Who Are You, Girl?

Who Are You, Girl?

bab 1

Deon Nakula, lelaki berusia 22 tahun yang tampan dan menawan. Ketika teman-teman sebayanya sudah lulus S1 dia masih berjuang dalam skripsinya.

Bukan karena Deon bodoh justru dia adalah anak yang cerdas dan berbakat, hanya saja saat ini dia tengah disibukkan sebagai atlet basket dan juga ojek online. Baginya yang paling penting adalah uang. Sebagai tulang punggung dirinya mengesampingkan impian diri sendiri untuk ibunya yang tengah sakit dan adiknya yang baru mau masuk SMA.

Saat ini Deon sedang mengikuti pertandingan babak final, jika bisa membawa tim nya menang nantinya akan mendapat bonusan. Makanya dia berjuang mati-matian.

Deon pun berusaha untuk mengatur napasnya yang tersengal-sengal, lelaki yang tengah memegang bola di lapangan itu mulai memainkan permainan yang indah sekalipun keringat sudah membasahi jersey nya. Walau kakinya yang dulu sempat cedera mulai kambuh, tetapi sebagai kapten Deon berusaha yang terbaik.

"Kalau sakit jangan di paksakan!" pekik Najib merasa cemas.

"Aku masih bisa!" balas Deon tak rela menyerah.

Para penonton bersorak menyebut nama Deon, dia memang menjadi idola bagi penggemar basket terlebih untuk para gadis. Selain karena hebat permainannya ketampanan wajah juga sangat berpengaruh.

Akhirnya, usaha yang menahan segala rasa sakit itu membuahkan hasil. Deon bisa membuat kelompoknya memenangkan pertandingan. Walau pada akhirnya di detik terakhir setelah memasukkan bola dia terjatuh dan tidak bisa berdiri.

Tim nya pun langsung mendekat, membantunya berdiri.

Sorak-sorai mulai bergemuruh memenuhi stadion, pelatih dan teman-teman satu grup nya memeluk Deon erat.

"Ah sakit!" pekik Deon ketika ada yang menyenggol kakinya.

"Hey, cedera Deon kambuh! Dasar bodoh!" bentak Najib.

"Ah maaf, aku tidak tahu," timpal Lukman merasa bersalah.

"Tidak apa-apa," jawab Deon meringis.

"Akhirnya latihan keras kita tidak sia-sia, setelah ini aku ingin mentraktir kalian semua makan!" teriak pelatih dengan antusias.

"Hore!" teriak semua pemain sangat senang.

Para pemain dari kedua tim pun saling menjabat tangan, lalu mereka berpamitan.

Deon pun meminta izin pada pelatihnya untuk pulang duluan, walau disayangkan karena tidak bisa ikut makam bersama tetapi mereka tahu jika Deon tengah menjaga ibunya yang sakit.

"Ayoh aku antarkan pulang!" ajak Najib.

"Tidak usah, aku bisa naik taksi. Lagian sekarang acara makan bersama," tolak Deon.

"Palingan nanti masih menunggu setelah memesan, sebaiknya aku antar kamu dulu jadi nanti saat menyusul mereka makanan sudah siap," timpal Najib.

"Terima kasih," ucap Deon tak sungkan segera merangkul pundak Najib yang kokoh.

Deon tipe lelaki kulkas, bicara hanya seperlunya saja. Makanya dia tidak punya teman banyak, sebab Deon tak suka basa-basi untuk sekedar menyapa. Meskipun begitu Deon menjadi lelaki pujaan para wanita, selain karena wajahnya yang tampan juga cerdas, dari SD sampai SMA selalu meraih juara 1. Belum lagi dirinya juga menjadi ketua OSIS dan kapten basket.

Setelah sampai di halaman rumah, Deon yang hendak membuka pintu mobil langsung kaget saat Najib menyerahkan amplop coklat.

"Apa ini?"

"Bonusan pertandingan tadi," jawab Najib.

Deon segera membuka, setelah dihitung jumlahnya duea kali lipat lebih banyak dari yang biasa dia dapatkan.

"Jangan becanda, bonusannya tidak akan sebanyak ini. Lagian juga mana mungkin langsung cair secepat ini?" balas Deon mengembalikan lagi amplop coklat tersebut.

"Aku tahu tahu kamu lagi butuh uang untuk operasi ibumu,ambillah! Anggap saja aku memberi pinjaman, jadi nanti ketika bonusan kita cair akan aku ambil. Sisanya bisa kamu cicil," bujuk Najib.

Deon termangu, sebenarnya dia adalah lelaki yang memiliki harga diri tinggi. Dulu ketika dirinya masih SMA tidak malu kerja serabutan asal bisa makan, dari pada dia harus mengemis ke saudara ayahnya yang jahat dan suka menghina.

