Zafia tertidur setelah makan dengan kenyang, laptop dan tablet nya masih menyala, tapi kepalanya sudah bersandar manja di bibir sofa.
Raiden hanya geleng kepala dengan tingkah Zafia yang asal-asalan itu. Jika saja dia tidak peduli dengan nama baik keluarganya, sudah tentu pasti, dia akan membuat Zafia menjadi miliknya seutuhnya.
Apalagi setelah pulang dari Indonesia, secara khusus papa Gerry meminta dirinya untuk menjaga Zafia. Dari sana Raiden belajar mengendalikan dirinya jika berdekatan dengan Zafia.
Raiden mematikan laptop Zafia. Dengan sangat hati-hati, Raiden mengangkat tubuh Zafia dan membawanya ke kamar.
"sleep tight my beauty," bisik Raiden. Perlahan ia mengecup bibir Zafia sekilas dan lalu Raiden menyelimuti Zafia.
Pria itu keluar dari apartemen Zafia setelah membereskan ruang keluarga yang berantakan. Dia memasukkan sisa pizza ke dalam kulkas dan Raiden juga memasukkan laptop serta Tablet Zafia ke dalam kamar gadis itu.
Raiden di sambut dua orang anak buahnya di depan pintu. kedua orang itu adalah bodyguard bayangan Zafia.
"Jaga dia selama aku pergi. Gunakan mata kalian dengan benar."
"Baik, Bos."
Raiden langsung pergi setelah memberi perintah pada anak buahnya. Dia bergegas ke markas untuk mencari tahu tentang penguntit tadi. Apakah itu musuhnya atau musuh Zafia.
Setibanya di Markas besar King Devils, Raiden langsung masuk begitu saja. Dia masuk ke ruang penyiksaan. Pria yang tadi hampir membuat nyawa Zafia terancam kini terduduk di sebuah kursi dengan tangan dan kaki yang terikat.
"Bagaimana? apa dia tadi sempat bangun, Julian?"
"Tidak, Bos. Kami juga belum membangunkannya," jawab Julian sembari menundukkan kepalanya.
Raiden mendekat dan mengangkat dagu pria itu. Wajah tampannya tampak sedang berpikir.
"Apa dia koma atau semacamnya?"
"Saya kurang tahu, Bos. Apa kita coba bangunkan dia?"
"Mm, ide yang bagus, tapi membangunkan dengan cara biasa rasanya membosankan, bagaimana jika kita siram wajahnya dengan air keras?" tanya Raiden. Julian tampak menelan salivanya kasar. Penerus pemimpin King Devils ini benar-benar sadis sekali.
Pria yang tadinya terikat di kursi itu, seketika membuka matanya saat mendengar ucapan Raiden tadi, ia yang awalnya sengaja pura-pura pingsan langsung terbangun.
"Oh, rupanya dia hanya pura-pura pingsan, Julian. Kau tahu apa kesalahannya?"
"Tidak, Bos."
"Dia hampir menyentuh Zafiaku. Dia berniat mencelakai kekasihku."
"A-aku tidak punya urusan denganmu. Urusanku dengan gadis itu," ujar Pria itu dengan suara bergetar.
Raiden menyeringai. Berarti memang pria ini musuh Zafia, tapi bisa-bisa nya Zafia malah mencemaskan dirinya.
"Urusanmu dengan kekasihku? Memang urusan apa?"
"Aku tidak akan memberitahumu yang jelas dia harus mati di tanganku," kata Pria itu.
"Dasar, bod*h. Cari mati saja," batin Julian.
"Oh, kamu memang berniat melenyapkan nyawa kekasihku, ya. Baiklah, cukup basa basi nya. Aku tidak peduli alasanmu apa. Yang jelas, siapapun yang berani mengusik kekasihku harus mati."
Raiden menatap Julian. Tanpa perlu banyak bicara hanya dengan isyarat mata Julian sudah tahu apa yang harus dia lakukan.
Raiden meninggalkan ruang penyiksaan belum jauh dia melangkah, dari belakang terdengar suara letusan senjata api. Raiden tersenyum miring. Dia masuk ke ruangannya yang ada di atas. Raiden merebahkan tubuhnya di ranjang besar yang terasa dingin itu.
Matanya menerawang mengingat ucapan keresahan Zafia. Raiden menatap kedua tangannya. Tangannya sudah terlalu sering dipakai untuk menghabisi nyawa musuh-musuhnya. Meskipun begitu, Raiden bersyukur karena Zafia menerima kehadirannya tanpa mencaci kekurangannya,
"Aku juga ingin berhenti, tapi aku tidak bisa. Dengan begini aku baru bisa melindungi kalian yang aku sayangi."
