit Pizza yang ada di tangan gadis itu.

"Ray, kau bisa mengambilnya sendiri di situ."

"Lebih enak yang ada di tanganmu, Baby."

"Sama saja. Kamu berlebihan."

Zafia menggigit bekas gigitan Raiden. Pria itu tersenyum melihat Zafia yang mulai terbiasa dengan kehadirannya dan segala kelakukan anehnya.

"Nanti aku tidur di sini."

"Kenapa tidak sekalian baju-bajumu dipindahkan kemari sekalian?" sindir Zafia. Namun, bukannya merasa tersindir, Raiden justru seperti mendapatkan ide.

"Ide kamu boleh juga. Bilang saja jika kamu sebenarnya memang tidak bisa jauh dariku, kan?"

"Kau benar-benar menyebalkan," ketus Zafia.

Dua insan itu kini asik mengunyah Pizza. Zafia sesekali mengamati tablet nya dan mengetik sesuatu di laptopnya.

"Bagaimana rasanya memiliki perusahaan sendiri?" tanya Raiden penasaran.

"Bangga tentu saja. Ini seperti sebuah pencapaian dan sekaligus pembuktian. Tidak semua yang hanya berdiam diri di kamar tidak menghasilkan apa-apa."

"Kau hanya mencari pembenaran atas tindakanmu," sahut Raiden.

"Ya itu salah satunya. Tidak ada yang salah dengan apa yang aku lakukan. Jadi orang lain juga perlu menghargai, apa yang sudah aku lakukan."

"Maha benar kamu dengan segala argumenmu. Wanita selalu benar," ujar Raiden. Zafia hanya manggut-manggut mendengar ucapan Raiden itu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!