"Jangan banyak mikir lagi, kamu bisa mengembalikan saat kamu longgar. Aku bukan lintah darat yang akan memberikan bunga tinggi. Lagian kaki kamu kayaknya semakin parah, kamu harus istirahat, jangan bekerja dan segera selesaikan skripsimu itu!" sergah Najib meletakkan amplop coklat dengan paksa ke tangan Deon.

Hal itu membuat Deon memerah matanya, padahal selama ini dirinya selalu cuek dan menganggap jika Najib orang yang menyebalkan dengan sikap banyak tingkahnya.

"Terima kasih!" ucap Deon.

"Ingat pesanku, segeralah selesaikan skripsimu. Karena aku tahu beban di kedua pundakmu amatlah berat, apalagi dengan kaki cideramu tidak akan mungkin selamanya mengandalkan bermain basket," timpal Najib.

Deon hanya mengangguk, lalu turun ke mobil.

Setelah mobil Najib pergi, diapun langsung masuk ke dalam rumah. Baru membuka pintu, dirinya langsung disambut pelukan adiknya.

"Kakak! Aku berhasil!" teriak Amanda memeluknya erat.

"Aku keringetan belum mandi, lepaskan dulu!" sergah Deon.

"Aku nggak peduli, pokoknya aku bahagia sekali," jerit Amanda saking senangnya.

"Ada kabar baik apa ini?" tanya Deon berdiri pasrah.

"Aku lolos beasiswa ke SMA favorit!"

Deon pun tersenyum, hatinya merasa lega. Walaupun sebenarnya dia sudah memiliki tabungan untuk pendaftaran adiknya, siapa sangka malah Amanda mendapat beasiswa. Yah, Deon sangat bangga pada adiknya. Dia bisa melihat sendiri bagaimana adiknya siang malam belajar keras untuk mendapat nilai yang tinggi.

"Kamu hebat, nanti akan aku belikan hadiah. Oh iya, kamu sudah makan siang belum?"

"Belum, mau masak tapi gas habis," jawab Amanda terkekeh.

"Nggak usah masak, kakak mandi dulu lalu setelah ini kita makan di luar sekalian ke rumah sakit menjenguk ibu!"

"Siap!"

Randu bergegas mandi, dia tak ingin membuang banyak waktu lagi. Setelah makan dengan adiknya dia langsung menuju ke rumah sakit.

Tetapi ibunya malah langsung menangis saat melihat Deon yang berjalan agak pincang.

"Deon, kaki kamu kambuh lagi?" tanya Nurma dengan wajah cemasnya.

"Habis pertandingan, Bu. Berkat doa ibu aku menang, oh iya aku sudah bilang ke dokter kalau ibu hari ini bisa operasi," jawab Deon tenang.

"Kamu dapat uang dari mana? Biaya operasi sangat mahal!" sela Nurma kaget.

"Bonusan pertandingan dan uang tabungan, terlebih lagi Amanda berhasil lolos mendapat beasiswa sehingga uang tabungan untuk biaya pendaftarannya bisa untuk tambahan operasi," balas Deon. Dia sengaja tidak bilang jika uang itu hasil pinjaman dari Najib, karena jika ibunya tahu malah tidak mau dioperasi. Karena kemarin saja saat sakit usus buntunya semakin parah tidak mau diperiksa ke rumah sakit.

Nurma semakin terisak, melihat kedua buah hatinya yang selalu membanggakan dan semangat meski hidup penuh perjuangan.

"Andai ayah kalian masih hidup, pasti nasib kalian tidak akan seperti ini. Maafkan Ibu yang tidak berguna tapi malah selalu menjadi beban untuk kalian," ucap Nurma.

Deon dan Amanda langsung memeluk ibu mereka.

"Ibu jangan berkata seperti itu, siapa bilang Ibu beban? Kalau bukan karena Ibu mana mungkin aku dan kakak bisa lahir ke dunia ini dan bisa tumbuh sehat seperti ini? Semua ini juga berkat ibu yang merawat penuh kasih sayang," bujuk Amanda.

"Ibu, kata dokter setelah di operasi ibu malah tidak akan sakit lagi. Jadi ibu harus berani ya!" timpal Deon.

"Iya," jawab Nurma terharu.

"Ya sudah kalau gitu kami menunggu ibu di luar ya," sela Deon sembari menarik lengan adiknya.

"Deon, kamu harus periksakan kaki kamu juga. Jika tidak ini tak akan bisa tenang!" pinta Nurma memohon.

"Iya, Ibu tenang saja," jawab Deon tersenyum.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!