Raiden menutup kedua matanya menggunakan lengannya. Dia akhirnya tertidur karena kelelahan.
Meskipun begitu telinga Raiden begitu awas. Tak berapa lama setelah dia terpejam, ia dapat mendengar suara gaduh dari lantai bawah. Matanya seketika terbuka.
Raiden mengambil pedangnya dan turun kebawah.
Di sana Raiden melihat anak buahnya sedang baku tembak dengan beberapa orang berpakaian aneh. Raiden mengamati dari atas. Anak buahnya unggul, tapi orang-orang itu jumlahnya tidak sedikit. Jika Raiden tidak turun tangan, bisa jadi anak buahnya akan kalah. Raiden turun sembari menyeret pedangnya yang besar dan panjang itu.
"Siapa kalian berani mengusik markasku."
"Kau tidak perlu tahu siapa kami, kami adalah malaikat pencabut nyawamu." Orang-orang itu menodongkan tembaknya pada Raiden. Namun, pemuda itu tidak takut sama sekali.
"Kalian terlalu pengecut beraninya keroyokan," ujar Raiden memprovokasi.
"Jangan banyak bicara."
Pria yang diyakini Raiden adalah ketua kelompok itu maju mendekat sembari menarik pelatuk senjatanya. Namun, dengan gerakan cepat tak terbaca, Raiden menangkis nya dan lalu pria itu bergerak dengan cepat menebaskan pedangnya hingga akhirnya beberapa orang di barisan depan tumbang.
Raiden tetap maju menyerang. Meski berkali-kali musuh melesakkan tembakan ke arahnya, tapi Raiden bisa bergerak menghindarinya.
Gerakan Raiden tak terbaca, dia berlari dengan kecepatan penuh menghindar dan mengayunkan pedangnya kesana kemari tanpa ampun.
Dalam waktu sekejam sudah banyak nyawa bergelimpangan. Raiden menarik napas panjang.
"Bereskan mereka dan perketat penjagaan," ujar Raiden.
"Bos, anda terluka," kata salah satu anak buah Raiden. Raiden sekilas menoleh ke arah luka di bahu kirinya.
"Tidak apa-apa. Kalian cepat bereskan mereka. Jika terjadi sesuatu hubungi aku."
Raiden pergi dari Markas besarnya. Dia harus ke rumah sakit sebelum mendatangi Zafia. Jangan sampai Zafia melihat lukanya dan mencemaskan dirinya.
Raiden kini memilih mengendarai mobilnya. Dia melesat membelah jalanan yang mulai tampak lengang. Dia berbelok ke rumah sakit untuk membersihkan dan mengobati lukanya yang entah kapan dia dapat.
"Kami harus menjahit lukanya."
"Baiklah, lakukan apapun yang terbaik. Jangan sampai lukanya terlihat oleh kekasihku. Dia akan sangat cemas."
"Baiklah, ini akan sedikit sakit, saya rasa anda sangat mencintai kekasih anda."
"Tentu saja, dia adalah gadis baik yang mau menerima semua kekuranganku."
"Pria tampan sepertimu apanya yang kurang?"
"Aku memiliki banyak kekurangan, Suster."
"Jika yang tampan sepertimu memiliki kekurangan, lalu bagaimana nasib kami yang pas-pasan ini?" ujar Suster itu berkelakar. Ia ingin menciptakan suasana santai, agar pasiennya tidak merasa tegang.
"Sudah selesai. Begini tidak terlalu terlihat kan?" tanya suster berkulit hitam yang ramah itu.
"Terima kasih, Rowena."
"Sama-sama tampan. Kau sudah bisa mengurus pembayaran dan hati-hati dengan lukanya saat kamu mandi."
"Thanks." Raiden segera membayar tagihannya dan lalu ia bergegas ke apartemen Zafia. Hari sudah hampir menjelang pagi, tapi Raiden masih berada di jalanan. Malang sekali nasibnya. Terkadang dia ingin menjadi orang biasa saja. Namun, ia khawatir tidak bisa melindungi keluarganya. Tanpa terasa mobilnya sudah sampai di apartemen Zafia. Raiden langsung mengganti kemejanya dengan yang baru yang ada di dalam mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Desi Nur
bukan ya David itu untuk mati pas dicerita Zico dan zafrina
2024-10-18
1
Nur Bahagia
ini awalnya gimana ya.. kok gw pas baca kayak ada cerita yg gw lewatin.. tapi gw dah urutan bacanya.. 🤔 apa ada novel sebelum nya novel ini? 🤔🤔🤔
2024-09-16
0
Warijah Warijah
Karena tanggung jawab mknya ladang tdk memikirkn diri sendiri.. ada kekasih tp cuek bebek ..
2023-11-17
0