bab 5

Hari pertama mengajar, Deon agak grogi juga. Dirinya yang selama ini tidak suka berbasa-basi tetapi harus mencoba bersikap ramah pada guru lain dan murid-muridnya. Mulai sekarang pun dia juga harus berusaha bersikap baik, sebab menjadi guru merupakan suri tauladan yang setiap gerak-geriknya akan menjadi sorotan. Karena masih di fase beradaptasi, Deon pun belum memulai pencarian info mengenai siapa yang telah menganggu adiknya. Dia fokus untuk menghafal setiap sudut sekolah dan juga nama-nama guru serta murid. Deon sempat berpikir, bisa jadi yang membully adiknya bukan murid malah guru-guru itu sendiri. Ataupun bisa jadi berandalan yang berada di luar sekolahan. Karena di jaman sekarang banyak hal tidak terduga yang terjadi. Adiknya sampai takut gemeteran, berarti yang menganiaya nya bukan orang biasa. Ketika istirahat, Deon mencoba untuk berkeliling. Sesampainya di belakang sekolah yang sepi, dia melihat 3 anak perempuan dan yang satunya merokok. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tegur Deon. Mereka bertiga kaget, dan saling memandang. Deon lebih kaget kaget, dia sepertinya pernah melihat ketiga gadis itu. Hanya saja dia lupa dimana. "Weh, dia guru baru kita kan? Sumpah ganteng banget," bisik Miska. "Iya," balas Nanda. Tentu saja Deon masih mendengar bisikan mereka, tetapi dia lebih fokus ke satu anak yang tengah memegang rokok. "Kau merokok? Hebat sekali!" sindir Deon dengan tatapan tajamnya. Queen langsung mematikan bara apinya, lalu melemparkan rokoknya ke tong sampah yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Bahkan dengan berani Queen maju melangkah, lalu sedetik kemudian menangis. Deon menyeringai, perubahan mimik wajah yang begitu cepat. Sepertinya memang gadis kecil yang kini ada di depannya ahli bersandiwara. "Aku sedih, Pak. Aku stress dan tidak tahu bagaimana harus menjalani hidup ini," ucap Queen memulai aktingnya. "Jangan main drama denganku, Nak!" sergah Deon kesal merasa dipermainkan oleh anak kecil, diapun mulai memicingkan matanya, mengingat nama yang tertulis di atribut ketiga siswi itu. "Pak, Queen memang sedang mengalami musibah. Mamanya meninggal dan dia tidak punya siapa-siapa lagi, makanya Queen stress dan mencoba mengalihkan pikiran dengan merokok. Tapi Queen baru kali ini merokoknya," timpal Nanda. "Baru mencoba? Tapi aku lihat tadi jarinya nampak ahli saat memegang rokoknya, cara menghisapnya juga seolah seperti makanan sehari-hari," balas Deon dingin. Queen ingin membuka mulutnya, tetapi Deon sudah merasa jengah berada di situ. Diapun langsung menyela duluan. "Tidak ada lain kali, aku harap ketika kita bertemu lagi kalian sudah menjadi anak yang baik-baik. Ingat, kalian masih kecil dan masa depan panjang!" Ketika berbalik Deon menahan senyum, sudah banyak orang yang dia temui. Jika hanya permainan anak kecil dirinya tidak akan mudah dimanipulasi. Tetapi karena dirinya baru pertama kali masuk, sehingga ingin memberi sedikit toleransi. Deon menganggap, jika mereka adalah sekumpulan anak-anak manja dari keluarga kaya raya yang sudah di atur. Sepulang mengajar, Deon pun mampir ke rumah Najib. "Hallo, Pak Guru!" Deon diam saja diejek seperti itu, dia langsung masuk ke apartemen. Memang Deon sudah terbiasa dengan sikap tengilnya Najib. Begitu juga sebaliknya, Najib terbiasa dengan karakter Deon yang dingin. Meskipun mereka berdua bagai air dan api, tetapi sejauh ini selalu berhubungan baik. "Bagaimana hari pertama mengajar?" tanya Najib penasaran. "Yah, lumayan seru," jawab Deon. "Malam ini ikut aku yuk?" ajak Najib. "Kemana?" "Ikut aja, sesekali kamu rileks!" Geng Queen tengah asyik berlenggak-lenggok menikmati musik disko yang menghentak keras. Mereka yang sudah minum alkohol sudah dirasuki oleh jiwa yang liar. Tetapi yang paling parah adalah Queen, sebab telah menghabiskan banyak sekali miras. Mereka padahal termasuk anak di bawah umur, tetapi karena pemilik tempat merupakan teman ayah Miska sehingga mereka diperbolehkan untuk masuk. Keluarga Miska dan Nanda sendiri membebaskan mereka untuk pergi ke sana. Queen merasa kesedihannya hilang, dia terus berlenggok dan meminum alkohol dengan nikmatnya. Dia tertawa puas, seolah semua beban pikiran ikut melayang. Dia tidak menyadari jika dari kejauhan ada beberapa mata yang mencintainya. Termasuk kakaknya Nanda, diam-diam mulai mendekatinya. Queen memang terlalu cantik, ketika dirinya