Bab 3 Wajah yang mirip

Rumah sakit ...

Wanita itu, kini sudah berada di ruang UGD untuk mendapatkan penanganan. Ervan duduk sambil menunggu dokter melakukan pekerjaannya. Sedangkan, Tirta masih berusaha untuk menenangkan bocah itu, yang masih terus menangis mencari ibunya. Tirta memperlihatkan mainan mobil-mobilan yang baru saja dibelinya, sambil menggendong.

“Lihat,baguskan!” rayu Tirta, tapi tak mendapat respon dari anak itu. Justru, suara tangisannya semakin memekakkan telinga, membuat pengunjung rumah sakit menatap ke arahnya

Ervan yang dari tadi hanya memainkan ponselnya, mulai terganggu dengan tangisan anak itu. Ia menengadahkan wajahnya, menatap Tirta yang sudah pasrah membiarkan anak itu menangis dalam pelukannya.

“Tirta. Suruh dia, diam.”

“Kamu ingin aku menutup mulutnya?” Tirta mulai kesal, karena Ervan hanya memerintah tanpa membantu.

Ervan lalu mengambil bocah itu dari pelukan sekretarisnya. Mengusap punggungnya dengan lembut, sembari menggoyangkan tubuhnya, agar anak itu merasa seakan berada di ayunan. Sesekali, Ervan mendaratkan kecupan dan menempelkan pipinya. Ervan tidak memiliki pengalaman mengurus seorang anak, tapi entah mengapa keahliannya tiba-tiba muncul begitu saja. Lambat laun, anak itu pun mulai terdiam dan membenamkan wajahnya di leher Ervan.

“Apa dia sudah tidur?” tanya Ervan dengan suara berbisik.

Tirta mendekati Ervan, memeriksa dengan tatapan matanya. Lalu, menganggukkan kepala. Kemudian, ia kembali duduk dengan tenang. Ervan cukup lama mempertahankan posisinya, menggendong anak itu. Ia pun memberikan isyarat kepada Tirta dengan menendang kakinya.

“Aku keram,” bisik Ervan.

“Dibagian mana?”

“Punggung dan bahuku, serasa mau copot.”

Tirta bangkit, mengendurkan jari-jarinya dan mulai memijat punggung dan bahu Ervan. Ia menekan cukup kuat, agar Ervan merasa lebih baik. Tanpa mereka sadari, sorot mata para perawat dan pengunjung rumah sakit tertuju kepada mereka berdua. Terlihat senyum diantara orang-orang yang memperhatikan tingkah Tirta memijit Ervan seperti istrinya.

“Pak Ervan?” panggil dokter Alan.

Tirta menyelesaikan pijatannya, lalu berjalan mendekati dokter Alan yang tidak lain adalah teman baik mereka. “Kau tidak usah memanggilnya, dia sedang sibuk.”

Alan menatap ke arah Ervan yang mulai berjalan meninggalkan ruangan UGD. Merasa aman, ia merangkul bahu Tirta dengan akrab, mendekatkan wajahnya di telinga Tirta, seolah akan membisikkan sesuatu yang penting.

“Apa hubungan wanita itu dengan Ervan?” Tersenyum

“Hubungan kepalamu.” Menjitak kepala dokter Alan dengan kuat.

“Auch, sakit. Kau kenapa? Apa kau sedang cemburu?” ucap dokter Alan sambil mengusap kepalanya.

“Cemburu? Kau mau mati, ya? Dia hanya seorang karyawan. Kenapa jiwa bergosipmu selalu saja kambuh?”

Terdengar suara kekehan, dari para gadis berseragam putih. Keduanya menoleh, menatap sambil tersenyum malu-malu. Tirta menarik Alan, untuk menjauh dari ruang UGD.

“Kenapa begitu banyak wanita, di tempatmu?”

“Mereka calon dokter yang sedang magang. Apa kau tertarik?” goda Alan.

“Hah, sudahlah. Katakan, wanita itu sakit apa?” Mengalihkan pembicaraan

“Wanita itu hanya pingsan karena kelelahan dan juga kekurangan nutrisi. Aku sudah menyuntikkan obat dalam cairan infusnya, agar ia beristirahat,” jelas Alan yang kembali dalam mode profesional.

“Ya, sudah, sekarang kamu pergi!” usir Tirta.

