Setibanya di basemen apartemen Zafia, keduanya turun dari motor. Raiden berjalan sembari mengaitkan sebelah tangannya di bahu Zafia.
Raiden merasa ada yang mengawasinya, tapi sebisa mungkin dia bersikap tenang. Namun, saat Raiden dan Zafia menunggu Lift menuju basemen terbuka, tiba-tiba seorang pria berpakaian serba hitam, berlari dengan cepat mengarahkan sebuah pisau pada Zafia.
Raiden yang sudah menyadari keberadaan orang itu seketika menendang tangan orang itu. Zafia dengan sigap berbalik. Ia melihat sebuah pisau lipat tergeletak di lantai, Raiden mendekati pria itu dan mulai menghajarnya dengan membabi buta. Jika saja penyerang itu mengarah dirinya mungkin dia tidak akan semarah ini.
Zafia diam melihat Raiden menghajar pria itu, dia lantas mengambil ponselnya dan menghubungi kakaknya Zafa. Beruntung panggilannya kini langsung tersambung.
"Aku butuh bantuanmu, Kak. Ada yang menyerang kami. Kami berada di depan lift basemen. Tolong kacaukan cctvnya. Jangan sampai Raiden bermasalah."
"Terima kasih, Kak."
Zafia menutup teleponnya. Dia melihat Raiden menindih pria itu. Pria yang hampir menyerangnya tadi terkapar tak berdaya.
"Ray, stop!"
"Dia hampir mencelakaimu, Baby."
"Tapi aku baik-baik saja sekarang. Hubungi orangmu sekarang untuk membawanya. Kakakku sudah mengacau CCTV di lantai ini."
Meskipun kesal, Raiden akhirnya melepas pria itu, dia menghubungi anak buahnya untuk meringkus pria penyerang itu.
Tak berapa lama, dua orang anak buah Raiden datang dengan membawa mobil mini van.
"Bos," sapa kedua anak buah Raiden.
"Bawa orang itu ke markas."
Raiden langsung kembali merangkul bahu Zafia setelah memberikan perintah pada anak buahnya. Zafia hanya diam, tapi raut wajahnya menampakkan kecemasan.
"Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa," jawab Zafia singkat.
"Kau tidak pandai berbohong kucing nakal."
"Aku bukan kucing nakal. Namaku Zafia."
"Zafia si kucing nakal," ujar Raiden sambil menyeringai.
"Jika masih menyebutku kucing nakal, aku tidak akan ijinkan kamu masuk ke apartemenku lagi," ancam Zafia.
Raiden terkekeh sembari ngusap puncak kepala Zafia. Dia semakin senang jika melihat Zafia memasang wajah kesal.
Setibanya di dalam apartemen Zafia langsung masuk ke kamarnya. Dia ingin membersihkan diri terlebih dahulu. Raiden duduk di sofa di ruang tamu. Di dalam kamar mandi, Zafia terus kepikiran dengan keselamatan Raiden. Sepertinya musuh Raiden semakin banyak. Bahkan kini ada yang menguntit sampai ke apartemennya. Zafia bukan takut akan keselamatannya, tapi dia terus kepikiran dengan keselamatan Raiden yang bisa terancam sewaktu-waktu.
Sangking tidak fokusnya Zafia menuang sabun di kepalanya.
"Oh, D*mn," gerutu Zafia. Dia segera membilas sabun yang ada di kepalanya. Zafia mulai membangun kesadarannya kembali. Dia akhirnya menyelesaikan mandinya secara kilat.
Zafia keluar dari kamar sembari membawa tablet dan laptopnya. Raiden melirik nya sekilas, tapi dia lalu kembali sibuk menonton televisi yang sedang menayangkan pertandingan sepak bola.
"Kau mau makan lagi?" tanya Zafia pada Raiden.
"Kita pesan pizza dan cola saja."
"Terlalu banyak minuman bersoda tidak bagus untuk kesehatanmu."
"Lalu minuman apa yang cocok untukku?" tanya Raiden.
"Susu," jawab Zafia. Namun, Zafia tidak menyadari Raiden menyeringai mendengar jawaban Zafia.
"Susu ya? sayangnya aku tidak suka susu sapi," kata Raiden sembari terus menatap Zafia.
"Lalu susu apa yang kamu suka?"
"Your milk."
Zafia seketika menatap Raiden tajam, sedangkan Raiden terbahak-bahak melihat reaksi Zafia.
"Pesan Pizza dan soda saja. Jangan bicarakan soal susu lagi," kata Zafia kesal.
Kenapa makin kesini Raiden semakin mesum bicaranya. Zafia sampai malu sendiri mendengar candaan Raiden.
Raiden menghubungi layanan pesan antar. Dia masih menatap Zafia sambil tersenyum tidak jelas. Zafia pura-pura menyibukkan diri dengan tablet dan laptopnya.
