CEO Maksa Nikah
“Pak,saya mohon. Tolong, jangan seperti ini. Tolong, bertanggung jawablah. Saya bisa hancur, Pak.” Gadis itu memohon dengan bersimpuh di kaki Ervan yang merupakan atasannya.
“Tanggung jawab? Ambil ini.” Melemparkan selembar cek. “Apa yang terjadi malam ini adalah kesalahanku. Dan aku, tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama dengan menikahimu.”
Setelah melemparkan cek, Ervan melangkah pergi begitu saja, tanpa mempedulikan gadis itu bersimpuh di kakinya sambil bercucuran air mata. Ia menerobos gelapnya malam, mempercepat langkahnya, mencoba melepaskan diri dari gadis itu, yang terus mengikuti langkahnya dari belakang.
Keringat perlahan menetes dari pelipisnya, napasnya mulai tersengal, begitu juga dengan kedua kakinya yang terasa berat. Ervan mengedarkan pandangannya, tak disangka ia tiba di tepi jalan raya. Dan tepat dihadapannya, gadis itu berdiri tegak dengan perut yang sudah membuncit.
Ervan membelalak dan ternganga, melihat gadis itu. Sorot matanya terkunci, pada perut yang sudah membuncit. Lidahnya terasa kelu, saat ia ingin bertanya, begitu juga dengan tubuhnya yang menjadi kaku , saat ia ingin pergi menjauh.
Gadis itu, menatapnya tanpa ekspresi, tapi sorot matanya yang tajam seperti sebilah pisau yang siap menancap di tubuhnya yang tidak bergerak.
“Aku mengutukmu, hatimu akan mati bersamaku!” ucapnya lalu tersenyum, detik berikutnya ia berlari menuju jalan raya, pada saat bersamaan sebuah mobil truk melintas hingga menabrak tubuhnya hingga terpelanting jauh.
“TIDAAAKK,”
Ervan berteriak dengan histeris, lalu tersentak bangun dari tidurnya. Ia memperhatikan sekeliling, ternyata masih berada di kamarnya dengan cahaya lampu yang remang. Ervan menekan dadanya dengan kuat, merasakan denyut jantung yang berdegup kencang. Memejamkan matanya sesaat, membiarkan air matanya mengalir jatuh, bercampur dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya.
“Maaf, Maafkan, aku,” lirih sembari menghapus air matanya.
Ervan menyibak selimutnya, duduk di tepi ranjang menatap nanar ruang kamarnya. Perlahan bangkit, membuka pintu balkon kamar, membiarkan angin malam menyapu wajahnya. Ia menengadahkan kepala, dilihatnya bulan dengan cahayanya yang memudar karena tertutupi awan.
“Maafkan aku, Sarah.”
Pagi menjelang, sinar matahari menyapa tubuh Ervan yang masih duduk bersandar di balkon kamar. Matanya terpejam, sampai akhirnya ia mengerjap karena silaunya cahaya matahari. Ia bangkit perlahan, berpegangan pada tiang besi pembatas, menatap kebawah, dilihatnya para pelayan rumah sedang melakukan tugasnya masing-masing. Tukang kebun dengan sapu lidi di tangannya dan satpam rumah yang sudah bersiap dengan seragamnya.
Ervan berjalan meninggalkan balkon, ia harus membersihkan tubuhnya dan bergegas menuju perusahaan. Di meja makan, terlihat kedua orang tuanya sedang menikmati sarapan. Ervan menarik kursi, lalu duduk bergabung di meja makan. Tidak ada pembicaraan yang terjadi diantara mereka, yang terdengar hanyalah suara sendok dan piring. Sampai akhirnya, ibunya membuka suara untuk memecah suasana hening yang tercipta.
“Kapan kamu akan menikah?”
Ervan tidak menjawab, raut wajahnya berubah masam, ia menarik napas perlahan. Lalu, menjatuhkan sendok dan garpunya dengan kasar diatas piring yang masih di penuhi makanan.
Ia merasa muak, mendengar pertanyaan yang sama setiap harinya. Bahkan, sudah seperti lauk pelenkap, saat ia akan menikmati sarapan dan jadwal makan lainnya. Ervan menyambar gelas yang berisi jus, meminumnya sampai tandas. Lalu bangkit, meninggalkan orang tuanya.
“Ervan.” berhenti, lalu memalingkan wajahnya.
“Ma, please! Aku malas jika Mama dan Papa membahas ini setiap hari. Aku belum terlalu tua untuk menikah buru-buru.”
“Van, dengarkan Mama. Kamu mungkin tidak buru-buru, tapi kamu harus lihat usia Mama dan Papa. Lihat paman dan bibimu, mereka sudah punya 3 cucu. Sedangkan, Mama jangankan cucu, menantu saja tidak punya.”