Dokter Alan tidak mengindahkan perkataan Tirta, ia ikut mendorong brankar wanita itu menuju ruangan perawatan VVIP. Tirta sudah menduga akan hal ini, jiwa penggosip sudah merasuki pikiran Alan. Setibanya di dalam ruang perawatan, Alan menghampiri Ervan yang masih menemani anak itu tidur di atas sofa. Ia membiarkan para asiten dan perawat melakukan tugasnya. Alan memasang tampang wajah yang penuh dengan kecurigaan dan tatapan menyelidik, seperti seorang polisi yang hendak menginterogasi tersangka.

“Ada apa?” tanya Ervan dengan tatapan tidak suka.

“Kamu masih tidak mau jujur?” selidik dokter Alan yang sedari tadi menatap wajah Ervan dan anak itu secara bergantian.

“Jujur apa? Sebenarnya, kamu ini kenapa?”

“Hei, kamu masih mau berbohong. Lihat wajah anak ini sangat mirip denganmu!”

Ervan menatap dengan cermat anak laki-laki itu, begitu juga dengan Tirta yang tiba-tiba mendekat setelah mendengar ucapan Alan. Ketiganya, dengan teliti menatap wajah anak itu. Ervan memang belum sempat melihat jelas wajah anak itu, begitu juga dengan Tirta. Mereka hanya sibuk menenangkannya, karena terus menerus menangis. Alan pun mulai menjabarkan satu per satu persamaan keduanya.

“Lihat, hidung dan bibirnya. Sama persis denganmu, Ervan. Begitu juga, dengan wajahnya,”jelas dokter Alan, diikuti dengan anggukan kepala Ervan dan Tirta.

“Perhatikan bola matanya, persis denganmu, meski ia sedang tidur.” Jelas dokter Alan lagi, disusul sebuah pukulan mendarat di atas kepalanya.

“Auch ...,” rintihnya, “kenapa kau selalu memukul kepalaku?”

“Sebaiknya, kau tutup mulutmu sebelum anak itu terbangun dan kembali menyusahkanku.”

“Oh, baiklah. Maaf.”

Para perawat dan asisten dokter telah menyelesaikan tugasnya. Mereka, mendekati dokter Alan seolah menunggu tugas selanjutnya. Dokter Alan mengatur tatanan rambutnya yang sempat teracak,  akibat ulah Ervan yang memukul kepalanya.

“Aku akan kembali, setelah jam kerjaku selesai, oke?” ucap Dokter Alan, lalu keluar meninggalkan ruangan bersama para dayangnya.

Setelah, dokter Alan meninggalkan mereka, Ervan dan Tirta berganti posisi untuk menjaga anak itu. Ervan berdiri dan meregangkan tubuhnya , lalu berjalan ke ranjang pasien. Ia ingin memastikan wajah karyawannya, karena dari tadi belum sempat melihatnya.

Wajah pucat itu, tertidur pulas dengan jarum infus menancap di urat nadi tangannya. Ervan memperhatikan, bentuk alis yang melengkung sempurna, menyelaraskan bentuk matanya yang kini terpejam berhiaskan bulu lentik yang tebal.

“Cantik,” ucapnya memperhatikan bibir ranum, seolah menantangnya untuk mendekat. Ervan tersenyum sesaat, lalu kembali duduk duduk disisi Tirta.

“Tirta. Kamu sudah mengetahui identitasnya?”

“Namanya, Tamara Maharani dan kamu baru saja bertemu dengannya di perusahaan. Dia bekerja

sebagai cleaning servis yang membersihkan ruanganmu hari ini.”

“Ooh ... apa dia tidak memiliki keluarga? Suruh anak buahmu untuk mencari tahu?”

Tirta tidak menjawab, ia merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya. Ia menghubungi seseorang, lalu memutuskan sambungan telepon. Sedetik kemudian, Ia kembali menghubungi seseorang, kali ini bukan anak buahnya, melainkan drive ojol yang sudah menjadi langganannya untuk mengantarkan makanan.

“Sekarang, apa yang harus kita lakukan? Apa kita harus ikut menginap di sini?” tanya Tirta setelah meletakkan ponelnya dalam saku.

“Tentu saja. Ini adalah senjataku, untuk menghindari pertemuanku dengan gadis itu.”

“Baiklah. Terserah kamu saja.”

Hening ...

Keduanya membisu, Tirta memejamkan mata, menunggu dering ponselnya berbunyi. Sedangkan Ervan, duduk menatap dengan cermat wajah anak itu. Apa benar anak ini mirip dengannya? Bertanyanya dalam hati. Lalu, membelai pipi tembemnya, mengusap alisnya, dan memegang jari-jarinya.

