Makan malam sudah berakhir, tiga pria bujang itu duduk mengelilingi sebuah meja kayu berukuran kecil. Ervan menautkan jari-jarinya, lalu menopang kedua tangannya diatas lutut. Menampilkan raut wajahnya dalam mode serius. Dihadapannya, dua sahabatnya menunggu dengan posisi duduk sambil mengunyah cemilan diatas meja.
“Seperti yang kalian katakan, kalau anak itu mirip denganku. Jadi, aku memiliki rencana agar ibuku berhenti menjodohkanku.” Ervan memulai percakpan.
“Apa itu?” Alan masih dengan mode santai, mengunyah cemilan. Begitu juga dengan Tirta, karena ia sudah mengetahuinya terlebih dulu.
“Aku akan menikah dengannya.”
"Apa?" Uhuk ... uhuk... Alan tersedak, cemilannya belum terkunyah sempurna, tapi langsung menelannya karena ucapan Ervan. “Kau gila!" Meminum air sampai tandas, lalu melanjutkan kalimatnya. "Dia sudah punya anak, ditambah statusnya tidak jelas. Ia hamil diluar nikah. Apa kamu pikir orang tuamu mau menerimanya?” cerca Alan dengan suara berbisik, setelah membaca informasi tentang wanita itu.
“Aku juga sudah berkata padanya, kalau dia memang sudah gila,” imbuh Tirta.
“Kalian, diamlah. Aku belum selesai,” ucap Ervan. Lalu, kembali melanjutkan perkataanya, “aku hanya akan menikahinya secara kontrak.”
“APAAA??” pekik keduanya, membuat Ervan mendaratkan pukulan diatas kepala mereka dengan kuat.
“Kalian mau mati, ya?”
Alan dan Tirta mengelus kepala mereka yang sakit, ingin membalas tapi tidak memiliki keberanian. Keduanya, hanya bisa menyalahkan diri sendiri.
“Van, jika kamu hanya ingin pernikahan kontrak, kamu bisa memilih wanita manapun. Bahkan, kamu bisa menerima perjodohan orang tuamu. Kenapa harus dia?” saran Alan.
“Karena dengan menikah dengannya, orang tuaku tidak akan menuntut meminta cucu. Kalian mengerti?”
“Ooohh,” ucap keduanya, lalu kembali tersadar akan jawaban Ervan.
“Apa? Cucu? Maksudmu, kamu mau mengaku kepada mereka, kalau anak ini adalah putramu? Dan wanita itu adalah kekasih yang kau buang, begitu?” terka Alan.
“Benar." Menjawab dengan santai, sambil meneguk air dalam botolnya.
Ervan dan tirta, memandang satu sama lain, jawaban Ervan, membuat keduanya kehilangan akal sehat. Bagaimana mungkin Ervan memiliki pemikiran seperti ini? Apa karena sering di desak untuk menikah, membuatnya mengambil jalan pintas?
“Ervan, apa kamu yakin dengan ide gilamu ini? Bagaimana jika ketahuan? Apa kamu pikir, dengan mengandalkan kemiripan wajah kalian, orang tuamu langsung percaya?” imbuh Tirta mencoba meyakinkan Ervan.
“Untuk itulah, aku membutuhkan bantuan kalian meyakinkan kedua orang tuaku.”
"Tapi, bagaimana caranya? Kau menyuruh kami membuat sebuah naskah, menceritakan cinta kalian yang kandas seperti dalam sinetron, begitu?" Alan memandang tirta meminta pembenaran, tapi yang ditatap hanya mengangkat bahunya. Lalu, kembali menatap Ervan. “Maaf, aku tidak mau terlibat dengan ide gilamu ini. Aku tidak mau menghadapi kemarahan orang tuamu, mungkin mereka akan membuangku ke Afrika,” tegas Alan.
“Alan, dengarkan aku. Kita bisa membuat satu cerita yang sama dan aku ingin kalian menjadi saksiku. Kalian cukup mengatakan iya dan menambahkan sedikit kisah masa laluku dengan gadis itu.” Ervan kembali membujuk.
“Van, bukan itu intinya. Kita bisa mengarang bebas bahkan sebebas-bebasnya. Tapi, bagaimana meyakinkan mereka kalau itu adalah putramu? Apa tidak terpikir olehmu, kalau mereka melakukan tes DNA?”
“Itulah alasan yang akan aku gunakan nanti untuk menceraikannya. Sebelum itu terjadi, aku akan berusaha mencegah mereka melakukan tes DNA.”