“Ma, aku akan menikah jika aku sudah menemukan gadis yang aku cinta. Jadi, tolong untuk sementara jangan memaksaku.”
“Kapan itu, Van? Sampe Mama pegang tongkat, gitu?
“Ma,” sela Ervan
“Dengar, malam ini anak teman Mama akan datang. Jadi, malam ini kamu makan malam di rumah. Mama tidak mau mendengar alasan kamu.”
Mama segera meninggalkan Ervan tanpa menunggu jawaban, entah iya atau tidak yang akan keluar dari mulut putranya. Sudah kesekian kalinya perjodohan dilakukan, tapi Ervan jangankan untuk menerima, bertemu saja ia menolak.
Ervandara Nugrah, seorang CEO di perusahaan PT. Anugerah Group. Perusahaan yang bergerak dibidang industri makanan dan minuman serta pakaian. Umurnya masih 28 tahun, tapi entah kenapa kedua orang tuanya terus memaksanya untuk menikah. Ervan sendiri tidak ada niat untuk menikahi siapapun, bukan karena sakit hati atau tidak percaya akan cinta. Tapi, karena rasa bersalahnya pada seorang gadis dimasa lalu.
Yah, sekitar dua tahun lalu, Ervan melakukan kesalahan fatal dengan memperawani seorang gadis yang bekerja di salah satu cabang perusahaannya. Pengaruh minuman keras membuatnya tidak berpikir jernih, bahkan minuman itu juga membuatnya tidak mampu menahan hasrat. Setelah malam itu, Ervan meninggalkan gadis itu begitu saja tanpa ada niat untuk bertanggung jawab.
Tiga bulan kemudian, Ervan kembali untuk menemui gadis itu, setelah di hantui rasa bersalah selama berbulan-bulan. Tapi, sepertinya rasa bersalah itu akan terus menghantui selama sisa hidupnya. Karena gadis itu bunuh diri, dalam keadaan hamil. Mengetahui hal itu, Ervan semakin tenggelam dalam penyesalan.
Setelah, mendengarkan ocehan ibunya, Ervan melangkah pergi, dengan rahang mengeras menatap tajam sekretarisnya yang sudah menunggu di halaman rumah, sambil membuka pintu mobil. Ia berjalan masuk tanpa menyapa, menunggu Tirta duduk di kursi kemudi.
“Tirta,apa aku perlu menikah?”
“Tidak, tidak perlu. Tetaplah seperti itu,”
Sampai kau menua. Tirta melanjutkan kalimatnya dalam hati.
Ervan menatap ke arah luar, lalu lintas pagi ini kembali sibuk seperti hari-hari kemarin. Tampak kendaraan, memadati jalan raya. Ada kendaraan bermotor dengan penumpangnya menggunakan seragam PNS. Ada juga yang berkendara seorang diri, hanya dengan pakaian biasa.
Ia kembali memalingkan wajahnya, melihat Tirta mengemudi tanpa mengajaknya bicara. Pria itu, hanya fokus dengan jalanan dihadapannya. Sesekali membunyikan klakson, bahkan terkadang berdengus kesal, jika kendaraan lain menyalipnya.
"Tirta, mampir di sebuah cafe. Belikan aku kopi dan roti lapis. Beli dua porsi."
"Baiklah." Menengok ke arah kanan dan kiri, sepanjang perjalanan. Kemudian, berhenti, di sebuah cafe tidak jauh dari gedung perusahaan.
Tirta keluar dari mobil, berlari kecil masuk dalam sebuah cafe. Memesan, lalu duduk sebentar sembari menunggu pesanannya datang. Tak lama, pelayan cafe memanggilnya, menerima pesanannya, lalu berjalan pergi.
"Ini." Menyodorkan kepada Ervan.
"Untukmu." Memberikan segelas kopi pada Tirta.
"Apa kamu tidak sarapan lagi?" meneguk kopinya, sebelum menyalakan mesin mobil.
"Bagaimana aku bisa sarapan, jika menu dihadapanku hanya pertanyaan tentang pernikahan.?"
"Apa kamu tidak bisa menerima saja?" Melihat kursi penumpang melalui kaca spion. "Tidak, lupakan saja." Panik, setelah dibelakang sana menatapnya dengan tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Sweet Girl
Tirta... kau kok ngomong nya gituuuu
2025-02-24
0
Zayna Khanza
stlah dibuat begadang sama bukan hanya cinta,langsung mampir ksni
2024-06-30
0
Rosemitha
oke setelah baca , bukan hanya cinta,
lanjut kesini 😁
2024-02-19
1