“Jika dia masih hidup, mungkin ia sudah tumbuh sebesar dirimu,” gumamnya, lalu bangkit mendadak dengan jantung yang berdegup tidak beraturan.

DEG,

“Tidak, tidak mungkin.” Berjalan menuju sisi ranjang, menatap tajam sambil menguras ingatannya, memastikan sesuatu dalam memorinya.

Tidak, kamu bukan dia!

Ervan kembali duduk di sofa dengan terkulai, mengusap wajahnya dengan kasar, lalu membenamkan dikedua telapak tangannya. Terdiam sesaat dengan degup jantung yang mulai berdetak normal. Ia mengangkat wajahnya, kembali menelusuri wajah anak itu, yang memang terlihat persis dengannya.

“Tirta,” panggilnya, memecah keheningan, “apa anak ini sangat mirip denganku?”

“Iya. Kalian memang mirip, tadinya aku berpikir Alan itu konyol. Tapi, setelah menatap kalian berdua, aku rasa kalian memang memiliki kemiripan, seperti ayah dan anak.”

“Apa? Coba ulangi lagi!” Perkataan Tirta membuat sesuatu terlintas dalam pikirannya.

“Ulangi apa? Yang mana?”

“Kalimat terakhirmu.”

“Kalian mirip seperti ayah dan anak,”

“Yah, itu dia!” seru Ervan, membuat Tirta menatapnya dengan wajah penuh kebingungan.

“Memangnya ada apa?”

“AKU AKAN MENIKAH DENGANNYA.”

“APAAA???” pekik Tirta tanpa sadar.