Tak lama Zafia memasang earphone di telinganya.
"Bagaimana?"
"Batalkan saja kerjasamanya. Aku tidak mau syarat seperti itu. Kita tidak perlu merendah untuk mendapatkan kerja sama apapun."
Zafia langsung mematikan sambungan teleponnya begitu lawan bicaranya selesai bercerita. Zafia menghela napas panjang. Rasanya kesal sekali jika ada rekan bisnis yang mengajukan kerja sama, tapi syaratnya harus menemani makan malam. Memang mereka siapa?
"Ada apa? Apa ada masalah?"
"Aku heran dengan orang-orang itu, mereka sendiri yang mendekat mau membangun kerja sama, tapi mereka mengajukan syarat yang menyebalkan. Mereka ingin aku menemani mereka makan malam. Memang mereka pikir kesuksesan yang aku raih itu hasil dari menjual diri."
"Kamu tinggal katakan saja perusahaan mana yang ingin kamu hancurkan. Aku bisa menghancurkannya untukmu. Atau kamu mau aku menghabisi orang-orang itu?" ujar Raiden. Zafia bukannya terharu malah meringis ngeri mendengar ucapan Raiden.
"Jangan terus menerus mengotori tanganmu dengan darah. Kembalilah pada kenormalan, aku takut suatu saat ada yang lebih kuat darimu yang akan menjadi lawanmu."
"Apa kamu mencemaskanku?"
"Tentu saja. Hari ini bahkan ada yang menguntit kita sampai apartemen ini. Tidak menutup kemungkinan kelak mereka akan menghadangmu di jalan."
"Kamu tenang saja. Jangan terlalu dipikirkan."
Bunyi bel pintu apartemen Zafia terdengar berdering. Gadis itu segera bangkit dan membuka pintu. Seorang kurir pengantar makanan berdiri di sana sembari membawa dua kotak pizza dan kantong plastik berisi dua cup cola.
Setelah membayar pesanannya, Zafia membawa masuk Pizza itu dan meletakkannya di meja. Zafia duduk bersila dan lalu membuka salah satu kotak Pizza itu.
"Ayo makan, nanti pizzanya dingin," kata Zafia. Raiden bangkit dan mendekat. Namun, bukannya mengambil potongan Pizza sendiri, Raiden justru menarik tangan Zafia dan menggigit Pizza yang ada di tangan gadis itu.
"Ray, kau bisa mengambilnya sendiri di situ."
"Lebih enak yang ada di tanganmu, Baby."
"Sama saja. Kamu berlebihan."
Zafia menggigit bekas gigitan Raiden. Pria itu tersenyum melihat Zafia yang mulai terbiasa dengan kehadirannya dan segala kelakukan anehnya.
"Nanti aku tidur di sini."
"Kenapa tidak sekalian baju-bajumu dipindahkan kemari sekalian?" sindir Zafia. Namun, bukannya merasa tersindir, Raiden justru seperti mendapatkan ide.
"Ide kamu boleh juga. Bilang saja jika kamu sebenarnya memang tidak bisa jauh dariku, kan?"
"Kau benar-benar menyebalkan," ketus Zafia.
Dua insan itu kini asik mengunyah Pizza. Zafia sesekali mengamati tablet nya dan mengetik sesuatu di laptopnya.
"Bagaimana rasanya memiliki perusahaan sendiri?" tanya Raiden penasaran.
"Bangga tentu saja. Ini seperti sebuah pencapaian dan sekaligus pembuktian. Tidak semua yang hanya berdiam diri di kamar tidak menghasilkan apa-apa."
"Kau hanya mencari pembenaran atas tindakanmu," sahut Raiden.
"Ya itu salah satunya. Tidak ada yang salah dengan apa yang aku lakukan. Jadi orang lain juga perlu menghargai, apa yang sudah aku lakukan."
"Maha benar kamu dengan segala argumenmu. Wanita selalu benar," ujar Raiden. Zafia hanya manggut-manggut mendengar ucapan Raiden itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Warijah Warijah
Khawatir itu pasti..
2023-11-17
0
𝐕⃝⃟🏴☠️𝐐ᵁᴱᴱᴺ❣️Angela🍁
iya benar kok wanita Emang selalu benar'
2023-10-01
1
🍊𝐂𝕦𝕞𝕚
cieeee zafia khawatir juga ternyata sama Raiden di balik sikapnya yang sering kesel☺️☺️☺️☺️
ngakak 🤣🤣🤣🤣 melihat tingkah nya Raiden kalau bersama zafia tidak ada raut menyeramkan yang ada bikes iya bagi zafia tapi bagi para readers pasti bikin ngakak dan senyum senyum sendiri 😁😁😁😁
2022-11-30
0