oleng tanpa dia sadari bajunya tersingkap ke atas dan memperlihatkan bagian pusatnya. Tiba-tiba Tian seolah seperti memeluknya dari belakang, padahal hanya berniat untuk menurunkan baju yang tersingkap. "Hey, kurang ajar!" pekik Queen marah, hampir saja dia memukul tetapi Tian lebih cepat meraih tangan Kyra dan mengecup lembut jemarinya. "Hey, Hati-hati dengan tangan kamu. Aku barusan hanya membantumu untuk membenarkan bajumu saja, apakah kamu mau semua lelaki melihatmu?" jawab Tian. Karena itu adalah kakak Nanda, Queen tidak jadi marah. "Maaf, aku kirain lelaki brengsek yang hendak macam-macam," balas Queen "Kalian sudah terlalu banyak minumnya, sebaiknya ayo pulang!" ujar Tian pada Nanda dan kedua teman adiknya. "Ah sedang asyik-asyiknya, ngapain kamu ke sini sih, Kak?" tolak Nanda. "Iya, kamu masih mau di sini, nanti juga bisa pulang sendiri," balas Miska. Queen yang sudah mabuk parah hampir rubuh, tetapi Tian langsung sigap menangkapnya. "Heh, ayo pulang. Queen saja sudah begini!" pekik Tian. "Sebaiknya kakak pulang duluan deh, sekalian bawa Queen kasihan dengan sedang bersedih," jawab Nanda sambil menarik tangan Miska dan masuk ke dalam kerumunan yang lain untuk menghindari Tian. Tian hanya melongo, dia tak habis fikir kenapa harus mengurus Queen? Tetapi karena dia sudah tahu apa yang tengah menimpa Queen akhirnya Tian pun berbaik hati untuk mengantarkan teman adiknya pulang. Sambil menggendong Kyra, Tian berjalan keluar meninggalkan tempat club. Tetapi teman-teman tongkrongannya saling bersorak karena hal itu. "Cieh, akhirnya dapat si dedek juga!" "Wah, sampai rumah langsung di santap saja. Hidangan enak itu!" "Tian, dia masih kecil. Kamu harus lebih lembut! " Sebenarnya Tian marah, ingin rasanya menyumpal mulut teman-teman nya yang sengaja menggodanya, yah mereka semua sudah tahu jika selama ini dirinya selalu memperhatikan Queen. Tian memang tidak mengakuinya, tetapi diam-diam matanya memang tidak bisa berpaling dari menatap Queen. Ketika menuju ke tempat parkir, Queen terus menggosok-gosokkan wajahnya ke dada Tian karena merasa ada sesuatu yang menghinggapi pipinya, hal itu membuat Tian merasa geli dan salah tingkah. "Queen, rumah kamu dimana?" tanya Tian. "Aku tidak tahu," gumam Kyra tanpa membuka matanya. Gadis cantik yang ada dalam gendongannya memang sudah mabuk parah, Tian pun berniat untuk membawa pulang saja dan meletakkan di kamar adiknya. Ketika Tian sudah meletakkan di dalam mobil Queen malah membuat ulah, dia melepaskan bajunya sendiri dan kini hanya memakai bra. "Hey, kamu kenapa membuka baju?" pekik Tian panik. "Aku kepanasan!" jawab Queen tanpa membuka matanya. Tian sangat panik, diapun segera menyalakan AC mobil lalu membantu Queen untuk memakai pakaian kembali. Pada saat itu Queen sangat patuh, hanya diam saja tetapi air matanya mengalir. "Kamu kenapa?" tanya Tian setelah berhasil memakaikan bajunya. "Kenapa semua mengabaikan aku? Mami meninggal dan Papi malah meninggalkan aku? Kenapa aku dilahirkan jika tidak diinginkan?" tangis Queen mulai pecah. Tian cukup kaget, sebab biasanya teman adiknya ini sangat kuat dan terlihat tegar. Tetapi siapa sangka jika di dalamnya sangat rapuh. "Sudah, sebaiknya kamu tidur. Aku akan mengantar kamu pulang, malam ini sebaiknya tidur di rumah Nanda saja," bujuk Tian lembut. Queen terdiam, membuat Tian merasa gemas. Adik temannya ini memang terlalu cantik, mungkin jika wanita lain dia sudah menghabisinya tetapi kali ini Tian tidak tega. Justru dia ingin menjaganya. "Peluk aku?" pinta Queen manja. "Hah?" pekik Tian kaget. "Beri aku pelukan," rengek Queen lagi. Tian yang tengah kebingungan akhirnya memeluk Qira, mungkin dengan begitu gadis ini bisa merasa baikan. Dia tahu jika saat ini Queen memang butuh seseorang untuk menemaninya. Tetapi sialnya ketika dia memeluk, Tian merasakan kehangatan. Membuat tubuh Tian sendiri menjadi panas seperti tersengat listrik. "Ah gawat," batin Tian. "Andai aku punya kakak seperti kamu," ujar Queen mendongakkan kepalanya ke atas. Pada saat itu Tian melihat wajah sayunya, tatapan mata yang nanar bibir yang merekah dan cup... Tian tidak kuat menahan diri. Dia mengecup bibir Queen dengan lembut dan penuh perasaan. Apalagi ketika Queen tidak menolak dan malah membalasnya. "Sialan! Anak kecil ini enak sekali, terlalu enak untuk aku lepaskan," batin Tian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!