“Tapi, bagaimana caranya? Jangan bilang, kamu akan menyuruhku bersiaga di rumah sakit dan terus menerus mengabarimu, seperti seorang mata-mata." Tirta terkikik, mendengar ocehan Alan yang dari tadi tidak berhenti. Lalu bersuara, membantu Alan dan menyelamatkan mereka dari rencana Ervan yang terdengar gila.
“Sepertinya, pembicaraan kita, sudah terlalu jauh. Sebelum meyakinkan orang tuamu, bukankah kita harus mendapatkan persetujuan dari calon mempelai wanita terlebih dahulu?”
Ervan dan Alan saling menatap, perkataan Tirta begitu tepat sasaran hingga membuat keduanya terdiam sejenak. Mereka terlalu fokus pada orang tua Ervan, hingga melupakan hal yang paling penting. Yah, si calon mempelai wanita yang sama sekali tidak mengetahui rencana mereka, bahkan masih terbaring diatas ranjang pasien. Mereka sibuk memikirkan rencana untuk meyakinkan orang tua Ervan, padahal belum tentu keinginan Ervan disambut baik oleh calon mempelai wanita.
“Kita benar-benar melupakan hal penting. Hahaha...” tawa Alan memecah keheningan mereka setelah terdiam cukup lama.
Ervan mendengus kesal, rencananya begitu sempurna dalam pikirannya. Tapi, ternyata ia harus ke titik awal sebelum menjalankannya. Mereka bertiga pun kembali berdiskusi tapi dengan tema pembicaraan yang berbeda. Kini Alan mengambil alih sebagai ketua yang akan memimpin diskusi mereka. Karena, kedua sahabatnya sama
sekali tidak memiliki pengalaman, dalam hal mengejar wanita. Yang satu terlalu tenggelam pada rasa bersalahnya, sedangkan satunya, tentu saja karena terlalu sibuk mengurus atasannya.
“Dengarkan aku, sekarang kita akan membicarakan hal dasar tentang seorang perempuan. Lihat, wanita itu adalah seorang ibu, jadi untuk membuatnya terkesan, kamu harus memulai dengan anaknya. Kamu mengertikan maksudku?” Alan mulai memberikan saran terbaiknya.
“Maksudmu, aku harus menyayangi anaknya?” tanya Ervan yang mulai menangkap arah pembicaraan Alan.
“Tepat sekali. Kamu harus menunjukkan, bahwa kamu pantas menjadi seorang ayah untuk anaknya. Tunjukkan sisi lembutmu pada seorang anak kecil.”
“Kenapa aku harus melakukan itu? Aku kan hanya menikahi ibunya, apa hubungannya dengan anak itu?”
“Ervan, aku mohon tolong gunakan sedikit otakmu dalam mempelajari seorang wanita. Ini bukan pelajaran biasa, mereka ini seperti kumpulan soal matematika yang perlu dipelajari dengan cermat. Untuk memenangkan hati mereka, kamu membutuhkan berbagai jenis rumus.”
“Apa itu seperti semacam trik?” cetus Tirta yang dilanda rasa penasaran.
“Benar sekali, kalian harus memiliki banyak trik dan tentu saja menyimpannya sebagian sebagai cadangan. Jangan lupakan itu!”
“Hahaha... aku tidak perlu sedramatis itu, untuk mengajaknya menikah. Lagi pula, pernikahan itu hanya kontrak bukan sungguhan.” Ervan tergelak, ucapan konyol Alan menggelitik pikirannya.
“Hei, meskipun hanya kontrak, kamu harus membuatnya menerima pernikahan ini. Seorang wanita yang pernah terluka sekali, membutuhkan waktu yang lama untuk membuka hatinya,” kritik Alan
“Aku memiliki caraku sendiri, agar ia mau menerimaku dan tentu saja cara yang paling jitu.” Menatap serius.
“Apa itu?” tanya Alan dan Tirta kompak dengan memajukan posisi duduk mereka ke arah Ervan.
“Kalian akan tahu, nanti. Sekarang, aku mau tidur. Kalian berdua, carilah tempat yang nyaman untuk menemaniku. Jangan berpikir, untuk meninggalkan aku, mengerti!” Ervan menekankan kalimat terakhirnya, lalu membaringkan tubuhnya diatas sofa.
Tirta dan Alan, mengangguk paham lalu mengambil posisi duduk dengan menyandarkan punggung mereka. Keduanya mencari posisi nyaman, agar dapat melewati malam ini. Belum sempat Alan memejamkan mata, ia bangkit mendorong kereta bayi dan menaruh tepat disamping kepala Ervan yang mulai tertidur. Alan kembali di sofa, menyandarkan punggungnya dan perlahan memejamkan mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Jamilah Nuraini
nyimak
2023-05-14
0