Terpopuler

Comments

Rosemitha

Rosemitha

haha kurasa benar itu anaknya Ervan ,, 😂

2024-02-20

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Awal Mula
2 Bab 2 Dia
3 Bab 3 Wajah yang mirip
4 Bab 4 Tiga Baby Sister
5 Bab 5 Rencana Ervan
6 Bab 6 Gara-gara Tirta
7 Bab 7 Dua Identitas
8 Bab 8 lamaran tiba-tiba
9 Bab 9 Hanya kontrak
10 Bab 10 Ancaman ervan
11 Bab 11 Semakin terdesak
12 Bab 12 Maaf
13 Bab 13 Terjebak
14 Bab 14 Rahasia Ervan
15 Bab 15 Bujukan Alan
16 Bab 16 Rumah baru
17 Bab 17 Kesepakatan
18 Bab 18 Identitas Sarah
19 Bab 19 Kunjungan Tiba-tiba
20 Bab 20 Panik
21 Bab 21 Drama dilarut malam
22 Bab 22 Penampilan baru
23 Bab 23 Pernikahan
24 Bab 24 Ribetnya malam pertama
25 Bab 25 Dua jomblo yang kepo
26 Bab 26 Kecurigaan Mama
27 Bab 27 Gosip
28 Bab 28 Sarah atau Tamara
29 Bab 29 Tes DNA
30 Bab 30 Mama yang berubah
31 Bab 31 Sarah Pergi
32 Bab 32 Terungkap
33 Bab 33 Kakak aku datang
34 Bab 34 Menolak kembali
35 Bab 35 Suasana menakutkan
36 Bab 36. Mencari hadiah
37 Bab 37. Siasat Clarissa
38 Bab 38. Bertemu mereka
39 Bab 39. Drama makan malam
40 Bab 40. Kursus kilat
41 Bab 41. Tamu tak diundang.
42 Bab 42. Pertengkaran
43 Bab 43. Dua lawan satu
44 Bab. 44 Rencana yang gagal
45 Bab 45. Mencari bukti
46 Bab 46. Dua saksi
47 Bab 47. Badai belum berlalu
48 Bab. 48. Tulus atau ada maunya?
49 Bab 49. Dokter Alan jatuh cinta
50 Bab 50. Petualangan tak terduga.
51 Bab 51. Terpesona pada pandangan pertama
52 Bab 52. Kakak ipar?
53 Bab 53. Hari pertama
54 Bab 54. Perkara telpon-telponan
55 Bab 55. Semua karena Ervan.
56 Bab 56. Modus
57 Bab 57. Ke mana Alan?
58 Bab 58. Salah siapa?
59 Bab 59. Kabar baik
60 Bab 60. Merasa aneh
61 Bab 61. Sabar, Tirta
62 Bab 62. Serba salah
63 Bab 63. Kejutan di apartemen Alan
64 Bab 64. Bulan madu, ala Ervan
65 Bab 65. Masak bersama
66 Bab 66. Kisah tiga sahabat (1)
67 Bab 67. Kisah tiga sahabat (2)
68 Bab 68. Mengunjungi Alan
69 Bab 69. Waktu yang dinikmati
70 Bab 70. Gadis kecil
71 Bab 71. Makan malam yang gagal
72 Bab 72. Badai
73 Bab 73. Pendendam
74 Bab 74. Hari bahagia. Tapi?
75 Bab 75. Ada Apa dengan CEO? (1)
76 Bab 76. Ada apa dengan CEO? (2)
77 Bab 77. Rencana masa depan
78 Bab 78. Perkenalan keluarga
79 Bab 79. Final
80 Pengumuman
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bab 1 Awal Mula
2
Bab 2 Dia
3
Bab 3 Wajah yang mirip
4
Bab 4 Tiga Baby Sister
5
Bab 5 Rencana Ervan
6
Bab 6 Gara-gara Tirta
7
Bab 7 Dua Identitas
8
Bab 8 lamaran tiba-tiba
9
Bab 9 Hanya kontrak
10
Bab 10 Ancaman ervan
11
Bab 11 Semakin terdesak
12
Bab 12 Maaf
13
Bab 13 Terjebak
14
Bab 14 Rahasia Ervan
15
Bab 15 Bujukan Alan
16
Bab 16 Rumah baru
17
Bab 17 Kesepakatan
18
Bab 18 Identitas Sarah
19
Bab 19 Kunjungan Tiba-tiba
20
Bab 20 Panik
21
Bab 21 Drama dilarut malam
22
Bab 22 Penampilan baru
23
Bab 23 Pernikahan
24
Bab 24 Ribetnya malam pertama
25
Bab 25 Dua jomblo yang kepo
26
Bab 26 Kecurigaan Mama
27
Bab 27 Gosip
28
Bab 28 Sarah atau Tamara
29
Bab 29 Tes DNA
30
Bab 30 Mama yang berubah
31
Bab 31 Sarah Pergi
32
Bab 32 Terungkap
33
Bab 33 Kakak aku datang
34
Bab 34 Menolak kembali
35
Bab 35 Suasana menakutkan
36
Bab 36. Mencari hadiah
37
Bab 37. Siasat Clarissa
38
Bab 38. Bertemu mereka
39
Bab 39. Drama makan malam
40
Bab 40. Kursus kilat
41
Bab 41. Tamu tak diundang.
42
Bab 42. Pertengkaran
43
Bab 43. Dua lawan satu
44
Bab. 44 Rencana yang gagal
45
Bab 45. Mencari bukti
46
Bab 46. Dua saksi
47
Bab 47. Badai belum berlalu
48
Bab. 48. Tulus atau ada maunya?
49
Bab 49. Dokter Alan jatuh cinta
50
Bab 50. Petualangan tak terduga.
51
Bab 51. Terpesona pada pandangan pertama
52
Bab 52. Kakak ipar?
53
Bab 53. Hari pertama
54
Bab 54. Perkara telpon-telponan
55
Bab 55. Semua karena Ervan.
56
Bab 56. Modus
57
Bab 57. Ke mana Alan?
58
Bab 58. Salah siapa?
59
Bab 59. Kabar baik
60
Bab 60. Merasa aneh
61
Bab 61. Sabar, Tirta
62
Bab 62. Serba salah
63
Bab 63. Kejutan di apartemen Alan
64
Bab 64. Bulan madu, ala Ervan
65
Bab 65. Masak bersama
66
Bab 66. Kisah tiga sahabat (1)
67
Bab 67. Kisah tiga sahabat (2)
68
Bab 68. Mengunjungi Alan
69
Bab 69. Waktu yang dinikmati
70
Bab 70. Gadis kecil
71
Bab 71. Makan malam yang gagal
72
Bab 72. Badai
73
Bab 73. Pendendam
74
Bab 74. Hari bahagia. Tapi?
75
Bab 75. Ada Apa dengan CEO? (1)
76
Bab 76. Ada apa dengan CEO? (2)
77
Bab 77. Rencana masa depan
78
Bab 78. Perkenalan keluarga
79
Bab 79. Final
80
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!